
Kondusif Luar-Dalam, IHSG Happy Weekend!
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
15 November 2019 16:20

Dari sisi internal, besar kemungkinan penguatan bursa saham acuan Ibu Pertiwi ditopang oleh rilis data neraca perdagangan internasional Indonesia yang mencatatkan surplus pada bulan kemarin.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekspor Oktober 2019 terkontraksi atau turun 6,13% year-on-year (YoY) dan impor turun 16,39% YoY.
Alhasil, secara keseluruhan membuat neraca perdagangan surplus US$ 160 juta atau setara Rp 2,26 triliun (asumsi kurs Rp 14.100/US$). Padahal pada bulan September neraca dagang Indonesia mencatatkan defisit hingga US$ 161,3 juta atau Rp 2,31 triliun.
Padahal pelaku pasar memperkirakan neraca perdagangan bakal defisit.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan angka defisit neraca perdagangan sebesar US$ 300 juta. Sementara konsensus dari Reuters dan Bloomberg juga meramal terjadi defisit masing-masing US$ 280 juta dan US$ 240 juta.
Kemudian, setelah diteliti lebih rinci, kinerja impor terkoreksi dalam seiring dengan anjloknya impor bahan baku penology yang turun 18,76% YoY mejadi US$ 10,89 miliar. Selain itu, impor barang modal dan impor barang konsumsi masing-masing turun 11,35% YoY ke US$ 2,44 miliar dan 4,44% YoY ke US$ 1,44 miliar.
Surplus neraca dagang menjadi faktor yang disambut positif oleh pelaku pasar karena ada harapan bahwa defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) akan membaik di kuartal terakhir tahun ini.
Sebagai informasi, transaksi berjalan merupakan faktor penting dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen Neraca Pembayaran Indonesia/NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa)
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekspor Oktober 2019 terkontraksi atau turun 6,13% year-on-year (YoY) dan impor turun 16,39% YoY.
Alhasil, secara keseluruhan membuat neraca perdagangan surplus US$ 160 juta atau setara Rp 2,26 triliun (asumsi kurs Rp 14.100/US$). Padahal pada bulan September neraca dagang Indonesia mencatatkan defisit hingga US$ 161,3 juta atau Rp 2,31 triliun.
Padahal pelaku pasar memperkirakan neraca perdagangan bakal defisit.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan angka defisit neraca perdagangan sebesar US$ 300 juta. Sementara konsensus dari Reuters dan Bloomberg juga meramal terjadi defisit masing-masing US$ 280 juta dan US$ 240 juta.
Kemudian, setelah diteliti lebih rinci, kinerja impor terkoreksi dalam seiring dengan anjloknya impor bahan baku penology yang turun 18,76% YoY mejadi US$ 10,89 miliar. Selain itu, impor barang modal dan impor barang konsumsi masing-masing turun 11,35% YoY ke US$ 2,44 miliar dan 4,44% YoY ke US$ 1,44 miliar.
Surplus neraca dagang menjadi faktor yang disambut positif oleh pelaku pasar karena ada harapan bahwa defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) akan membaik di kuartal terakhir tahun ini.
Sebagai informasi, transaksi berjalan merupakan faktor penting dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen Neraca Pembayaran Indonesia/NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular