Masih Tak Betah di Pasar Saham RI, Asing Bawa Kabur Rp 5,3 T

Monica Wareza, CNBC Indonesia
12 November 2019 18:04
Posisi IHSG di penghujung hari ini bertambah 0,52% ke 6.182,99 poin.
Foto: Bursa Efek Indonesia (BEI) (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di akhir perdagangan sepanjang hari ini berhasil ditutup menguat di zona hijau, setelah sepanjang sesi I indeks tak kunjung beranjak di zona merah. Posisi IHSG di penghujung hari ini bertambah 0,52% ke 6.182,99 poin.

Namun, menguatnya indeks tak berarti asing mengucuri pasar dalam negeri dengan dana segarnya. Terbukti sepanjang hari ini asing malah mencatatkan jual bersih (net sell) senilai Rp 508,98 miliar.

Aksi jual ini masih terus dilakukan oleh asing selama satu minggu terakhir dengan nilai jual mencapai Rp 3,78 triliun. Bahkan dalam satu bulan terakhir jumlah nilai yang sudah dibawa kabur oleh investor asing mencapai Rp 5,33 triliun.

Untuk hari ini saja, saham-saham mayoritas yang sahamnya dilego asing adalah saham bank BUKU IV.

Asing cabut dari saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) dengan nilai mencapai Rp 203,37 miliar. Saham ini ditutup di posisi stagnan alias tak bergerak dari posisi penutupan perdagangan kemarin di level Rp 4.000/saham.

Saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) juga tak lepas dari aksi jual asing ini, bahkan sepanjang hari saham BCA tak pernah meninggalkan zona merah. Nilai jual asing di saham ini mencapai Rp 111,38 miliar dan sahamnya ditutup dengan pelemahan 0,48% ke Rp 31.325/saham.

Produsen kendaraan bermotor terbesar Indonesia, PT Astra International Tbk. (ASII) juga tak lepas dari jerat jual asing. Sahamnya ditutup dengan penguatan 1,88% ke Rp 6.775/saham hari ini dengan nilai net sell sebesar Rp 93,63 miliar.

Kembali ke sektor perbankan, saham PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) di hari kedua minggu ini ditutup dengan pelemagan 0,35% ke Rp 7.025/saham. Asing membawa kabur senilai Rp 42,88 miliar dari saham ini.

Terakhir, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) berhasil menguat di zona hijau setelah berjibaku di zona merah hampir sepanjang hari ini di level Rp 7.600/saham dengan penguatan 0,66%. Asing sukses mengamankan dana senilai Rp 28,52 miliar dari sini.

Keluarnya asing dari bursa saham domestik masih dipengaruhi oleh perkembangan dagang Amerika Serikat (AS) dan China. Perkembangan terbaru, Presiden AS Donald Trump menjadi pihak yang membantah klaim dari pihak China.

Menjelang akhir pekan kemarin, Trump mengatakan bahwa dirinya belum setuju untuk menghapuskan bea masuk tambahan yang diberlakukan Washington terhadap produk impor asal China.

"Mereka ingin ada penghapusan. Saya belum menyetujui apapun," kata Trump pada hari Jumat waktu setempat (8/11/2019), dilansir dari CNBC International.

Untuk diketahui, sejauh ini AS telah mengenakan bea masuk tambahan bagi senilai lebih dari US$ 500 miliar produk impor asal China, sementara Beijing membalas dengan mengenakan bea masuk tambahan bagi produk impor asal AS senilai kurang lebih US$ 110 miliar.

Lebih lanjut, perekonomian Hong Kong yang kini sedang amburadul ikut menjadi faktor yang membatasi apresiasi bursa saham Asia dan membuat dana asing keluar.

Beberapa waktu yang lalu, Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong merilis pembacaan awal untuk data pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019. Pada tiga bulan ketiga tahun ini, perekonomian Hong Kong diketahui membukukan kontraksi sebesar 3,2% secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ).

Lantaran pada kuartal II-2019 perekonomian Hong Kong sudah terkontraksi sebesar 0,4% secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi yang kembali negatif secara kuartalan pada kuartal III-2019 resmi membawa Hong Kong mengalami resesi untuk kali pertama sejak tahun 2009, kala krisis keuangan global menerpa.

Aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi di sana selama nyaris lima bulan sukses menekan laju perekonomian dengan sangat signifikan, seiring dengan terkontraksinya sektor pariwisata dan ritel. Untuk diketahui, aksi demonstrasi besar-besaran yang dalam beberapa waktu terakhir terjadi di Hong Kong pada awalnya dipicu oleh penolakan terhadap RUU ekstradisi.

Memasuki kuartal IV-2019, tekanan terhadap perekonomian Hong Kong terbukti belum mengendur, bahkan justru bertambah parah. Pada pekan kemarin, Manufacturing PMI Hong Kong periode Oktober 2019 dirilis oleh Markit di level 39,3, jauh di bawah konsensus yang sebesar 43,6, seperti dilansir dari Trading Economics.
(hps/hps) Next Article Digitalisasi Picu Investor Ritel Domestik Bursa RI 'Meledak'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular