Sentimen Campur Aduk, IHSG Masih Babak Belur

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
12 November 2019 09:55
Sentimen Campur Aduk, IHSG Masih Babak Belur
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah pada perdagangan hari ini (11/11/2019) dengan mencatatkan koreksi 0,22% ke level 6.135,49 indeks poin.



Kemudian, investor asing juga terlihat masih memilih untuk melego saham-saham domestik, di mana pada pukul 09:30 WIB membukukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 37,9 miliar

Pergerakan IHSG berbanding terbalik dengan bursa saham acuan kawasan Asia yang mayoritas justru ditransaksikan di zona hijau. Indeks Kospi naik 0,06%, indeks Nikkei naik 0,08%, indeks Hang Seng menguat 0,24% dan indeks Straits Times menguat 0,31%. Hanya indeks Shanghai yang mencatatkan koreksi sebesar 0,19%.

Meskipun mencatatkan penguatan, nilai yang dicatatkan oleh bursa saham utama Benua Kuning cukup tipis. Hal ini mengingat pelaku pasar masih cukup waspada sambil mencermati perkembangan terbaru hubungan dagang Amerika Serikat (AS) dan China.

Malam ini, investor menantikan pidato Presiden AS Donald Trump di ajang Economic Club di New York. Pasar akan menantikan perkembangan terbaru seputar kesepakatan dagang AS-China fase I.

Sebelumnya, Trump menyebut bahwa perundingan dengan China berjalan mulus. Namun dia menegaskan bahwa AS hanya akan menerima kesepakatan terbaik.

"Perundingan terus berjalan, dan saya rasa berlangsung dengan sangat baik. Jika kedua negara mencapai kesepakatan, maka itu haruslah sebuah kesepakatan yang baik," kata Trump kepada para jurnalis sebelum bertolak menuju Alabama untuk kunjungan kerja, seperti diberitakan Reuters.

Meskipun demikian, belum terdapat klarifikasi lebih lanjut terkait penghapusan tarif masuk atas produk impor senilai ratusan miliar yang dikenakan oleh kedua negara.

Seperti diketahui, China menginginkan hal tersebut sebagai bagian dari kesepakatan. Namun Negeri Paman Sam sepertinya enggan untuk memenuhi permintaan Negeri Panda. Hal ini terlihat dari klaim kedua negara.

"Jika China, AS, mencapai kesepakatan dagang fase pertama, kedua negara harus meninjau kembali semua tarif tambahan dengan proporsi yang sama secara keseluruhan berdasarkan isi perjanjian, yang mana menjadi situasi penting untuk tercapainya kesepakatan," ujar Juru Bicara Kementerian China Gao Feng pada Kamis (7/11/2019) dilansir CNBC International.

"Tidak ada kesepakatan untuk saat ini yang menghapuskan semua tarif yang diberlakukan sebagai kondisi untuk kesepakatan dagang fase pertama," tegas Navarro dalam wawancara dengan Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (8/11/2019).

Sebagai informasi, Washington sudah mengenakan bea masuk terhadap importasi produk Negeri Tiongkok senilai US$ 550 miliar. Sedangkan Beijing membebankan bea masuk kepada impor produk made in the USA senilai US$ 185 miliar.
Sementara itu, penyebab pelaku pasar juga bergerak hati-hati dalam bertransaksi di bursa saham Ibu Pertiwi adalah karena menantikan rilis data penjualan motor bulan Oktober yang akan diumumkan pada pukul 12:00 WIB.

Mengapa informasi ini dinantikan? Pasalnya, jika tren penjualan kendaraan bermotor juga ikut membukukan koreksi, maka ini melengkapi rentetan data permintaan domestik yang menurun.

Lebih lanjut, sepanjang pekan ini, rilis data ekonomi Ibu Pertiwi lainnya yang akan menjadi sorotan adalah data pertumbuhan kredit, data penjualan mobil, dan neraca perdagangan.

Pekan lalu, Bank Indonesia (BI) merilis data penjualan ritel periode September 2019 yang tercatat hanya mampu tumbuh 0,7% year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 1,1% dan menjadi laju terlemah sejak Juni.

Sedangkan secara kuartalan, penjualan ritel pada kuartal kemarin tumbuh 1,4% YoY, lebih rendah dari capaian kuartal sebelumnya yang berhasil naik 4,2% YoY. Capaian kuartal III-2019 juga lebih lambat dari periode yang sama tahun lalu (kuartal III-2018) yang mampu tumbuh 4,6% YoY.



Kemudian, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi rumah tangga penduduk Ibu Pertiwi melambat dengan hanya tumbuh 5,01% YoY pada kuartal III-2019 dari sebelumnya tumbuh 5,17% YoY di kuartal II-2019. Ini menjadi laju terlemah sejak setahun lalu, tepatnya kuartal III-2018.

Perlambatan konsumsi rumah tangga terjadi hampir di seluruh aspek pengeluaran, terutama pakaian, alas kaki dan jasa perawatan.

Penurunan konsumsi rumah tangga tentu bukan berita baik bagi perekonomian Indonesia karena pos pengeluaran ini adalah kontributor utama pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB), di mana pada kuartal kemarin kontribusinya mencapai 56,52%.

Dengan kondisi data permintaan domestik yang tidak terlalu optimis, wajar saja jika risk appetite pelaku pasar tidak tergugah dan lebih memilih untuk berinvestasi di aset-aset aman (safe haven).

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular