
Sudah Minus 0,5% dalam 2 Hari, Saatnya Rupiah Unjuk Gigi
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 November 2019 08:21

Selain kabar hubungan AS-China, pelaku pasar juga lega mendengar kabar dari Inggris. Pada kuartal III-2019, Negeri John Bull mencatatkan pertumbuhan ekonomi 0,3% secara kuartalan. Jauh membaik ketimbang kuartal II-2019 yang mengalami kontraksi minus 0,2%.
Sektor jasa mencatatkan pertumbuhan 0,4%, lebih baik dibandingkan kuartal II-2019 yang hanya tumbuh 0,1%. Sementara output konstruksi naik 0,6%, setelah kuartal sebelumnya negatif 1,2%.
Namun secara tahunan, ekonomi Inggris hanya tumbuh 1%. Ini adalah laju terlemah sejak kuartal I-2013.
Meski demikian, ada harapan Inggris bisa lolos dari resesi. Pasalnya, risiko No Deal Brexit (Inggris tidak mendapat kesepakatan apa-apa dari perceraian dengan Uni Eropa) semakin mengecil.
Inggris dan Uni Eropa sepakat untuk memundurkan pelaksanaan Brexit menjadi 31 Januari 2020. Dengan begitu, kedua negara punya waktu untuk merumuskan kesepakatan terbaik agar arus perdagangan dan investasi tidak terhambat.
Inggris adalah perekonomian terbesar kedua di Eropa, hanya kalah dari Jerman. Jadi kalau Inggris berhasil menghindari resesi, maka perekonomian Benua Biru secara keseluruhan bisa terjaga positif. Ini hanya bisa terjadi apabila perdagangan dan investasi tetap lancar meski sudah ada Brexit.
Baca: Eropa, 'Pusat Gempa' Resesi Ekonomi Dunia?
Oleh karena itu, asa dari Eropa ikut menopang keberanian investor untuk masuk ke instrumen berisiko. Arus modal yang masuk membuat mata uang Asia bergerak menguat, tidak terkecuali rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Sektor jasa mencatatkan pertumbuhan 0,4%, lebih baik dibandingkan kuartal II-2019 yang hanya tumbuh 0,1%. Sementara output konstruksi naik 0,6%, setelah kuartal sebelumnya negatif 1,2%.
Namun secara tahunan, ekonomi Inggris hanya tumbuh 1%. Ini adalah laju terlemah sejak kuartal I-2013.
Meski demikian, ada harapan Inggris bisa lolos dari resesi. Pasalnya, risiko No Deal Brexit (Inggris tidak mendapat kesepakatan apa-apa dari perceraian dengan Uni Eropa) semakin mengecil.
Inggris dan Uni Eropa sepakat untuk memundurkan pelaksanaan Brexit menjadi 31 Januari 2020. Dengan begitu, kedua negara punya waktu untuk merumuskan kesepakatan terbaik agar arus perdagangan dan investasi tidak terhambat.
Inggris adalah perekonomian terbesar kedua di Eropa, hanya kalah dari Jerman. Jadi kalau Inggris berhasil menghindari resesi, maka perekonomian Benua Biru secara keseluruhan bisa terjaga positif. Ini hanya bisa terjadi apabila perdagangan dan investasi tetap lancar meski sudah ada Brexit.
Baca: Eropa, 'Pusat Gempa' Resesi Ekonomi Dunia?
Oleh karena itu, asa dari Eropa ikut menopang keberanian investor untuk masuk ke instrumen berisiko. Arus modal yang masuk membuat mata uang Asia bergerak menguat, tidak terkecuali rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular