Jadi Pengamat Saham, Dahlan Iskan Analisis IPO Aramco

tahir saleh, CNBC Indonesia
08 November 2019 06:57
Jadi Pengamat Saham, Dahlan Iskan Analisis IPO Aramco
Foto: REUTERS/Amir Levy
Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan minyak terbesar di dunia, Saudi Aramco Oil Company (Saudi Aramco) berencana melakukan subscription atau mencari investor lewat roadshow kepada calon investor yang akan membeli sahamnya dalam penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) pada 4 Desember mendatang.

Beberapa sumber seperti dikutip media milik pemerintah, Al-Arabiya, Selasa (29/10/2019), mengungkapkan Aramco berencana mengumumkan kisaran harga IPO pada 17 November, dan akan mulai tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek Tadawul (Saudi Stock Exchange Tadawul), Arab Saudi, pada 11 Desember.

Perusahaan raksasa minyak Arab Saudi ini telah lama merencanakan IPO. Sebelumnya perusahaan dikabarkan akan melakukan listing pada awal November kemudian diundur, apalagi setelah terjadi penyerangan oleh drone di 2 fasilitas Aramco pada pertengahan September lalu.


Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menilai rencana IPO Aramco 
dengan nilai fantastis dan tak ada duanya itu akan menjadi sejarah dunia, termasuk bagi pasar modal global.

Jadi Pengamat Saham, Dahlan Iskan Analisis IPO AramcoFoto: Dahlan Iskan/Lamhot Aritonang/detikFoto.

Saat ini, valuasi perusahaan diperkirakan mencapai US$ 2 triliun atau Rp 28.000 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$). Adapun harga IPO belum ditetapkan, begitu juga dengan besaran saham yang akan dilepas.

Menurut Dahlan, Aramco memang raja minyak sejagad karena produksinya mencapai 10% produksi minyak dunia. Tapi kalau nilai Aramco dicatatkan sebesar US$ 2 triliun (yang merupakan nilai valuasinya), maka pasar modal akan menolak karena dianggap terlalu mahal.

"Angka itu bisa menjadi bencana: begitu IPO diluncurkan harga saham Aramco akan anjlok," kata Dahlan dalam tulisan terbarunya di situs pribadinya,
Disway.id, berjudul "Neo Mustaqbal", atau artinya masa depan baru, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (7/11/2019).

Sebaliknya, kalau Aramco hanya dinilai US$ 1,6 triliun, maka pihak Saudi yang akan keberatan karena dianggap terlalu murah.

"Biasanya akan ada angka kompromi. Paling lambat akhir bulan ini. Angka kompromi itu mungkin US$ 1,7 triliun. Atau terserah saja. Toh masih tetap yang terbesar dalam sejarah pasar modal," kata mantan CEO Jawa Pos ini.

Nilai IPO itu menurut Menteri BUMN periode 2011-2014 ini masih lebih besar dari Apple ditambah Google, ditambah lagi Exxon, ditambah pulau reklamasi di Teluk Jakarta, mengingat laba tahun lalu milik Aramco menembus US$ 111 miliar atau sekitar Rp 1.554 triliun.

"Kabarnya Aramco tidak keberatan untuk membagi dividen sampai US$ 68 miliar. Di tahun pertamanya. Sebagai iming-iming bagi Anda, yang tertarik ikut membeli saham ecerannya."

HOLD TAHER ARABFoto: REUTERS/Hamad I Mohammed

Dahlan pun bertanya soal berapa persenkah saham Aramco yang akan dilepas ke pasar modal lantaran persentase itu juga sangat dinanti.

"Selentingan menyebutkan hanya akan 5%. Kurang menarik. Itu pun dibagi dua: 3% di pasar modal New York, 2% di pasar modal Saudi sendiri. Kian kurang menarik."

Beberapa sumber mengatakan Aramco diperkirakan akan menawarkan 1%-2% sahamnya di bursa lokal. Itu berarti perusahaan akan memperoleh sekitar US$ 20 miliar - US$ 40 miliar dana IPO. Nilai US$ 40 miliar itu berarti 2% dari total prediksi valuasi perusahaan US$ 2 triliun.



Jika benar US$ 40 miliar yang diincar, Aramco berpotensi menggeser Alibaba yang saat ini masih menjadi pemegang rekor IPO terbesar di dunia.

Hingga saat ini, perusahaan e-commerceasal China, Alibaba masih memegang rekor IPO terbesar senilai US$ 25 miliar. Perusahaan yang melantai di New York Stock Exchange pada 2014 lalu mengalahkan IPO raksasa teknologi lainnya, seperti Facebook, Dell, IBM hingga Apple.

Mengacu siaran pers Saudi Aramco, pada semester I-2019, perusahaan berhasil mencetak laba bersih sebesar US$ 46,9 miliar atau setara dengan Rp 661 triliun, turun 12% dibandingkan dengan US$ 53,0 miliar untuk periode yang sama tahun lalu.

Sementara laba sebelum bunga dan pajak pada periode tersebut yakni US$ 92,5 miliar, turun 9% dibandingkan dengan US$ 101,3 miliar periode yang sama setahun sebelumnya.

Fitch mencatat, sepanjang 2018, Saudi Aramco masih menjadi produsen minyak terbesar di dunia dari sisi volume mengalahkan rekan-rekan regionalnya seperti perusahaan minyak nasional Abu Dhabi, ADNOC dan perusahaan minyak Royal Dutch Shell, Total dan BP.


"Saudi Aramco adalah produsen minyak terbesar di dunia berdasarkan volume. Pada tahun 2018 produksi cairan dan total produksi hidrokarbonnya rata-rata setara dengan 11,6 juta dan 13,6 juta barel minyak per hari, jauh melampaui outputhulu terintegrasi global dan regional produsen seperti ADNOC, Shell, Total dan BP," kata Fitch, mengutip Reuters.

Proyek IPO Aramco ini pertama kali diumumkan pada tahun 2016 sebagai landasan rencana Visi 2030 Kerajaan Arab Saudi untuk memodernisasi ekonominya. Ini adalah ambisi dari Putra Mahkota Mohammed bin Salman yang ingin merombak struktur ekonomi negara tersebut yang selama ini bergantung pada minyak.

Lalu apa masa depan Arab Saudi?

Dahlan, dalam analisisisnya, mengatakan Arab Saudi akan mencetak sejarah berikutnya yakni membangun kota masa depan. "Namanya Neom City, kota نيوم," kata Dahlan.

Kota baru itu letaknya tak terpikirkan oleh orang biasa: berada di pojok utara negara itu, di Provinsi Tabuk. Kota inilah yang akan menjadi mustaqbal atau masa depan Arab Saudi yang baru.

"Lokasi ini sepelemparan batu dari Mesir. Berbatasan pula dengan Israel dan Jordania. Boleh dikata Neom berada di segitiga sangar itu. Dengan Mesir sebenarnya tidak berbatasan. Ada jarak di antara dua wilayah. Jarak itu berupa laut sempit: Selat Aqaba. Di ketiak Laut Merah. Tidak jauh dari mulut selatan Terusan Suez," jelasnya.

Menurut Dahlan, dari go public Aramco itulah diharapkan Saudi bisa mendapat uang US$ 300 miliar atau Rp 4.200 triliun, guna menyangga biaya pembangunan kota tersebut sebesar US$ 500 miliar. Artinya kurang US$ 200 miliar lagi yang akan dicari dari investor.

"Ups, kekurangannya saja sekitar Rp 2.800 triliun. Bagi saya angka itu begitu abstrak. Menghitung jumlah nolnya saja lelah. Tapi bagi Saudi 15 nol itu kelihatannya mudah: akan ditutup dari para investor."

"Untuk apa membangun kota yang begitu mahal? Itu untuk jaga-jaga. Setelah minyak mentah habis, Aramco hanya akan menjadi masa lalu. Harus ada gantinya. Neom City adalah calon pengganti Aramco. Dari menatap masa lalu ke menengok masa depan. Itulah strategi jangka panjang Saudi," katanya.


Saudi Aramco Bersiap Terbitkan Global Bond Rp 142 TriliunFoto: Infografis/Peringkat Teratas Negara Penghasil Minyak Dunia/Arie Pratama



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular