
Hong Kong Resesi, jadi Bencanakah Bagi RI? Ini Faktanya
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
04 November 2019 15:20

Pertama dilihat dari sisi perdagangan. Total ekspor barang Indonesia ke Hong Kong sepanjang tahun 2018 senilai US$ 2,56 miliar. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ekspor barang ke Hong Kong berkontribusi sebesar 1,4% dari total ekspor Indonesia di tahun 2018.
Tidak besar memang, tetapi tetap saja berdampak terhadap perekonomian dalam negeri. Mengutip data Hong Kong Trade Development Council (HKTDC), pada 2018 terdapat 5 barang ekspor Indonesia ke Hong Kong seperti briket batu bara, perabot rumah tangga dan elektronik, produk tekstil berupa baju, tembakau dan rokok hingga produk makanan konsumsi.
Coba bayangkan dari kelima produk yang di ekspor Indonesia ke Hong Kong merupakan produk yang terkait dengan konsumsi masyarakat Hong Kong sehari-hari.
Jika demo terus terjadi dan penjualan ritel terus turun maka tentu akan berdampak terhadap sektor industri dalam negeri terutama sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan produk tembakau.
Seperti kita ketahui bersama bahwa kedua sektor tersebut bisa dikatakan sedang loyo. Sektor TPT lesu karena adanya banjir produk tekstil impor, sementara sektor produk tembakau tengah dihadapkan pada potensi penurunan pendapatan dengan kenaikan cukai dan harga rokok yang mulai berlaku tahun depan.
Secara umum aktivitas perdagangan Indonesia dengan Hong Kong akan terganggu karena adanya resesi ini. Perlu diketahui bersama bahwa Indonesia mengimpor beberapa produk dari Hong Kong salah satunya adalah peralatan telekomunikasi yang nilainya mencapai US$ 699,3 juta pada 2018.
Kedua, resesi Hong Kong dapat berdampak pada arus investasi penanaman modal asing (PMA) ke Indonesia. Pasalnya Hong Kong merupakan investor strategis untuk Indonesia. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Hong Kong merupakan salah satu dari lima negara dengan angka realisasi investasi yang terbesar di Indonesia.
Tercatat, angka realisasi PMA Hong Kong ke Indonesia pada kuartal III-2019 turun sebesar 19,32% secara tahunan (YoY) dan turun sebesar 40,5% secara kuartalan (QoQ).
Arus penanaman modal ke Indonesia berpotensi terganggu karena Hong Kong merupakan pusat keuangan di Asia. Sebagai Asian Finansial Hub, jumlah aset keuangan Hong Kong lebih besar dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) wilayah tersebut.
Melansir situs website Bruegel, jumlah aset perbankan Hong Kong mencapai sembilan kali PDBnya, sementara nilai kapitalisasi pasar saham Hong Kong mencapai 13x PDB-nya. Artinya kepercayaan investor memarkirkan uang di Hong Kong tinggi.
Namun dengan adanya demo yang terus berlangsung dapat memicu terjadinya capital outflows. Selain itu Hong Kong juga berperan sebagai fasilitator investasi China ke Indonesia.
(twg/twg)
Tidak besar memang, tetapi tetap saja berdampak terhadap perekonomian dalam negeri. Mengutip data Hong Kong Trade Development Council (HKTDC), pada 2018 terdapat 5 barang ekspor Indonesia ke Hong Kong seperti briket batu bara, perabot rumah tangga dan elektronik, produk tekstil berupa baju, tembakau dan rokok hingga produk makanan konsumsi.
![]() |
Jika demo terus terjadi dan penjualan ritel terus turun maka tentu akan berdampak terhadap sektor industri dalam negeri terutama sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan produk tembakau.
Secara umum aktivitas perdagangan Indonesia dengan Hong Kong akan terganggu karena adanya resesi ini. Perlu diketahui bersama bahwa Indonesia mengimpor beberapa produk dari Hong Kong salah satunya adalah peralatan telekomunikasi yang nilainya mencapai US$ 699,3 juta pada 2018.
Kedua, resesi Hong Kong dapat berdampak pada arus investasi penanaman modal asing (PMA) ke Indonesia. Pasalnya Hong Kong merupakan investor strategis untuk Indonesia. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Hong Kong merupakan salah satu dari lima negara dengan angka realisasi investasi yang terbesar di Indonesia.
Tercatat, angka realisasi PMA Hong Kong ke Indonesia pada kuartal III-2019 turun sebesar 19,32% secara tahunan (YoY) dan turun sebesar 40,5% secara kuartalan (QoQ).
Arus penanaman modal ke Indonesia berpotensi terganggu karena Hong Kong merupakan pusat keuangan di Asia. Sebagai Asian Finansial Hub, jumlah aset keuangan Hong Kong lebih besar dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) wilayah tersebut.
Melansir situs website Bruegel, jumlah aset perbankan Hong Kong mencapai sembilan kali PDBnya, sementara nilai kapitalisasi pasar saham Hong Kong mencapai 13x PDB-nya. Artinya kepercayaan investor memarkirkan uang di Hong Kong tinggi.
Namun dengan adanya demo yang terus berlangsung dapat memicu terjadinya capital outflows. Selain itu Hong Kong juga berperan sebagai fasilitator investasi China ke Indonesia.
Next Page
Jadi Dampak ke Indonesia Gede Gak Nih?
Pages
Most Popular