Takut Pertumbuhan Ekonomi Loyo, IHSG Balik Arah jadi Melemah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
04 November 2019 12:33
Takut Pertumbuhan Ekonomi Loyo, IHSG Balik Arah jadi Melemah
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan pertama di pekan ini, Senin (4/11/2019), di zona hijau.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,19% ke level 6.219,13. IHSG kemudian bertahan di zona hijau untuk waktu yang lumayan lama.

Sayang, menjelang penutupan perdagangan sesi satu, IHSG berbalik arah ke zona merah. Per akhir sesi satu, indeks saham acuan di Indonesia tersebut melemah 0,2% ke level 6.194,71.

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang justru sedang kompak melaju di zona hijau. Hingga berita ini diturunkan, indeks Shanghai naik 0,75%, indeks Hang Seng menguat 1,28%, indeks Straits Times terapresiasi 0,13%, dan indeks Kospi bertambah 1,31%. Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham Jepang diliburkan pada hari ini seiring dengan peringatan Culture Day.

Bursa saham Benua Kuning menguat seiring dengan membuncahnya optimisme bahwa AS dan China akan segera bisa meneken kesepakatan dagang tahap satu.

Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross optimistis bahwa kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China akan bisa diteken pada bulan ini juga. Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa jika kedua negara benar berhasil menyepakati kesepakatan dagang tahap satu, penandatanganan akan digelar di AS.

"Pertama-tama, saya ingin meneken kesepakatan dagang," kata Trump di Gedung Putih kala berbicara di hadapan reporter, Minggu (3/11/2019), seperti dilansir dari Bloomberg.

"Lokasi penandatangan kesepakatan dagang, untuk saya, sangatlah mudah (untuk ditentukan)."

Untuk diketahui, sebelumnya AS dan China berencana untuk meneken kesepakatan dagang tahap satu di Chile, kala Trump bertemu dengan Presiden China XI Jinping di sela-sela gelaran KTT APEC. Namun, rencana tersebut kemudian dipertanyakan menyusul keputusan Chile untuk membatalkan gelaran tersebut, seiring dengan aksi demonstrasi yang tak kunjung padam di sana.

Maklum jika pelaku pasar begitu mengapresiasi prospek ditekennya kesepakatan dagang AS-China. Pasalnya, kesepakatan dagang AS-China bisa menjadi kunci bagi kedua negara untuk menghindari yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Belum lama ini, China mengumumkan bahwa perekonomiannya hanya tumbuh di level 6% secara tahunan pada kuartal III-2019, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 6,1%, seperti dilansir dari Trading Economics. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 juga lebih rendah dibandingkan capaian pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2%.

Untuk diketahui, laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2% merupakan laju pertumbuhan ekonomi terlemah dalam setidaknya 27 tahun, seperti dilansir dari CNBC International.

Kuatnya optimisme bahwa AS-China akan segera meneken kesepakatan dagang tahap satu bahkan membuat indeks Hang Seng kembali menguat kala Hong Kong sudah resmi memasuki periode resesi.

Untuk diketahui, jika apresiasi indeks Hang Seng bertahan hingga akhir perdagangan, maka akan menandai apresiasi selama tiga hari beruntun.

Pada pekan lalu tepatnya hari Kamis (31/10/2019), Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong merilis pembacaan awal untuk data pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019. Pada tiga bulan ketiga tahun ini, perekonomian Hong Kong diketahui membukukan kontraksi sebesar 3,2% secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ).

Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.


Lantaran pada kuartal II-2019 perekonomian Hong Kong sudah terkontraksi sebesar 0,4% secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi yang kembali negatif secara kuartalan pada kuartal III-2019 resmi membawa Hong Kong mengalami resesi untuk kali pertama sejak tahun 2009, kala krisis keuangan global menerpa.

Aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi di sana selama nyaris lima bulan sukses menekan laju perekonomian dengan sangat signifikan, seiring dengan terkontraksinya sektor pariwisata dan ritel. Untuk diketahui, aksi demonstrasi besar-besaran yang dalam beberapa waktu terakhir terjadi di Hong Kong pada awalnya dipicu oleh penolakan terhadap RUU ekstradisi.


Pada bulan lalu, Menteri Keuangan Hong Kong Paul Chan mengatakan bahwa jumlah turis yang mengunjungi Hong Kong pada periode Agustus 2019 ambruk nyaris 40% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kontraksi pada jumlah turis yang mengunjungi Hong Kong di bulan Agustus jauh lebih dalam ketimbang penurunan pada periode Juli 2019 yang hanya sebesar 5%.
Sayang, hal yang dikhawatirkan oleh Tim Riset CNBC Indonesia terbukti menjadi kenyataan. Sentimen negatif dari dalam negeri sukses menyeret IHSG ke zona merah.

Sentimen negatif yang dimaksud adalah rilis angka pertumbuhan ekonomi. Besok (5/11/2019), angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019 dijadwalkan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS).


Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh di bawah konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia sebesar 5,19%. Pada kuartal II-2019, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan, sama persis dengan konsensus. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,06% YoY.

Angka pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini sedikit berada di atas capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal I-2018) yang sebesar 5,06%. Sementara untuk periode kuartal-II 2019, pertumbuhan ekonomi jauh lebih rendah jika dibandingkan capaian kuartal II-2018 yang mencapai 5,27%.

Pada kuartal III-2019, konsensus yang dihimpun oleh Trading Economics memperkirakan bahwa perekonomian Indonesia hanya akan tumbuh sebesar 5,01% secara tahunan, melambat dari capaian di kuartal I dan II. Sementara itu, konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya akan berada di level 5,02% secara tahunan.

Jika hanya mencapai 5,01% atau 5,02%, maka pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2019 akan jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.


Pada pekan lalu, rilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019 sudah terlihat jelas membuat pelaku pasar saham tanah air grogi. Buktinya, IHSG mencetak imbal hasil negatif pada dua perdagangan terakhir di pekan kemarin.

Jika dihitung secara mingguan, IHSG melemah sebesar 0,7% pada pekan kemarin, menjadikannya indeks saham dengan kinerja terburuk di kawasan Asia. Untuk diketahui, seluruh indeks saham negara-negara Asia lainya mampu mencetak apresiasi pada pekan kemarin.



Dengan melihat bahwa kekhawatiran terkait rilis angka pertumbuhan ekonomi masih mendominasi, besar kemungkinan bahwa IHSG akan menutup perdagangan hari ini di zona merah.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular