Sempat Terlemah di Asia, Rupiah Kok Bisa Menguat?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 November 2019 16:41
Ternyata Data Inflasi Dapat Respons Positif
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Sementara dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan laju inflasi Oktober sebesar 0,02% month-on-month (MoM). Sementara inflasi tahunan (year-on-year/YoY) berada di 3,13% dan inflasi inti tahunan adalah 3,2%.

Realisasi in lebih rendah ketimbang ekspektasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi bulan sebesar 0,12%, tahunan 3,23%, dan inti tahunan 3,3%.

Menariknya, kelompok bahan makanan mencatat deflasi 0,41% secara bulanan. Suhariyanto, Kepala BPS, menyebut beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga adalah cabai merah dan telur ayam ras. Padahal bahan makanan kerap menjadi biang kerok pendorong inflasi. 


Sementara kelompok yang dominan menyumbang inflasi Oktober adalah makanan jadi, rokok, dan tembakau yaitu 0,45% secara MoM. Kenaikan harga dialami oleh nasi dengan lauk, rokok kretek filter, dan rokok putih.

Secara umum, inflasi dibagi menjadi tiga kelompok yaitu bergejolak (volatile goods), inti (core), dan diatur pemerintah (administered prices). Dari data inflasi Oktober, setidaknya secara MoM, terlihat bahwa kelompok inti adalah kontributor utama.

Pada Oktober, inflasi kelompok inti tercatat 0,17% MoM. Kemudian administered prices mengalami inflasi tipis 0,03% dan volatile goods malah deflasi 0,47%.

Beras adalah bagian dari volatile goods. Namun kalau sudah menjadi nasi, ditambah dengan lauk-pauk, maka masuk ke komponen inti. Nah, kenaikan harga nasi dengan lauk-pauk adalah salah satu penyumbang inflasi Oktober. 


"Jadi kalau kita lihat berdasarkan komponen, yang memberi pengaruh besar adalah inflasi inti. Ini menunjukkan daya beli masyarakat masih bagus," tegas Suhariyanto.

Inflasi inti memang sering menjadi indikator daya beli. Sebab inflasi inti mencerminkan pengeluaran yang harganya persisten, tidak mudah naik-turun. Pergerakan inflasi inti lebih dipengaruhi oleh faktor fundamental seperti nilai tukar mata uang, harga komoditas internasional, sampai ekspektasi inflasi.

Kalau harga barang dan jasa yang susah naik saja ternyata bisa naik, artinya konsumen memang rela membayar lebih. Ini menggambarkan daya beli yang sehat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular