
Meski Tipis, Pasar SUN Ikuti Lonjakan Pasar Obligasi Dunia
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
31 October 2019 14:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah menguat terbatas pada perdagangan Kamis ini (31/10/2019) setelah suku bunga AS diturunkan tadi pagi dini hari, yang mengindikasikan adanya aksi ambil untung (profit taking) karena ekspektasi penurunan suku bunga sudah sesuai dengan prediksi, alias sudah terfaktorkan (priced in).
Meskipun tipis, naiknya harga surat utang negara (SUN) itu senada dengan apresiasi yang terjadi secara luas di pasar surat utang pemerintah negara lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin pada dua dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 1,2 basis poin (bps) menjadi 6,45%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Penguatan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 524 bps, melebar dari posisi kemarin 523 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun 1,4 bps hingga 1,78% dari posisi kemarin 1,79%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini inversi pada yield pasangan seri 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, 3 tahun-5 tahun, 3 bulan-10 tahun, dan 2 tahun-10 tahun sudah hilang padahal sebelumnya masih lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada yield tenor 2 tahun-10 tahun yang mulai mereda, karena menjadi indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.058 triliun SBN, atau 39,08% dari total beredar Rp 2.709 triliun berdasarkan data per 30 Oktober. Angka itu kembali mencatatkan rekor tertinggi baru dari nilai kepemilikan investor asing.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 165,53 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat masuk ke pasar SUN senilai Rp 4,76 triliun, sedangkan sejak awal bulan masih surplus Rp 29,39 triliun.
Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak seperti pelemahan yang terjadi di pasar ekuitas yaitu turun 0,58% sedangkan rupiah di pasar valas masih menguat tipis 0,09%.
Dari pasar surat utang negara berkembang dan negara maju, penguatan harga terjadi hampir serempak sehingga yield mayoritas obligasi negara turun.
(irv/tas) Next Article January Effect Sukses Angkat Harga SUN, Hari Ini Gimana?
Meskipun tipis, naiknya harga surat utang negara (SUN) itu senada dengan apresiasi yang terjadi secara luas di pasar surat utang pemerintah negara lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin pada dua dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 1,2 basis poin (bps) menjadi 6,45%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Penguatan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 524 bps, melebar dari posisi kemarin 523 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun 1,4 bps hingga 1,78% dari posisi kemarin 1,79%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini inversi pada yield pasangan seri 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, 3 tahun-5 tahun, 3 bulan-10 tahun, dan 2 tahun-10 tahun sudah hilang padahal sebelumnya masih lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada yield tenor 2 tahun-10 tahun yang mulai mereda, karena menjadi indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.058 triliun SBN, atau 39,08% dari total beredar Rp 2.709 triliun berdasarkan data per 30 Oktober. Angka itu kembali mencatatkan rekor tertinggi baru dari nilai kepemilikan investor asing.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 165,53 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat masuk ke pasar SUN senilai Rp 4,76 triliun, sedangkan sejak awal bulan masih surplus Rp 29,39 triliun.
Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak seperti pelemahan yang terjadi di pasar ekuitas yaitu turun 0,58% sedangkan rupiah di pasar valas masih menguat tipis 0,09%.
Dari pasar surat utang negara berkembang dan negara maju, penguatan harga terjadi hampir serempak sehingga yield mayoritas obligasi negara turun.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 30 Okt'19 (%) | Yield 31 Okt'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 6.51 | 6.535 | 2.50 |
China | 3.325 | 3.308 | -1.70 |
Jerman | -0.357 | -0.36 | -0.30 |
Prancis | -0.063 | -0.06 | 0.30 |
Inggris | 0.687 | 0.683 | -0.40 |
India | 6.679 | 6.664 | -1.50 |
Jepang | -0.117 | -0.136 | -1.90 |
Malaysia | 3.464 | 3.46 | -0.40 |
Filipina | 4.538 | 4.55 | 1.20 |
Rusia | 6.39 | 6.44 | 5.00 |
Singapura | 1.78 | 1.77 | -1.00 |
Thailand | 1.59 | 1.58 | -1.00 |
Amerika Serikat | 1.796 | 1.782 | -1.40 |
Afrika Selatan | 8.435 | 8.45 | 1.50 |
Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article January Effect Sukses Angkat Harga SUN, Hari Ini Gimana?
Most Popular