
Data Ekonomi AS Mengecewakan, Wall Street Akan Melemah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 October 2019 17:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Wall Street AS diprediksi cenderung dibuka melemah pada perdagangan hari terakhir di pekan ini, Jumat (25/10/2019).
Hingga pukul 17:00 WIB, kontrak futures indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite mengimplikasikan penurunan masing-masing sebesar 4 dan 38 poin, sementara indeks Dow Jones diimplikasikan naik sebesar 21 poin.
Rilis data ekonomi AS yang mengecewakan menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham AS menjelang akhir pekan. Kemarin (24/10/2019), pemesanan barang tahan lama periode September 2019 diumumkan jatuh 1,1% secara bulanan, jauh lebih buruk ketimbang konsensus yang memperkirakan koreksi sebesar 0,5% saja. Perang dagang dengan China terbukti telah menyakiti perekonomian AS dengan signifikan.
Kamis kemarin, kinerja Wall Street masih bisa diselamatkan oleh rilis kinerja keuangan yang menggembirakan. Pada perdagangan kemarin, indeks S&P 500 naik 0,19%, indeks Nasdaq Composite menguat 0,81%, sementara indeks Dow Jones turun 0,05%.
Untuk periode kuartal III-2019, Microsoft melaporkan pendapatan senilai US$ 33,06 miliar, mengalahkan konsensus yang dihimpun oleh Refinitiv yang senilai US$ 32,23 miliar. Laba per saham diumumkan di level US$ 1,38, juga di atas konsensus yang senilai US$ 1,25. Harga saham perusahaan ditutup melesat 2%.
Sementara itu, harga saham Tesla melonjak hingga 17,7% pascaperusahaan secara mengejutkan mengumumkan adanya laba untuk periode kuartal III-2019.
Pada 3 bulan ketiga tahun ini, perusahaan pembuat mobil listrik besutan Elon Musk tersebut berhasil membukukan laba per saham senilai US$ 1,86. Padahal, konsensus memperkirakan adanya kerugian senilai US$ 42 sen per saham.
Mengutip CNBC International yang melansir data dari FactSet, sejauh ini sebanyak lebih dari 31% perusahaan yang tergabung dalam indeks S&P 500 telah melaporkan kinerja keuangan kuartalan, di mana sebanyak nyaris 80% mampu mengalahkan estimasi dari para analis.
Pada hari ini, pelaku pasar memasang posisi defensif sembari melakukan price-in atas rilis data ekonomi AS yang mengecewakan. Apalagi, kini ada potensi bahwa kesepakatan dagang AS-China tahap satu bisa batal diteken.
Mengutip Bloomberg yang mendapatkan informasi dari pihak-pihak yang mengetahui masalah tersebut, China berniat untuk meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS senilai US$ 20 miliar dalam waktu satu tahun jika kesepakatan dagang tahap satu dengan AS bisa diteken.
Tambahan pembelian senilai US$ 20 miliar tersebut akan membawa impor produk agrikultur asal AS ke kisaran level tahun 2017 atau sebelum perang dagang AS-China meletus.
Di tahun kedua, jika kesepakatan dagang final bisa diteken dan seluruh bea masuk yang dibebankan AS terhadap produk impor asal China dihapuskan, tambahan pembelian produk agrikultur asal AS bisa dinaikkan menjadi US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar.
Hal ini jelas berpotensi menimbulkan masalah baru. Pasalnya, AS menyebut bahwa kesepakatan dagang tahap satu dengan China akan memasukkan komitmen dari Beijing untuk menambah pembelian produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar per tahun (bukan US$ 20 miliar seperti yang saat ini diberitakan).
Sebagai gantinya, AS setuju untuk membatalkan pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang sedianya akan dieksekusi pada pekan kemarin.
Jika AS dibuat berang dengan sikap China tersebut, ada potensi bahwa kesepakatan dagang tahap satu akan batal diteken. Malahan, perang dagang kedua negara sangat mungkin untuk tereskalasi.
Pada pukul 21:00 WIB, pembacaan akhir atas data indeks keyakinan konsumen AS periode Oktober 2019 akan dirilis.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Efek Corona & Jiwasraya, Duit Rp 688 T Menguap dari Bursa RI
Hingga pukul 17:00 WIB, kontrak futures indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite mengimplikasikan penurunan masing-masing sebesar 4 dan 38 poin, sementara indeks Dow Jones diimplikasikan naik sebesar 21 poin.
Rilis data ekonomi AS yang mengecewakan menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham AS menjelang akhir pekan. Kemarin (24/10/2019), pemesanan barang tahan lama periode September 2019 diumumkan jatuh 1,1% secara bulanan, jauh lebih buruk ketimbang konsensus yang memperkirakan koreksi sebesar 0,5% saja. Perang dagang dengan China terbukti telah menyakiti perekonomian AS dengan signifikan.
Kamis kemarin, kinerja Wall Street masih bisa diselamatkan oleh rilis kinerja keuangan yang menggembirakan. Pada perdagangan kemarin, indeks S&P 500 naik 0,19%, indeks Nasdaq Composite menguat 0,81%, sementara indeks Dow Jones turun 0,05%.
Untuk periode kuartal III-2019, Microsoft melaporkan pendapatan senilai US$ 33,06 miliar, mengalahkan konsensus yang dihimpun oleh Refinitiv yang senilai US$ 32,23 miliar. Laba per saham diumumkan di level US$ 1,38, juga di atas konsensus yang senilai US$ 1,25. Harga saham perusahaan ditutup melesat 2%.
Sementara itu, harga saham Tesla melonjak hingga 17,7% pascaperusahaan secara mengejutkan mengumumkan adanya laba untuk periode kuartal III-2019.
Pada 3 bulan ketiga tahun ini, perusahaan pembuat mobil listrik besutan Elon Musk tersebut berhasil membukukan laba per saham senilai US$ 1,86. Padahal, konsensus memperkirakan adanya kerugian senilai US$ 42 sen per saham.
Mengutip CNBC International yang melansir data dari FactSet, sejauh ini sebanyak lebih dari 31% perusahaan yang tergabung dalam indeks S&P 500 telah melaporkan kinerja keuangan kuartalan, di mana sebanyak nyaris 80% mampu mengalahkan estimasi dari para analis.
Pada hari ini, pelaku pasar memasang posisi defensif sembari melakukan price-in atas rilis data ekonomi AS yang mengecewakan. Apalagi, kini ada potensi bahwa kesepakatan dagang AS-China tahap satu bisa batal diteken.
Mengutip Bloomberg yang mendapatkan informasi dari pihak-pihak yang mengetahui masalah tersebut, China berniat untuk meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS senilai US$ 20 miliar dalam waktu satu tahun jika kesepakatan dagang tahap satu dengan AS bisa diteken.
Tambahan pembelian senilai US$ 20 miliar tersebut akan membawa impor produk agrikultur asal AS ke kisaran level tahun 2017 atau sebelum perang dagang AS-China meletus.
Di tahun kedua, jika kesepakatan dagang final bisa diteken dan seluruh bea masuk yang dibebankan AS terhadap produk impor asal China dihapuskan, tambahan pembelian produk agrikultur asal AS bisa dinaikkan menjadi US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar.
Hal ini jelas berpotensi menimbulkan masalah baru. Pasalnya, AS menyebut bahwa kesepakatan dagang tahap satu dengan China akan memasukkan komitmen dari Beijing untuk menambah pembelian produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar per tahun (bukan US$ 20 miliar seperti yang saat ini diberitakan).
Sebagai gantinya, AS setuju untuk membatalkan pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang sedianya akan dieksekusi pada pekan kemarin.
Jika AS dibuat berang dengan sikap China tersebut, ada potensi bahwa kesepakatan dagang tahap satu akan batal diteken. Malahan, perang dagang kedua negara sangat mungkin untuk tereskalasi.
Pada pukul 21:00 WIB, pembacaan akhir atas data indeks keyakinan konsumen AS periode Oktober 2019 akan dirilis.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Efek Corona & Jiwasraya, Duit Rp 688 T Menguap dari Bursa RI
Most Popular