Menanti Suku Bunga BI, IHSG Anteng di Zona Hijau

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
24 October 2019 12:38
Menanti Suku Bunga BI, IHSG Anteng di Zona Hijau
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan Kamis ini (24/10/2019) dengan menguat 0,22%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus mengokohkan posisinya di zona hijau. Pada penutupan perdagangan sesi I Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup menguat 0,8% ke level 6.307,54 indeks poin.

Jika kondisi ini berlanjut hingga akhir perdagangan, bursa saham utama Ibu Pertiwi akan mencatatkan penguatan 10 hari beruntun. Wow!



Saham-saham turut mendongkrak kinerja IHSG pada sesi I berdasarkan nilai transaksi di antaranya PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (3,97%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (3,77%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (3,4%), PT Mas Murni Indonesia Tbk/MAMI (3,28%), PT Vale Indonesia Tbk/INCO (2,59%).

Performa IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama di kawasan Asia yang anteng di zona hijau. Indeks Straits Times menguat 0,77%, indeks Nikkei naik 0,55%, indeks Hang Seng naik 0,39%. Sedangkan indeks Shanghai dan Kospi melemah masing-masing 0,28% dan 0,02%.


Sentimen positif dari dua penjuru, yakni dalam dan luar negeri, menjadi penopang penguatan IHSG sepanjang perdagangan sesi I hari ini.

Dari eksternal, IHSG bersama rekan bursa saham utama benua Asia diterpa aksi beli oleh pelaku pasar seiring dengan optimisme bahwa dua kekuatan ekonomi terbesar dunia, yakni Amerika Serikat (AS) dan China dapat menekan kesepakatan dagang fase pertama tanpa hambatan berarti.

Pekan lalu, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengungkapkan bahwa negosiator dagang dari Washington dan Beijing kini tengah bekerja untuk memfinalisasikan teks kesepakatan dagang tahap satu untuk kemudian ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kala keduanya bertemu pada bulan depan dalam gelaran KTT Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).

Kemudian, pekan ini, pihak Negeri Tiongkok juga menyampaikan nada serupa, di mana Wakil Menteri Luar Negeri China Lu Yucheng mengatakan bahwa AS dan China telah mencapai perkembangan dalam negosiasi dagang kedua negara. Menurut Le, segala perbedaan yang ada antara AS dan China bisa diselesaikan selama keduanya menghormati satu sama lain, dilansir dari Reuters.

Menanti Hasil Rapat BI, IHSG Pilih Anteng di Zona HijauFoto: Bendera Tiongkok dan AS berkibar di dekat Bund, jelang delegasi perdagangan AS bertemu dengan China di Shanghai, Cina 30 Juli 2019. REUTERS / Aly Song

"Selama kita saling menghormati satu sama lain dan bekerjasama dengan asas keadilan, tidak ada perbedaan yang tak dapat diselesaikan antara China dan AS," kata Le.

Dirinya kemudian menjelaskan bahwa AS dan China telah mencapai banyak hal melalui kerjasama selama bertahun-tahun. "Untuk apa kita melepaskan capaian-capaian dari kerjasama tersebut?" tambah Le.


Sebelumnya, setelah pertemuan dagang tingkat tinggi di Washington pada 10-11 Oktober, pihak Gedung Putih menyampaikan bahwa hasil kesepakatan fase satu yang lebih rinci akan dirilis dalam tiga minggu ke depan, yakni akhir Oktober.

Jika teks perjanjian dapat selesai tepat waktu tanpa hambatan, tentu ini akan menjadi kabar yang sangat positif bagi perekonomian kedua negara lantaran roda perekonomian akan bisa dipacu untuk berputar lebih kencang.

BERLANJUT KE HALAMAN 2: Menanti suku bunga BI
Sementara itu, sentimen domestik yang positif berasal dari ekspektasi pelaku pasar bahwa hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) periode Oktober akan kembali memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan.

Untuk diketahui, RDG BI bulan Oktober 2019 dimulai sejak kemarin (23/10/2019) dan dijadwalkan berakhir pada hari ini.

Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7-Day Reverse Repo Rate akan dipangkas sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5%. Jika benar terealisasi, maka akan menandai pemangkasan tingkat suku bunga acuan selama empat bulan beruntun.


Dari total 14 ekonom yang ikut serta dalam survei, sebanyak 10 orang memperkirakan bahwa tingka suku bunga acuan akan dipangkas sebesar 25 bps. Sedangkan sisanya, yakni 4 ekonom, memproyeksi BI7DRR akan dipertahankan di level saat ini, yakni 5,25%.

Helmi Arman, Ekonom Citi, awalnya memperkirakan penurunan suku bunga acuan baru akan terjadi pada November. Namun dengan hadirnya data neraca perdagangan September, plus ancaman perlambatan pertumbuhan ekonomi yang semakin nyata, sepertinya kebutuhan stimulus moneter sudah lumayan mendesak.

"Dengan defisit transaksi berjalan yang semakin tipis dan sepertinya perlambatan ekonomi semakin terlihat, kami memajukan proyeksi penurunan suku bunga dari November menjadi 24 Oktober. Selepas itu, baru BI akan menghentikan dulu siklus penurunan suku bunga acuan," sebutnya.

Analasi dari Bank Mizuho, Zhu Huani, juga menyampaikan bahwa Indonesia membutuhkan suntikan moneter untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang lambat.

“Kebutuhan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang melambat meningkat. Ekspor tetap lesu di tengah pertumbuhan global yang melambat yang kemudian menekan harga komoditas,” tulis Zhu dalam catatan, dilansir CNBC International.

Zu lalu menambahkan bahwa BI mungkin juga ingin mendorong permintaan pinjaman yang saat ini tumbuh terbatas.

Jika suku bunga acuan dipangkas lagi, sektor perbankan tentu semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

Saat ini, perekonomian Indonesia jelas membutuhkan suntikan energi yang salah satunya bisa datang dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Jika benar dieksekusi oleh BI, tentunya akan menjadi sentimen positif bagi perekonomian dan juga pasar keuangan tanah air.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular