Investor Galau, Wall Street Berpeluang Bergerak Volatil

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
18 October 2019 19:40
Kontrak futures Wall Street diimplikasi bergerak variatif pada hari ini (18/10/2019).
Foto: Wall Street (AP Photo/Richard Drew)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak futures indeks bursa saham acuan Wall Street diimplikasi bergerak variatif pada pembukaan perdagangan hari ini (18/10/2019). Investor sedang menimbang-nimbang dua sentimen utama penggerak pasar akhir-akhir ini: Brexit dan prospek ekonomi global.

Pada pukul 18:20 WIB, kontrak futures Dow Jones dan S&P 500 menguat masing-masing menguat tipis 19,12 poin dan 2,1 poin. Sementara kontrak futures Nasdaq melemah 2,89 poin.

Secara umum, sejatinya investor sedang dalam posisi waspada mengingat persoalan friksi dagang Amerika Serikat (AS)-China belum benar-benar rampung. Selain itu, kabar mulusnya kesepakatan Brexit antara Inggris dengan Eropa justru tidak dibarengi dengan sentimen positif internal parlemen.

Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dijadwalkan bertemu untuk menandatangani kesepakatan dagang antara kedua belah pihak pertengahan November nanti di Chile dalam forum APEC.

"Tujuan utama diadakannya negosiasi antara kedua belah pihak tentu adalah untuk mengakhiri perang dagang, membatalkan bea tambahan. Jika ini terjadi maka akan baik untuk China, Amerika dan seluruh dunia," kata juru bicara kementerian perdagangan China Gao Feng.

Di tahun ini, Gao mengklaim bahwa China telah membeli 20 juta ton kedelai, 700.000 ton daging babi, 700.000 ton sorgum, 230.000 ton gandum dan 320.000 ton kapas dari AS. Oleh karena itu China meminta AS untuk membatalkan seluruh pengenaan tariff pada produk-produk China.

Kesepakatan parsial pada fase pertama berupa penundaan tarif oleh AS serta pembelian produk pertanian oleh China memang masih perlu didetailkan.

Oleh karena itu sebelum pertemuan Trump dan Xi Jinping pertengahan November nanti di Santiago Chile pada forum APEC, sekretaris Kementerian Keuangan AS, Steven Mnuchin ditemani dengan perwakilan dagang AS Robert Lightizer akan menemui Wakil Perdana Menteri China Liu Hei untuk kembali mendetailkan kesepakatan.

Masih seputar perang dagang, Ray Dalio mengatakan bahwa perekonomian dunia berada dalam fase seperti pada tahun 1930. Kebijakan moneter yang longgar seperti sekarang tidak mampu menghindarkan ekonomi dunia dari jurang resesi. Menurut dia ekonomi dunia berada di ujung siklus ekspansi bisnis yang biasanya diikuti dengan resesi.

"Eropa dan Jepang sudah jadi contoh kalau kebijakan moneter yang longgar masih belum dapat memberikan stimulus, begitu juga Amerika Serikat," kata Dalio dalam forum pertemuan IMF dan Bank Dunia, Kamis kemarin.

Perlu diketahui, Ray Dalio merupakan investor kakap pendiri perusahaan investasi (hedge fund) terbesar di Amerika bernama Bridgewater Associates dengan Asset Under Management (AUM) mencapai US$ 160 miliar.

Di sisi lain mulusnya negosiasi Inggris dengan Uni Eropa masih menyisakan tantangan bagi Perdana Menteri Inggris Borish Johnson untuk meyakinkan parlemen.

Johnson masih punya satu pekerjaan rumah yaitu meloloskan proposal Brexit di parlemen negaranya sendiri. Sebagai catatan, proposal Brexit tiga kali dimentahkan parlemen kala May masih berkantor di Jalan Downing Nomor 10.

Tugas Johnson tidak ringan, karena suara-suara penolakan masih ada di Palace of Westminster. Democratic Unionist Party (DUP) dari Irlandia Utara menolak kesepakatan Brexit yang baru.

Dalam pernyataan tertulisnya, para pimpinan DUP menyatakan masih berdiskusi dengan pemerintah. Namun apabila draf kesepakatan yang sekarang disetujui oleh Uni Eropa, maka DUP bakal menolaknya. Sentimen ini lah yang mempengaruhi sikap investor yang masih gamang dan membuat bursa masih bergerak variatif.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg) Next Article Selepas Cetak Rekor, Wall Street Masih Akan Menghijau

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular