Roundup

Dear Menteri BUMN Baru, Ini PR BUMN Selain Merpati

tahir saleh, CNBC Indonesia
18 October 2019 07:18
Dear Menteri BUMN Baru, Ini PR BUMN Selain Merpati
Foto: Detikcom
Jakarta, CNBC Indonesia - Merpati Airlines kembali jadi sorotan jelang pelantikan kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin pada 20 Oktober mendatang. Kisah maskapai yang berdiri pada 6 September 1962 dan akhirnya ditutup sejak 1 Februari 2014 itu seakan jadi cerminan pekerjaan rumah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) belum selesai.

PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) memang mendapat angin segar untuk menjalankan kini bisnis kargo udara kembali setelah pada Rabu kemarin (16/10/2019), manajemen Merpati meneken kerja sama dengan 10 perusahaan BUMN.

Pekerjaan rumah (PR) Kementerian BUMN tak hanya mengurus Merpati, tapi ada beberapa BUMN yang juga mendapat sorotan berkaitan dengan kinerja perusahaan dan beberapa 'riak-riak' yang berelasi dengan perusahaan BUMN tersebut.


Persoalan ini penting diuraikan kembali, mengingat sebentar lagi, bisa jadi Rini Soemarno tak lagi menjabat Menteri BUMN setelah masa tugas 5 tahun berakhir.

Apalagi kabar pasar menyeruak bahwa nama Sandiaga Uno, pengusaha dan politisi Gerindra, disebut-sebut punya kans besar menggantikan Rini.

Jika benar Presiden Jokowi mencopot mantan bos Grup Astra itu -atau tetap dipertahankan, maka tugas berat masih berada di pundak Menteri BUMN kabinet Jokowi-Amin yang akan menjabat hingga 2024 mendatang.

Lalu apa saja BUMN yang sempat disorot publik dalam beberapa waktu terakhir?

1. Jiwasraya & Nasib Dana Nasabah Asuransi Jiwasraya

BUMN sektor keuangan yakni PT Asuransi Jiwasraya (Perseroan) yang tengah menghadapi masalah. Asuransi jiwa pelat merah ini terpaksa menunda pembayaran kewajiban polis jatuh tempo.

Problem kesulitan likuiditas menjadi alasan keterlambatan pembayaran yang disampaikan oleh perusahaan asuransi pelat merah tersebut. Keterlambatan pembayaran polis jatuh tempo terdapat di produk bancassurance. Nilainya mencapai Rp 802 miliar.


Ada tujuh bank yang memasarkan produk bancassurance yang diketahui bernama JS Proteksi Plan Jiwasraya, yakni PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), Standard Chartered Bank, PT Bank KEB Hana Indonesia, PT Bank Victoria International Tbk (BVIC), PT Bank ANZ, PT Bank QNB Indonesia dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI).

Sebelumnya, Jiwasraya menawarkan skema roll over kepada pemegang polis yang pembayaran klaimnya ditunda. Produk JS Saving Plan yang ditunggak mencapai Rp 805 miliar.



2. Pos & Nasib Bisnis Logistik
Pos Indonesia

Persoalan keuangan juga dialami PT Pos Indonesia (Persero), meskipun tak tercatat dalam bukunya ada kerugian. Merujuk pada laporan keuangan tahunan Pos Indonesia, laba bersih memang selalu dicatat. Setidaknya sejak tahun 2012, laba demi laba terus menghiasi halaman laporan keuangan.

Teranyar, pada tahun 2018, Pos mencatat laba bersih sebesar Rp 127 miliar atau turun dari posisi 2017 sebesar Rp 355 miliar.
Tengok saja arus kas perusahaan kerap kali tercatat negatif. Sepanjang periode 2012-2018, perusahaan pos nasional tersebut hanya mampu membukukan arus kas positif sebanyak tiga kali. Sisanya berwarna merah alias negatif.

Posisi kas Pos Indonesia cenderung mengalami penurunan. Bahkan pada tahun 2018, posisi kas hanya sebesar Rp 2,64 triliun atau terendah sejak tahun 2012.


3. KRAS 'Dijarah' Habis-habisan & 7 Tahun Rugi

Awan mendung masih menggelayuti nasib PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS). Perusahaan baja milik negara ini bertubi-tubi didera persoalan. Perseroan didera kerugian selama 7 tahun berturut-turut, utang menggunung, isu PHK massal, hingga mundurnya komisaris independen belum lama ini. Bahkan belakangan, sang komisaris independen ini menyebut KRAS sudah 'dijarah' habis-habisan.

Direktur Utama KRAS Silmy Karim pernah mengatakan perseroan menargetkan efisiensi atau perampingan sekitar 2.400 karyawan organik di perusahaan induk hingga tahun depan, baik itu melalui natural retirement, pengalihan tenaga kerja ke anak perusahaan, maupun program pensiun dini.

Setidaknya ada 800 karyawan yang akan memasuki masa pensiun hingga tahun depan serta pengalihan 600 karyawan dari perusahaan induk ke anak-anak perusahaan KS.

Berdasarkan laporan keuangan KRAS 2018, tercatat utang mencapai US$ 2,49 miliar, naik 10,45% dibandingkan 2017 sebesar US$ 2,26 miliar. Utang jangka pendek yang harus dibayarkan oleh perusahaan mencapai US$ 1,59 miliar, naik 17,38% dibandingkan 2017 senilai US$ 1,36 miliar.

LANJUT HALAMAN 2: Kisah Garuda dan emiten farmasi
4. Sempat Restatement & Sorotan Kinerja Garuda

Emiten penerbangan BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) belakangan jadi sorotan publik karena menyajikan laporan keuangan tahun buku 2018 tak sesuai dengan standar akuntansi. Persoalan ini sudah selesai, setelah Garuda akhirnya menyajikan ulang (restatement) laporan keuangan tahun buku 2018.

Dalam penyajian ulang laporan keuangan tersebut, Garuda mencatatkan kerugian, bukan untung seperti yang dilaporkan sebelumnya. 

Setelah ada penyesuaian pencatatan, maskapai penerbangan ini merugi US$ 175 juta atau setara Rp 2,45 triliun (kurs Rp 14.004/US$) tahun 2018. 

Beruntung pada kuartal I-2019 kinerja Garuda mulai membaik. Sepanjang semester pertama 2019 Garuda juga akhirnya kembali mencatatakan untung senilai US$ 24,11 juta atau Rp 337,59 miliar (dengan asumsi kurs Rp 14.000/US$).

Laba bersih ini berhasil dikantongi setelah di periode yang sama tahun lalu perusahaan mencatatkan kerugian bersih senilai US$ 116,85 juta. Pendapatan perusahaan naik tipis sebesar 9,74% secara year on year (YoY) menjadi US$ 2,19 miliar (Rp 30,70 triliun). Naik dari US$ 1,99 miliar (Rp 27,98 triliun).


5. Rugi Indofarma & Anjloknya Laba Kimia Farma

Kerugian yang diderita PT Indofarma Tbk (INAF) dalam 3 tahun terakhir membawa sahamnya anjlok hingga 83% sepanjang tahun ini hingga Kamis (17/10/2019), mengacu data BEI.

Sejak tahun 2016, INAF sudah tidak pernah mencicipi manisnya laba bersih meski pendapatan naik-turun.

Kinerja INAF bahkan lebih parah dari PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF). Pasalnya perusahaan yang awalnya mencatatkan rapor biru pada semester I-2018, kini malah membukukan rapor merah alias merugi di semester I-2019.

Melansir laporan keuangan, sepanjang paruh pertama 2019 total kerugian INAF sebesar Rp 24,36 miliar, dari sebelumnya mengantongi keuntungan senilai Rp 253,19 juta di semester I-2018. Performa bottom line perusahaan ambrul karena total pendapatan perusahaan turun disertai dengan pos kerugian lainnya dengan nilai yang sangat besar.

Untuk KAEF, semester I-2019, laba perusahaan justru anjlok 68,57% secara tahunan ke level Rp 47,75 miliar, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 151,92 miliar. Padahal total pendapatan perusahaan tumbuh 18,78% year-on-year (YoY), dari Rp 3,81 triliun menjadi Rp 4,52 triliun.

Guna meningkatkan kinerja emiten farmasi, Kementerian BUMN pun akan menyelesaikan pembentukan induk usaha (holding) BUMN farmasi. Nantinya PT Bio Farma (Persero) akan ditunjuk sebagai induk usaha membawahi Kimia Farma dan Indofarma.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular