
Roundup
Dear Menteri BUMN Baru, Ini PR BUMN Selain Merpati
tahir saleh, CNBC Indonesia
18 October 2019 07:18

4. Sempat Restatement & Sorotan Kinerja Garuda
Emiten penerbangan BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) belakangan jadi sorotan publik karena menyajikan laporan keuangan tahun buku 2018 tak sesuai dengan standar akuntansi. Persoalan ini sudah selesai, setelah Garuda akhirnya menyajikan ulang (restatement) laporan keuangan tahun buku 2018.
Dalam penyajian ulang laporan keuangan tersebut, Garuda mencatatkan kerugian, bukan untung seperti yang dilaporkan sebelumnya.
Setelah ada penyesuaian pencatatan, maskapai penerbangan ini merugi US$ 175 juta atau setara Rp 2,45 triliun (kurs Rp 14.004/US$) tahun 2018.
Beruntung pada kuartal I-2019 kinerja Garuda mulai membaik. Sepanjang semester pertama 2019 Garuda juga akhirnya kembali mencatatakan untung senilai US$ 24,11 juta atau Rp 337,59 miliar (dengan asumsi kurs Rp 14.000/US$).
Laba bersih ini berhasil dikantongi setelah di periode yang sama tahun lalu perusahaan mencatatkan kerugian bersih senilai US$ 116,85 juta. Pendapatan perusahaan naik tipis sebesar 9,74% secara year on year (YoY) menjadi US$ 2,19 miliar (Rp 30,70 triliun). Naik dari US$ 1,99 miliar (Rp 27,98 triliun).
5. Rugi Indofarma & Anjloknya Laba Kimia Farma
Kerugian yang diderita PT Indofarma Tbk (INAF) dalam 3 tahun terakhir membawa sahamnya anjlok hingga 83% sepanjang tahun ini hingga Kamis (17/10/2019), mengacu data BEI.
Sejak tahun 2016, INAF sudah tidak pernah mencicipi manisnya laba bersih meski pendapatan naik-turun.
Kinerja INAF bahkan lebih parah dari PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF). Pasalnya perusahaan yang awalnya mencatatkan rapor biru pada semester I-2018, kini malah membukukan rapor merah alias merugi di semester I-2019.
Melansir laporan keuangan, sepanjang paruh pertama 2019 total kerugian INAF sebesar Rp 24,36 miliar, dari sebelumnya mengantongi keuntungan senilai Rp 253,19 juta di semester I-2018. Performa bottom line perusahaan ambrul karena total pendapatan perusahaan turun disertai dengan pos kerugian lainnya dengan nilai yang sangat besar.
Untuk KAEF, semester I-2019, laba perusahaan justru anjlok 68,57% secara tahunan ke level Rp 47,75 miliar, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 151,92 miliar. Padahal total pendapatan perusahaan tumbuh 18,78% year-on-year (YoY), dari Rp 3,81 triliun menjadi Rp 4,52 triliun.
Guna meningkatkan kinerja emiten farmasi, Kementerian BUMN pun akan menyelesaikan pembentukan induk usaha (holding) BUMN farmasi. Nantinya PT Bio Farma (Persero) akan ditunjuk sebagai induk usaha membawahi Kimia Farma dan Indofarma.
(tas/sef)
Emiten penerbangan BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) belakangan jadi sorotan publik karena menyajikan laporan keuangan tahun buku 2018 tak sesuai dengan standar akuntansi. Persoalan ini sudah selesai, setelah Garuda akhirnya menyajikan ulang (restatement) laporan keuangan tahun buku 2018.
Dalam penyajian ulang laporan keuangan tersebut, Garuda mencatatkan kerugian, bukan untung seperti yang dilaporkan sebelumnya.
Beruntung pada kuartal I-2019 kinerja Garuda mulai membaik. Sepanjang semester pertama 2019 Garuda juga akhirnya kembali mencatatakan untung senilai US$ 24,11 juta atau Rp 337,59 miliar (dengan asumsi kurs Rp 14.000/US$).
Laba bersih ini berhasil dikantongi setelah di periode yang sama tahun lalu perusahaan mencatatkan kerugian bersih senilai US$ 116,85 juta. Pendapatan perusahaan naik tipis sebesar 9,74% secara year on year (YoY) menjadi US$ 2,19 miliar (Rp 30,70 triliun). Naik dari US$ 1,99 miliar (Rp 27,98 triliun).
5. Rugi Indofarma & Anjloknya Laba Kimia Farma
Kerugian yang diderita PT Indofarma Tbk (INAF) dalam 3 tahun terakhir membawa sahamnya anjlok hingga 83% sepanjang tahun ini hingga Kamis (17/10/2019), mengacu data BEI.
Sejak tahun 2016, INAF sudah tidak pernah mencicipi manisnya laba bersih meski pendapatan naik-turun.
Kinerja INAF bahkan lebih parah dari PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF). Pasalnya perusahaan yang awalnya mencatatkan rapor biru pada semester I-2018, kini malah membukukan rapor merah alias merugi di semester I-2019.
Melansir laporan keuangan, sepanjang paruh pertama 2019 total kerugian INAF sebesar Rp 24,36 miliar, dari sebelumnya mengantongi keuntungan senilai Rp 253,19 juta di semester I-2018. Performa bottom line perusahaan ambrul karena total pendapatan perusahaan turun disertai dengan pos kerugian lainnya dengan nilai yang sangat besar.
Untuk KAEF, semester I-2019, laba perusahaan justru anjlok 68,57% secara tahunan ke level Rp 47,75 miliar, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 151,92 miliar. Padahal total pendapatan perusahaan tumbuh 18,78% year-on-year (YoY), dari Rp 3,81 triliun menjadi Rp 4,52 triliun.
Guna meningkatkan kinerja emiten farmasi, Kementerian BUMN pun akan menyelesaikan pembentukan induk usaha (holding) BUMN farmasi. Nantinya PT Bio Farma (Persero) akan ditunjuk sebagai induk usaha membawahi Kimia Farma dan Indofarma.
(tas/sef)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular