
Respons Neraca Dagang Defisit, IHSG Hampir Tak Kuat Bertahan
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
15 October 2019 11:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berkubang di zona merah merespons rilis data neraca dagang Indonesia bulan September oleh Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini (15/10/2019) pukul 11:00 WIB.
Dari grafik di bawah ini terlihat sekitar 10 menit berselang BPS menuturkan rincian capaian neraca dagang periode September, IHSG Sempat ke zona hijan dan pada pukul 11:28 WIB mencatatkan penguatan 0,096% ke level 6.132,73 indeks poin. Namun jelang penutupa sesi I, IHSG kembali ke zona merah.
Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks sektoral yang membukukan penguatan paling besar yakni industri dasar yang naik 1,9%, disusul oleh indeks manufaktur (0,57%), indeks properti (0,05%) dan indeks konsumen (0,04%). Sementara itu kinerja indeks sektoral lainnya masih mencatatkan koreksi.
Penguatan tersebut terjadi di saat BPS mengumumkan bahwa capaian ekspor Indonesia bulan lalu ada di US$ 14,1 miliar, turun 5,74% secara tahunan (year-on-year/YoY) dan 1,29% secara bulanan (month-to-month/MoM).
Selaras dengan ekspor, impor juga tercatat turun 2,41% YoY ke level US$ 14,26 miliar. Namun jika dibandingkan dengan bulan Agustus, tumbuh positif 0,63%.
Dengan demikian, sepanjang bulan September neraca dagang Ibu Pertiwi membukukan defisit sebesar US$ 160 juta atau setara Rp 2,24 miliar (asumsi kurs Rp 14.000/US$). Alhasil dalam 9 bulan pertama tahun ini, neraca dagang Ibu Pertiwi mengalami defisit US$ 1,95 miliar.
Hal ini berbanding terbalik dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yang memproyeksi surplus neraca dagang sebesar US$ 104,2 juta.
Sementara itu untuk ekspor dan impor diprediksi turun masing-masing 6,1% YoY dan 4,5% YoY, lebih dalam dari hasil laporan BPS.
Lebih lanjut, negara yang mencatatkan peningkatan ekspor non migas paling tinggi secara bulanan adalah China (US$ 136,4 juta), Taiwan (US$ 73,7 juta) dan India (US$ 6,42 juta). Sedangkan peningkatan impor non migas paling besar berasal dari Negeri Tiongkok (US$ 142,6 juta), Korea Selatan (US$ 74,8 juta) dan Malaysia (US$ 60,7 juta).
(dwa/hps) Next Article Awal Pekan, IHSG Langsung Terbenam ke Zona Merah
Dari grafik di bawah ini terlihat sekitar 10 menit berselang BPS menuturkan rincian capaian neraca dagang periode September, IHSG Sempat ke zona hijan dan pada pukul 11:28 WIB mencatatkan penguatan 0,096% ke level 6.132,73 indeks poin. Namun jelang penutupa sesi I, IHSG kembali ke zona merah.
Penguatan tersebut terjadi di saat BPS mengumumkan bahwa capaian ekspor Indonesia bulan lalu ada di US$ 14,1 miliar, turun 5,74% secara tahunan (year-on-year/YoY) dan 1,29% secara bulanan (month-to-month/MoM).
Selaras dengan ekspor, impor juga tercatat turun 2,41% YoY ke level US$ 14,26 miliar. Namun jika dibandingkan dengan bulan Agustus, tumbuh positif 0,63%.
Dengan demikian, sepanjang bulan September neraca dagang Ibu Pertiwi membukukan defisit sebesar US$ 160 juta atau setara Rp 2,24 miliar (asumsi kurs Rp 14.000/US$). Alhasil dalam 9 bulan pertama tahun ini, neraca dagang Ibu Pertiwi mengalami defisit US$ 1,95 miliar.
Hal ini berbanding terbalik dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yang memproyeksi surplus neraca dagang sebesar US$ 104,2 juta.
Sementara itu untuk ekspor dan impor diprediksi turun masing-masing 6,1% YoY dan 4,5% YoY, lebih dalam dari hasil laporan BPS.
Lebih lanjut, negara yang mencatatkan peningkatan ekspor non migas paling tinggi secara bulanan adalah China (US$ 136,4 juta), Taiwan (US$ 73,7 juta) dan India (US$ 6,42 juta). Sedangkan peningkatan impor non migas paling besar berasal dari Negeri Tiongkok (US$ 142,6 juta), Korea Selatan (US$ 74,8 juta) dan Malaysia (US$ 60,7 juta).
(dwa/hps) Next Article Awal Pekan, IHSG Langsung Terbenam ke Zona Merah
Most Popular