
IHSG Sesi I di Zona Hijau, Meski Hanya Menguat Tipis
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 February 2020 12:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah di awal perdagangan Senin (17/2/2020), tetapi berhasil mengakhiri sesi I di zona hijau.
IHSG membuka perdagangan dengan melemah 0,05% di level 5.863,914, pelemahan semakin dalam hingga ke 5.854,098 atau setara dengan 0,22%. Sebelum perdagangan sesi I berakhir, bursa kebanggaan Indonesia berbalik menguat hingga 0,2% ke 5.878,464.
Tetapi sayangnya posisi tersebut gagal dipertahankan, IHSG mengakhiri sesi I di level 5.868,578, menguat tipis 0,03%.
Berdasarkan data RTI nilai transaksi di sesi I sebesar Rp 1,89 triliun dan investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 189,41 miliar.
Terpangkasnya penguatan IHSG terjadi setelah Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor pada Januari 2019 mencapai US$ 13,41 miliar. Sedangkan impor pada periode yang sama mencapai US$ 14,28 miliar.
Ekspor terkoreksi 3,71% sedangkan impor turun 4,78%. Sehingga berdasarkan hitungan, maka neraca dagang pada Januari 2020 mengalami defisit sebesar US$ 870 juta.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan nilai median pertumbuhan ekspor di 1,37% year-on-year (YoY). Sementara impor masih menunjukkan kontraksi (pertumbuhan negatif) sebesar 6,24% YoY. Lalu neraca perdagangan diperkirakan tekor US$ 152 juta.
Membengkaknya defisit perdagangan tersebut memberikan gambaran tantangan berat yang dihadapi perekonomian tahun ini, apalagi dengan adanya wabah virus corona di China.
Wabah virus corona atau yang disebut Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda mereda yang membuat sentimen pelaku pasar memburuk.
Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis dari John Hopkins CSSE, korban meninggal akibat virus corona atau yang disebut Covid-19 kini mencapai 1,775 orang dan telah menjangkiti lebih dari 71.000 orang di berbagai negara.
Masih belum diketahui seberapa besar dampak virus corona ke pertumbuhan ekonomi China dan global umumnya, yang pasti akan melambat.
Hasil riset S&P memprediksi produk domestic bruto (PDB) Negeri Tiongkok akan terpangkas hingga 1,2%. Kemudian, Reuters melakukan jajak pendapat terhadap 40 ekonom yang hasilnya pertumbuhan ekonomi China kuartal I-2019 diperkirakan sebesar 4,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6%. Untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020, proyeksinya adalah 5,5%. Juga jauh melambat dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar 6,1%.
Sementara itu Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menyatakan virus corona mungkin akan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun ini.
"Mungkin ada pemotongan yang kami masih harapkan akan berada dalam persentase 0,1-0,2," kata direktur pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, dikutip dari AFP akhir pekan kemarin.
Pelambatan ekonomi global menjadi kabar buruk bagi rupiah. Di awal tahun ini, rupiah menunjukkan keperkasaan, bahkan sempat menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia. Salah satu sebabnya adalah pertumbuhan ekonomi global yang diprediksi bangkit di tahun ini, sehingga aliran modal deras masuk ke Indonesia, di mana aset-aset memberikan imbal hasil tinggi.
Dengan perekonomian global yang diprediksi melambat, tentunya sentimen pelaku pasar memburuk dan lebih berhati-hati. Apalagi Indonesia tidak lepas dari pelambatan ekonomi juga.
Bank Dunia mengatakan pelambatan ekonomi China sebesar 1% dapat membuat ekonomi Indonesia melambat 0,3%. Itu artinya, perekonomian Indonesia bisa melambat lebih dari 0,3% di kuartal I-2020, dampaknya pasar finansial dalam negeri mendapat tekanan.
Selain itu, Kepala Ekonom BCA, David Sumual, juga memprediksi pertumbuhan ekonomi di 2020 akan di bawah 5%, sementara untuk kuartal I-2020 diperkirakan berada dalam kisaran 4,6% sampai 4,9% pada kuartal I-2019.
"Kemungkinan full year juga akan di bawah 5%. Karena epidemi ini belum tuntas, dan kita sudah kehilangan momen di satu semester ini," kata David saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (17/2/2020).
Di sisi lain, Wall Street yang pekan lalu mencetak rekor tertinggi sedikit mengangkat sentimen pelaku pasar hari ini.
Kinerja ekonomi AS masih cukup apik dalam beberapa pekan terakhir, begitu juga dengan laporan earning perusahaan AS yang lebih tinggi dari ekspektasi, membuat Wall Street mencetak rekor tertinggi. Hari ini, Wall Street berpeluang kembali menguat, terlihat dari indeks Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq Futures yang menghijau hingga siang ini.
Sentimen pelaku pasar masih bervariasi, begitu juga pergerakan bursa saham utama Asia yang tidak kompak, sehingga IHSG masih turun naik di sesi I.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Awal Pekan, IHSG Langsung Terbenam ke Zona Merah
IHSG membuka perdagangan dengan melemah 0,05% di level 5.863,914, pelemahan semakin dalam hingga ke 5.854,098 atau setara dengan 0,22%. Sebelum perdagangan sesi I berakhir, bursa kebanggaan Indonesia berbalik menguat hingga 0,2% ke 5.878,464.
Tetapi sayangnya posisi tersebut gagal dipertahankan, IHSG mengakhiri sesi I di level 5.868,578, menguat tipis 0,03%.
Terpangkasnya penguatan IHSG terjadi setelah Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor pada Januari 2019 mencapai US$ 13,41 miliar. Sedangkan impor pada periode yang sama mencapai US$ 14,28 miliar.
Ekspor terkoreksi 3,71% sedangkan impor turun 4,78%. Sehingga berdasarkan hitungan, maka neraca dagang pada Januari 2020 mengalami defisit sebesar US$ 870 juta.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan nilai median pertumbuhan ekspor di 1,37% year-on-year (YoY). Sementara impor masih menunjukkan kontraksi (pertumbuhan negatif) sebesar 6,24% YoY. Lalu neraca perdagangan diperkirakan tekor US$ 152 juta.
Membengkaknya defisit perdagangan tersebut memberikan gambaran tantangan berat yang dihadapi perekonomian tahun ini, apalagi dengan adanya wabah virus corona di China.
Wabah virus corona atau yang disebut Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda mereda yang membuat sentimen pelaku pasar memburuk.
Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis dari John Hopkins CSSE, korban meninggal akibat virus corona atau yang disebut Covid-19 kini mencapai 1,775 orang dan telah menjangkiti lebih dari 71.000 orang di berbagai negara.
Masih belum diketahui seberapa besar dampak virus corona ke pertumbuhan ekonomi China dan global umumnya, yang pasti akan melambat.
Hasil riset S&P memprediksi produk domestic bruto (PDB) Negeri Tiongkok akan terpangkas hingga 1,2%. Kemudian, Reuters melakukan jajak pendapat terhadap 40 ekonom yang hasilnya pertumbuhan ekonomi China kuartal I-2019 diperkirakan sebesar 4,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6%. Untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020, proyeksinya adalah 5,5%. Juga jauh melambat dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar 6,1%.
Sementara itu Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menyatakan virus corona mungkin akan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun ini.
"Mungkin ada pemotongan yang kami masih harapkan akan berada dalam persentase 0,1-0,2," kata direktur pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, dikutip dari AFP akhir pekan kemarin.
Pelambatan ekonomi global menjadi kabar buruk bagi rupiah. Di awal tahun ini, rupiah menunjukkan keperkasaan, bahkan sempat menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia. Salah satu sebabnya adalah pertumbuhan ekonomi global yang diprediksi bangkit di tahun ini, sehingga aliran modal deras masuk ke Indonesia, di mana aset-aset memberikan imbal hasil tinggi.
Dengan perekonomian global yang diprediksi melambat, tentunya sentimen pelaku pasar memburuk dan lebih berhati-hati. Apalagi Indonesia tidak lepas dari pelambatan ekonomi juga.
Bank Dunia mengatakan pelambatan ekonomi China sebesar 1% dapat membuat ekonomi Indonesia melambat 0,3%. Itu artinya, perekonomian Indonesia bisa melambat lebih dari 0,3% di kuartal I-2020, dampaknya pasar finansial dalam negeri mendapat tekanan.
Selain itu, Kepala Ekonom BCA, David Sumual, juga memprediksi pertumbuhan ekonomi di 2020 akan di bawah 5%, sementara untuk kuartal I-2020 diperkirakan berada dalam kisaran 4,6% sampai 4,9% pada kuartal I-2019.
"Kemungkinan full year juga akan di bawah 5%. Karena epidemi ini belum tuntas, dan kita sudah kehilangan momen di satu semester ini," kata David saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (17/2/2020).
Di sisi lain, Wall Street yang pekan lalu mencetak rekor tertinggi sedikit mengangkat sentimen pelaku pasar hari ini.
Kinerja ekonomi AS masih cukup apik dalam beberapa pekan terakhir, begitu juga dengan laporan earning perusahaan AS yang lebih tinggi dari ekspektasi, membuat Wall Street mencetak rekor tertinggi. Hari ini, Wall Street berpeluang kembali menguat, terlihat dari indeks Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq Futures yang menghijau hingga siang ini.
Sentimen pelaku pasar masih bervariasi, begitu juga pergerakan bursa saham utama Asia yang tidak kompak, sehingga IHSG masih turun naik di sesi I.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Awal Pekan, IHSG Langsung Terbenam ke Zona Merah
Most Popular