
China Ogah Teken Deal dengan AS, Emas Balik ke US$ 1.500/Oz?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 October 2019 06:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia tiba-tiba rebound pada perdagangan Senin malam (14/10/2019) setelah ada pemberitaan China masih enggan menandatangi kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat yang sudah dibicarakan pekan lalu. Padahal sebelumnya harga emas sempat amblas setelah kedua negara diberitakan berhasil menyepakati sejumlah klausul dalam perjanjian dagang tahap pertama.
Pada perdagangan pagi hari, harga logam mulia ini melemah 0,47% ke US$ 1.482,5/troy ons (Oz) di awal perdagangan, tetapi perlahan berbalik menguat 0,51% ke level US$ 1.497/troy ons.
Selepas itu, penguatan emas terpangkas tetapi masih mampu bertahan di zona hijau. Pada pukul 20:44 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1,493,95/troy ons di pasar spot.
Pagi ini, pukul 06.10 harga emas dunia, berdasarkan datan investing.com, harga emas dunia turun tipis 0,07% ke level US$ 1.492,15/troy ounce.
"Harga emas dapat berubah sangat cepat dan kami melihat ada potensi kembali ke US$ 1.500/troy ounce setelah menyimak perkembangan politik, ekonomi dan suku bunga minggu ini," kata Analis Logam Mulia di RBC Wealth Management George Gero,di New York, seperti dikutip dari investing.com.
Kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS) dengan China pada hari Jumat (11/10/19) pekan lalu membuat harga emas amblas.
Presiden AS, Donald Trump, bersama Wakil Perdana Menteri China, Liu He, Jumat pekan lalu waktu Washington mengumumkan jika perundingan kedua negara memberikan hasil "kesepakatan fase satu yang sangat substansial", sebagaimana dilansir CNBC International.
Trump menambahkan "fase dua akan dimulai segera" setelah fase pertama ditandatangani.
Porsi pertama dalam kesepakatan dagang kali ini akan dibuat dalam tiga pekan ke depan, termasuk di dalamnya properti intelektual, jasa keuangan, serta rencana pembelian produk pertanian AS oleh China senilai US$ 40 miliar sampai US$ 50 miliar, kata Trump sebagaimana dilansir CNBC International.
Namun, hari ini kembali muncul keraguan dibenak pelaku pasar akan kesepakatan tersebut. CNBC International yang mengutip sumber terkait melaporkan China ingin adanya perundingan tambahan sebelum menandatangani kesepakatan fase pertama.
Masih melansir CNBC International, China ingin AS membatalkan kenaikan bea impor yang rencananya akan berlaku di bulan Desember. Selain itu, media di China juga belum memberitakan kesepakatan pada Jumat pekan lalu dengan "nada" yang berbeda.
Presiden Trump menyebut kesepakatan tersebut merupakan sebuah kesuksesan, sementara media pemerintah China menyebut hal tersebut "kemajuan yang substansial" serta tidak mempertegas adanya rencana pembelian produk pertanian AS, mengutip CNBC International.
Perkembangan terbaru tersebut tentunya membuat pelaku pasar kembali khawatir jika kesepakatan pada pekan lalu akan batal. Apalagi jika melihat karakter Presiden Trump yang sering secara tiba-tiba mengejutkan pasar dengan menaikkan bea impor produk China.
Dampaknya emas mendapat tekanan pada pekan lalu hari ini perlahan mulai bangkit. Investor kembali memburu aset aman (safe haven) seperti emas, sebagai antisipasi batalnya kesepakatan tersebut.
Emas Sempat Kehilangan Keperkasaan
[Gambas:Video CNBC]
Pada perdagangan pagi hari, harga logam mulia ini melemah 0,47% ke US$ 1.482,5/troy ons (Oz) di awal perdagangan, tetapi perlahan berbalik menguat 0,51% ke level US$ 1.497/troy ons.
Selepas itu, penguatan emas terpangkas tetapi masih mampu bertahan di zona hijau. Pada pukul 20:44 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1,493,95/troy ons di pasar spot.
"Harga emas dapat berubah sangat cepat dan kami melihat ada potensi kembali ke US$ 1.500/troy ounce setelah menyimak perkembangan politik, ekonomi dan suku bunga minggu ini," kata Analis Logam Mulia di RBC Wealth Management George Gero,di New York, seperti dikutip dari investing.com.
Kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS) dengan China pada hari Jumat (11/10/19) pekan lalu membuat harga emas amblas.
Presiden AS, Donald Trump, bersama Wakil Perdana Menteri China, Liu He, Jumat pekan lalu waktu Washington mengumumkan jika perundingan kedua negara memberikan hasil "kesepakatan fase satu yang sangat substansial", sebagaimana dilansir CNBC International.
Trump menambahkan "fase dua akan dimulai segera" setelah fase pertama ditandatangani.
Porsi pertama dalam kesepakatan dagang kali ini akan dibuat dalam tiga pekan ke depan, termasuk di dalamnya properti intelektual, jasa keuangan, serta rencana pembelian produk pertanian AS oleh China senilai US$ 40 miliar sampai US$ 50 miliar, kata Trump sebagaimana dilansir CNBC International.
Namun, hari ini kembali muncul keraguan dibenak pelaku pasar akan kesepakatan tersebut. CNBC International yang mengutip sumber terkait melaporkan China ingin adanya perundingan tambahan sebelum menandatangani kesepakatan fase pertama.
Masih melansir CNBC International, China ingin AS membatalkan kenaikan bea impor yang rencananya akan berlaku di bulan Desember. Selain itu, media di China juga belum memberitakan kesepakatan pada Jumat pekan lalu dengan "nada" yang berbeda.
Presiden Trump menyebut kesepakatan tersebut merupakan sebuah kesuksesan, sementara media pemerintah China menyebut hal tersebut "kemajuan yang substansial" serta tidak mempertegas adanya rencana pembelian produk pertanian AS, mengutip CNBC International.
Perkembangan terbaru tersebut tentunya membuat pelaku pasar kembali khawatir jika kesepakatan pada pekan lalu akan batal. Apalagi jika melihat karakter Presiden Trump yang sering secara tiba-tiba mengejutkan pasar dengan menaikkan bea impor produk China.
Dampaknya emas mendapat tekanan pada pekan lalu hari ini perlahan mulai bangkit. Investor kembali memburu aset aman (safe haven) seperti emas, sebagai antisipasi batalnya kesepakatan tersebut.
Emas Sempat Kehilangan Keperkasaan
[Gambas:Video CNBC]
Pages
Most Popular