
Kurang Tenaga, Rupiah KO di Menit-menit Akhir
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 October 2019 17:30

Kesepakatan dagang AS-China disambut baik pelaku pasar. Setelah lebih dari satu tahun pasar finansial global dihantui pelambatan ekonomi akibat perang dagang AS-China, Jumat (11/10/19) pekan lalu akhirnya muncul kelegaan.
Presiden AS, Donald Trump, bersama Wakil Perdana Menteri China, Lie He, Jumat pekan lalu waktu Washington mengumumkan jika perundingan kedua negara memberikan hasil "kesepakatan fase satu yang sangat substansial", sebagaimana dilansir CNBC International.
Trump menambahkan "fase dua akan dimulai segera" setelah fase pertama ditandatangani.
Porsi pertama dalam kesepakatan dagang kali ini akan dibuat dalam tiga pekan ke depan, termasuk di dalamnya properti intelektual, jasa keuangan, serta rencana pembelian produk pertanian AS oleh China senilai US$ 40 miliar-US$ 50 miliar, kata Trump sebagaimana dilansir CNBC International.
Dengan deal kali ini, artinya bea masuk yang rencananya dikenakan ke China pada 15 Oktober nanti resmi ditunda, untuk sementara tidak ada lagi kenaikan bea importasi dari kedua negara.
Damai dagang AS dengan China, perekonomian global diharapkan bisa membaik, pertumbuhan ekonomi tidak lagi melambat. Ketika pertumbuhan ekonomi global membaik, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa terakselerasi.
Deal dagang AS-China terjadi pada Jumat waktu AS, sehingga pasar dalam negeri belum sempat merespon pada pekan lalu. Rupiah baru merespon pada hari ini, dan langsung menguat begitu perdagangan dibuka.
Namun sayangnya rupiah kehabisan tenaga di akhir perdagangan hari ini. mendekati level psikologis Rp 14.000, Mata Uang Garuda tentunya perlu "tenaga ekstra" untuk terus menguat. Tanpa tambahan "tenaga ekstra" level psikologis rentan memicu koreksi teknikal yang membuat rupiah berbalik melemah.
"Tenaga ekstra" bagi rupiah bisa didapat pada Selasa besok saat rilis data neraca perdagangan Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional periode September esok hari. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi alias negatif 6,1% year-on-year (YoY). Sementara impor diperkirakan mengalami kontraksi 4,5% YoY dan neraca perdagangan surplus US$ 104,2 juta.
Data perdagangan September begitu dinanti karena akan menentukan transaksi berjalan (current account) dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal III-2019. Kalau neraca perdagangan September benar-benar surplus, maka ada harapan transaksi berjalan dan NPI kuartal III-2019 akan membaik dibandingkan kuartal sebelummya, yang artinya rupiah punya peluang untuk kembali menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Presiden AS, Donald Trump, bersama Wakil Perdana Menteri China, Lie He, Jumat pekan lalu waktu Washington mengumumkan jika perundingan kedua negara memberikan hasil "kesepakatan fase satu yang sangat substansial", sebagaimana dilansir CNBC International.
Trump menambahkan "fase dua akan dimulai segera" setelah fase pertama ditandatangani.
Dengan deal kali ini, artinya bea masuk yang rencananya dikenakan ke China pada 15 Oktober nanti resmi ditunda, untuk sementara tidak ada lagi kenaikan bea importasi dari kedua negara.
Damai dagang AS dengan China, perekonomian global diharapkan bisa membaik, pertumbuhan ekonomi tidak lagi melambat. Ketika pertumbuhan ekonomi global membaik, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa terakselerasi.
Deal dagang AS-China terjadi pada Jumat waktu AS, sehingga pasar dalam negeri belum sempat merespon pada pekan lalu. Rupiah baru merespon pada hari ini, dan langsung menguat begitu perdagangan dibuka.
Namun sayangnya rupiah kehabisan tenaga di akhir perdagangan hari ini. mendekati level psikologis Rp 14.000, Mata Uang Garuda tentunya perlu "tenaga ekstra" untuk terus menguat. Tanpa tambahan "tenaga ekstra" level psikologis rentan memicu koreksi teknikal yang membuat rupiah berbalik melemah.
"Tenaga ekstra" bagi rupiah bisa didapat pada Selasa besok saat rilis data neraca perdagangan Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional periode September esok hari. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi alias negatif 6,1% year-on-year (YoY). Sementara impor diperkirakan mengalami kontraksi 4,5% YoY dan neraca perdagangan surplus US$ 104,2 juta.
Data perdagangan September begitu dinanti karena akan menentukan transaksi berjalan (current account) dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal III-2019. Kalau neraca perdagangan September benar-benar surplus, maka ada harapan transaksi berjalan dan NPI kuartal III-2019 akan membaik dibandingkan kuartal sebelummya, yang artinya rupiah punya peluang untuk kembali menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular