AS Kirim Pasukan ke Arab Saudi, Minyak Mentah Terbang Tinggi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 October 2019 20:50
AS Kirim Pasukan ke Arab Saudi, Minyak Mentah Terbang Tinggi
Foto: Doc. Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah terbang tinggi di pekan ini akibat dua faktor, kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS) dengan China, serta situasi di Timur Tengah yang kembali memanas.

Harga minyak mentah jenis Brent sepanjang pekan ini melesat 3,64%, sementara jenis West Texas Intermediate (WTI) naik 3,89%. Kenaikan tajam harga minyak mentah sebenarnya terjadi dalam dua hari perdagangan terakhir, sementara di awal pekan cenderung melemah.

Harapan akan adanya kesepakatan dagang AS-China memicu penguatan minyak mentah. Sejak hari Kamis, tanda-tanda "damai" kedua negara sudah muncul.



Presiden AS Donald Trump, melalui akun Twitter pribadinya mengatakan akan bertemu langsung dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He.

"Hari besar negosiasi dengan China. Mereka ingin membuat kesepakatan, apakah saya juga? Saya akan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri besok di Gedung Putih," katanya sebagaimana dikutip dari CNBC International.



Selanjutnya Presiden AS ke-45 ini juga mengatakan perundingan kali ini berjalan sangat baik.

"Saya pikir ini berjalan sangat baik. Saya akan katakan, ini berjalan sangat baik" kata Presiden Trump di Washington sebelum bertolak ke Minnesota untuk berkampanye, sebagaimana dilansir CNBC International.

Perundingan kedua negara akhirnya membuahkan hasil pada Jumat waktu AS. Presiden Trump, bersama Wakil Perdana Menteri China, Lie He, Jumat waktu Washington mengumumkan jika perundingan kedua negara memberikan hasil "kesepakatan fase satu yang sangat substansial", sebagaimana dilansir CNBC International.

Trump menambahkan "fase dua akan dimulai segera" setelah fase pertama ditandatangani.



Porsi pertama dalam kesepakatan dagang kali ini akan dibuat dalam tiga pekan ke depan, termasuk di dalamnya properti intelektual, jasa keuangan, serta rencana pembelian produk pertanian AS oleh China senilai US$ 40 sampai US$ 50 miliar, kata Trump sebagaimana dilansir CNBC International.

Dengan deal kali ini, artinya bea masuk yang rencananya dikenakan ke China pada 15 Oktober nanti resmi ditunda, untuk sementara tidak ada lagi kenaikan bea importasi dari kedua negara.

Kesepakatan kedua negara menjadi kabar bagus bagi para pelaku pasar global, pertumbuhan ekonomi global diharapkan akan tumbuh, tidak lagi melambat dan ancaman resesi menghilang.

Ketika pertumbuhan ekonomi global membaik, maka permintaan akan minyak mentah berpotensi meningkat. Ketika permintaan meningkat, harga minyak mentah bisa menguat.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

 
Situasi geopolitik di Timur Tengah kembali memanas sejak Jumat kemarin. Akibatnya kenaikan harga minyak mentah menjadi terakelerasi.

Iran melaporkan kapal tanker miliknya terkena serangan dua misil di Laut Merah dekat pantai Arab Saudi, sebagaimana dilansir CNBC International. Akibat kejadian tersebut perang Teluk sepertinya sudah di depan mata.

Reuters melaporkan pihak Arab Saudi belum mau memberikan keterangan atas serangan ke kapal tanker milik Iran tersebut.

Merespon kejadian tersebut, AS kembali mengirim pasukannya ke Arab Saudi. Menteri Pertahanan AS, Mark Esper, mengatakan penambahan jumlah pasukan di Arab Saudi guna mengantisipasi ketegangan dengan Iran.



"Kami pikir ini penting untuk terus menambah pasukan untuk mencegah dan mempertahankan serta menggirim pesan kepada Iran: jangan menyerang negara berdaulat lain, jangan mengancam kepentingan Amerika, pasukan Amerika, atau kami akan merespon" kata Esper sebagaimana dilansir Reuters.

Situasi di Timur Tengah memang sedang panas setelah pertengahan September lalu dua fasilitas minyak milik Arab Saudi diserang drone yang mengakibatkan kerusakan parah. 

Kala itu pemberontak Houthi mengklaim serangan tersebut, tetapi AS justru mengatakan Iran ada di balik serangan tersebut. Menteri Dalam Negeri AS, Mike Pompeo menuduh Iran meluncurkan serangan terhadap pasokan energi dunia yang belum pernah terjadi sebelumnya, melansir CNBC International.

Pemerintah Teheran tidak terima atas tuduhan tersebut. Abbas Mousavi, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, menyatakan bahwa tudingan AS dan sekutunya tidak berdasar.



Bahkan Iran mengatakan siap apabila harus berperang dengan AS dan sekutunya. Amarali Hajizadeh, Kepala Staff Angkatan Udara Garda Revolusioner Iran, mengungkapkan pangkalan AS di Timur Tengah masuk dalam jangkauan misil mereka.

"Semua orang harus tahu bahwa seluruh basis pangkalan AS dan kapal induk mereka dalam jarak lebih dari 2.000 km di sekitar Iran masuk dalam cakupan misil kami. Iran selalu siap untuk perang dalam skala penuh," tegasnya, seperti diwartakan Reuters pertengahan September lalu. 

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular