
Fitch: Obligasi Korporasi Bisa Tembus Rp 103 T di Akhir 2019
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
11 October 2019 17:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai penerbitan obligasi korporasi diprediksi tetap meningkat pada tahun ini atau minimal sama dibandingkan dengan penerbitan tahun lalu yakni sebesar Rp 103,69 triliun, meskipun tidak sebesar yang diprediksi di awal tahun.
Indra Kampono, Direktur Utama PT Fitch Ratings Indonesia, mengatakan prospek penerbitan surat utang korporasi pada tahun ini akan dibanding tahun lalu yang sama, tetapi lebih rendah dibanding ekspektasi awal pelaku pasar secara umum Rp 140 triliun-Rp 150 triliun.
Penyebabnya, lanjut Indra, adalah aksi tunggu (wait & see) dan pembatalan rencana penerbitan calon emiten tahun ini yang terutama disebabkan oleh ketidakstabilan dalam negeri.
Data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menunjukkan, saat ini ada 52 perusahaan sudah menerbitkan 222 seri efek utang, baik yang berupa obligasi korporasi dan surat utang syariah yang biasa disebut sukuk.
"Stabil dibanding tahun lalu, karena sekarang kan sudah sekitar Rp 90 triliun, masih ada waktu sampai akhir tahun, tetapi benar itu [turun dibanding ekspektasi awal pelaku pasar secara umum Rp 140 triliun-Rp 150 triliun]. [Penyebabnya] lebih pada stabilitas, bukan resesi global, bukan konsumsi yang turun, " ujar Indra kepada CNBC Indonesia, JumatĀ ini (11/10/19).
Dia mengatakan bahwa biasanya emiten yang memiliki obligasi dan sukuk yang jatuh tempo akan menerbitkan efek serupa untuk menutup utang lama dengan utang baru untuk membiayai kembali (refinance), terutama emiten di sektor pembiayaan yang sudah lumrah di pasar modal.
Data KSEI pada akhir tahun lalu juga menunjukkan bahwa obligasi dan sukuk yang jatuh tempo tahun ini tercatat Rp 91,16 triliun, terdiri dari 68 emiten dengan penerbitan 145 efek.
Sebanyak 19 dari penerbit efek yang jatuh tempo tahun ini adalah perusahaan pembiayaan (multifinance) dengan jumlah 65 efek, termasuk sederet BUMN yaitu Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), PT Penanaman Modal Madani (PNM), dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), dan PT Sarana Multigriya Financial. Dari sektor perbankan ada 14 perusahaan dengan penerbitan 26 efek.
Sektor pembiayaan masih mendominasi jumlah efek utang yang jatuh tempo yaitu Rp 43,11 triliun (47,29%), diikuti perbankan Rp 20,96 triliun (23%), dan sektor lain Rp 27,08 triliun (29,71%).
Namun, sejumlah 68 perusahaan tersebut juga termasuk efek-efek utang yang diterbitkan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) dan PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI).
AISA masih memiliki kewajiban obligasi konvensional I/2013 Rp 600 miliar dan sukuk ijarah I/2013 senilai Rp 300 miliar yang seharusnya jatuh tempo pada April dan Juni dan TAXI masih memiliki obligasi I/2014 senilai Rp 1 triliun yang seharusnya jatuh tempo pada 24 Juni.
Kedua perusahaan sedang dalam periode negosiasi terkait dengan belum mampunya perusahaan melunasi efek utang perseroan.
Urungkan niat
Menurut Indra, ada beberapa perusahaan yang obligasi dan sukuknya yang jatuh tempo sudah mengurungkan niat untuk menerbitkan efek utang lagi tahun ini untuk membiayai kembali (refinance) karena faktor stabilitas dalam negeri tersebut.
Padahal, lanjutnya, suku bunga rendah saat ini justru menawarkan kesempatan yang sangat baik bagi calon penerbit obligasi dan sukuk karena beban pinjaman yang harus ditanggung sangat kecil dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Setidaknya ada tiga perusahaan yang berniat melunasi obligasi dan sukuknya pada Oktober hingga Desember dengan menggunakan kas internal, yaitu PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF), dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA).
Tower Bersama masih memiliki obligasi beredar Rp 628 miliar yang akan jatuh tempo pada 28 Oktober, Summarecon Agung Rp 1,1 triliun pada 10 Oktober, dan Adira Finance Rp 880 miliar pada November.
Adapun TBIG, perseroan dalam prosesĀ menerbitkan surat utang global atau notes dalam dolar senilai US$ 650 juta atau setara Rp 9,1 triliun dengan acuan kurs Rp 14.141/US$.
Lebih lanjut, Indra memprediksi penerbitan efek utang korporasi tahun depan akan sebesar Rp 137 triliun tahun depan, yang masih akan didominasi perusahaan BUMN dan infrastruktur.
Ariawan, Head of Fixed Income Research PT BNI Sekuritas, juga memprediksi nilai penerbitan tahun ini tidak berbeda jauh dibanding prediksi Indra, yaitu sekitar Rp 120 triliun.
"Sampai sekarang kan sudah Rp 90 triliun-an, mungkin bisa sampai Rp 120 triliun-an sampai akhir tahun."
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article PP Terbitkan Obligasi Rp 1,25 T & Bunga 8,25%-8,5%
Indra Kampono, Direktur Utama PT Fitch Ratings Indonesia, mengatakan prospek penerbitan surat utang korporasi pada tahun ini akan dibanding tahun lalu yang sama, tetapi lebih rendah dibanding ekspektasi awal pelaku pasar secara umum Rp 140 triliun-Rp 150 triliun.
Penyebabnya, lanjut Indra, adalah aksi tunggu (wait & see) dan pembatalan rencana penerbitan calon emiten tahun ini yang terutama disebabkan oleh ketidakstabilan dalam negeri.
Data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menunjukkan, saat ini ada 52 perusahaan sudah menerbitkan 222 seri efek utang, baik yang berupa obligasi korporasi dan surat utang syariah yang biasa disebut sukuk.
"Stabil dibanding tahun lalu, karena sekarang kan sudah sekitar Rp 90 triliun, masih ada waktu sampai akhir tahun, tetapi benar itu [turun dibanding ekspektasi awal pelaku pasar secara umum Rp 140 triliun-Rp 150 triliun]. [Penyebabnya] lebih pada stabilitas, bukan resesi global, bukan konsumsi yang turun, " ujar Indra kepada CNBC Indonesia, JumatĀ ini (11/10/19).
Dia mengatakan bahwa biasanya emiten yang memiliki obligasi dan sukuk yang jatuh tempo akan menerbitkan efek serupa untuk menutup utang lama dengan utang baru untuk membiayai kembali (refinance), terutama emiten di sektor pembiayaan yang sudah lumrah di pasar modal.
Data KSEI pada akhir tahun lalu juga menunjukkan bahwa obligasi dan sukuk yang jatuh tempo tahun ini tercatat Rp 91,16 triliun, terdiri dari 68 emiten dengan penerbitan 145 efek.
Sebanyak 19 dari penerbit efek yang jatuh tempo tahun ini adalah perusahaan pembiayaan (multifinance) dengan jumlah 65 efek, termasuk sederet BUMN yaitu Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), PT Penanaman Modal Madani (PNM), dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), dan PT Sarana Multigriya Financial. Dari sektor perbankan ada 14 perusahaan dengan penerbitan 26 efek.
Sektor pembiayaan masih mendominasi jumlah efek utang yang jatuh tempo yaitu Rp 43,11 triliun (47,29%), diikuti perbankan Rp 20,96 triliun (23%), dan sektor lain Rp 27,08 triliun (29,71%).
Namun, sejumlah 68 perusahaan tersebut juga termasuk efek-efek utang yang diterbitkan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) dan PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI).
AISA masih memiliki kewajiban obligasi konvensional I/2013 Rp 600 miliar dan sukuk ijarah I/2013 senilai Rp 300 miliar yang seharusnya jatuh tempo pada April dan Juni dan TAXI masih memiliki obligasi I/2014 senilai Rp 1 triliun yang seharusnya jatuh tempo pada 24 Juni.
Kedua perusahaan sedang dalam periode negosiasi terkait dengan belum mampunya perusahaan melunasi efek utang perseroan.
Urungkan niat
Menurut Indra, ada beberapa perusahaan yang obligasi dan sukuknya yang jatuh tempo sudah mengurungkan niat untuk menerbitkan efek utang lagi tahun ini untuk membiayai kembali (refinance) karena faktor stabilitas dalam negeri tersebut.
Padahal, lanjutnya, suku bunga rendah saat ini justru menawarkan kesempatan yang sangat baik bagi calon penerbit obligasi dan sukuk karena beban pinjaman yang harus ditanggung sangat kecil dibanding tahun-tahun sebelumnya.
![]() |
Setidaknya ada tiga perusahaan yang berniat melunasi obligasi dan sukuknya pada Oktober hingga Desember dengan menggunakan kas internal, yaitu PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF), dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA).
Tower Bersama masih memiliki obligasi beredar Rp 628 miliar yang akan jatuh tempo pada 28 Oktober, Summarecon Agung Rp 1,1 triliun pada 10 Oktober, dan Adira Finance Rp 880 miliar pada November.
Adapun TBIG, perseroan dalam prosesĀ menerbitkan surat utang global atau notes dalam dolar senilai US$ 650 juta atau setara Rp 9,1 triliun dengan acuan kurs Rp 14.141/US$.
Lebih lanjut, Indra memprediksi penerbitan efek utang korporasi tahun depan akan sebesar Rp 137 triliun tahun depan, yang masih akan didominasi perusahaan BUMN dan infrastruktur.
Ariawan, Head of Fixed Income Research PT BNI Sekuritas, juga memprediksi nilai penerbitan tahun ini tidak berbeda jauh dibanding prediksi Indra, yaitu sekitar Rp 120 triliun.
"Sampai sekarang kan sudah Rp 90 triliun-an, mungkin bisa sampai Rp 120 triliun-an sampai akhir tahun."
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article PP Terbitkan Obligasi Rp 1,25 T & Bunga 8,25%-8,5%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular