
Lion Air yang IPO, Saham Garuda Malah Terbang! Ada Apa?
tahir saleh, CNBC Indonesia
11 October 2019 11:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mendadak melesat pada perdagangan sesi I Jumat ini (11/10/2019) di tengah sejumlah sentimen positif yang menyertai saham maskapai penerbangan BUMN ini sehingga diborong investor domestik.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, pada pukul 11.23 WIB, saham GIAA melesat 10,48% di level Rp 580/saham dengan nilai transaksi Rp 27,71 miliar dan volume perdagangan 49,37 juta saham. Year to date, saham GIAA sudah menguat 95% sejak awal tahun.
Sayangnya investor asing masih melego saham ini sebesar Rp 465 juta hari ini, sementara secara year to date saham GIAA dibeli investor asing mencapai rp 97,13 miliar di semua pasar.
Saham Garuda ini melesat di tengah rencana kompetitor mereka, PT Lion Mentari Airlines (Lion Air Group) yang berencana mencatatkan saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia. Lion juga mengoperasikan layanan penerbangan full service seperti Garuda yakni Batik Air, sementara layanan kelas murah alias LCC di bawah bendera Lion Air, Wings Air, Malindo Air dan Thai Lion Air.
Rencana pencatatan saham Lion Air ini seakan menjadi penegasan bahwa industri penerbangan masih menggeliat kendati dalam beberapa tahun terakhir tekanan terus menghampiri.
Namun salah satu sentimen positif saham GIAA ialah kerja sama anak usaha perusahaan dengan Lion Air.
Lion Air Group melalui lini usahanya, Batam Aero Technic (BAT), menggandeng Garuda Indonesia lewat anak usahanya PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia (GMFI) untuk membangun bengkel pesawat atau hanggar di Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
Kerja sama BAT dan GMFI tertuang melalui kesepakatan pengembangan kerja sama, peresmian dan peletakan batu pertama pembangunan hanggar tahap III dan hanggar joint venture. Keduanya akan membangun delapan unit hanggar yang dapat menampung 24 pesawat Boeing 737 dan Airbus 320.
Pembangunan itu diharapkan dapat meningkatkan serapan perawatan pesawat baik dalam dan luar negeri, serta meminimalisir jumlah pekerjaan yang dikirim ke luar negeri. Kedua pihak juga sepakat bersama mitra pabrikan ban pesawat juga meneken kesepahaman pembangunan pabrik dan vulkanisir ban pesawat (tire retread).
Direktur Utama Batam Aero Technic, I Nyoman Rai Pering Santaya mengatakan tujuan kerja sama ini tak lain demi sinergi mendukung bidang aviasi. Menurut dia, iklim usaha yang diciptakan oleh pemerintah sangat mendukung pertumbuhan dan pengembangan di Indonesia.
"Sebagai pelaku usaha di bidang industri penerbangan khususnya jasa angkutan udara sangat merasakan bantuan dan dukungan dari pemerintah dalam rangka pengembangan dan pertumbuhan bidang usaha industri penerbangan," ungkapnya melalui keterangan resmi, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (15/8/2019).
Sayangnya belum diungkapkan besaran dana investasi hanggar ini. Namun mengacu data laporan keuangan GMFI per Juni 2019, anak usaha Garuda ini sebetulnya sudah mendapatkan fasilitas kredit investasi untuk pembangunan hanggar sebesar Rp 490 miliar dan US$ 6 juta (sekitar Rp 84 miliar, asumsi kurs Rp 14.000/US$).
Fasilitas kredit ini jatuh tempo pada 26 November 2025 dengan suku bunga mengambang sebesar LIBOR (London Interest) 3 bulanan ditambah 3,50% per tahun untuk fasilitas Rp 490 miliar dan suku bunga tetap sebesar 6,00% per tahun untuk fasilitas US$ 6 juta.
(tas/hps) Next Article Anjlok Saat RUPSLB Garuda, Saham GMFI Mulai Terbang Lagi
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, pada pukul 11.23 WIB, saham GIAA melesat 10,48% di level Rp 580/saham dengan nilai transaksi Rp 27,71 miliar dan volume perdagangan 49,37 juta saham. Year to date, saham GIAA sudah menguat 95% sejak awal tahun.
Sayangnya investor asing masih melego saham ini sebesar Rp 465 juta hari ini, sementara secara year to date saham GIAA dibeli investor asing mencapai rp 97,13 miliar di semua pasar.
Saham Garuda ini melesat di tengah rencana kompetitor mereka, PT Lion Mentari Airlines (Lion Air Group) yang berencana mencatatkan saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia. Lion juga mengoperasikan layanan penerbangan full service seperti Garuda yakni Batik Air, sementara layanan kelas murah alias LCC di bawah bendera Lion Air, Wings Air, Malindo Air dan Thai Lion Air.
Rencana pencatatan saham Lion Air ini seakan menjadi penegasan bahwa industri penerbangan masih menggeliat kendati dalam beberapa tahun terakhir tekanan terus menghampiri.
Namun salah satu sentimen positif saham GIAA ialah kerja sama anak usaha perusahaan dengan Lion Air.
Lion Air Group melalui lini usahanya, Batam Aero Technic (BAT), menggandeng Garuda Indonesia lewat anak usahanya PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia (GMFI) untuk membangun bengkel pesawat atau hanggar di Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
Kerja sama BAT dan GMFI tertuang melalui kesepakatan pengembangan kerja sama, peresmian dan peletakan batu pertama pembangunan hanggar tahap III dan hanggar joint venture. Keduanya akan membangun delapan unit hanggar yang dapat menampung 24 pesawat Boeing 737 dan Airbus 320.
Pembangunan itu diharapkan dapat meningkatkan serapan perawatan pesawat baik dalam dan luar negeri, serta meminimalisir jumlah pekerjaan yang dikirim ke luar negeri. Kedua pihak juga sepakat bersama mitra pabrikan ban pesawat juga meneken kesepahaman pembangunan pabrik dan vulkanisir ban pesawat (tire retread).
Direktur Utama Batam Aero Technic, I Nyoman Rai Pering Santaya mengatakan tujuan kerja sama ini tak lain demi sinergi mendukung bidang aviasi. Menurut dia, iklim usaha yang diciptakan oleh pemerintah sangat mendukung pertumbuhan dan pengembangan di Indonesia.
"Sebagai pelaku usaha di bidang industri penerbangan khususnya jasa angkutan udara sangat merasakan bantuan dan dukungan dari pemerintah dalam rangka pengembangan dan pertumbuhan bidang usaha industri penerbangan," ungkapnya melalui keterangan resmi, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (15/8/2019).
Sayangnya belum diungkapkan besaran dana investasi hanggar ini. Namun mengacu data laporan keuangan GMFI per Juni 2019, anak usaha Garuda ini sebetulnya sudah mendapatkan fasilitas kredit investasi untuk pembangunan hanggar sebesar Rp 490 miliar dan US$ 6 juta (sekitar Rp 84 miliar, asumsi kurs Rp 14.000/US$).
Fasilitas kredit ini jatuh tempo pada 26 November 2025 dengan suku bunga mengambang sebesar LIBOR (London Interest) 3 bulanan ditambah 3,50% per tahun untuk fasilitas Rp 490 miliar dan suku bunga tetap sebesar 6,00% per tahun untuk fasilitas US$ 6 juta.
(tas/hps) Next Article Anjlok Saat RUPSLB Garuda, Saham GMFI Mulai Terbang Lagi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular