
Trump Mulai "Selow" dengan China, Harga Emas Nyungsep
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
11 October 2019 06:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia secara mengejutkan melemah pada perdagangan pagi ini Jumat (11/10/19) ke bawah US$ 1.500/troy ons. Pelemahan logam mulia ini bahkan terjadi saat bursa saham AS masuk ke zona hijau dini hari tadi, serta inflasi di Negeri Paman Sam yang masih rendah.
Pada pukul 06:10 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.493,39/troy ons, melemah1,54% di pasar spot dibanding harga kemarin pada jam yang sama senilai US$ 1.516,77/troy unce, berdasarkan data investing. Perundingan dagang antara AS dengan China resmi dimulai pada kemarin di Washington, dan berlangsung hingga hari ini. Pelaku pasar tentunya sangat menanti hasil perundingan tingkat tinggi ini.
Delegasi China dipimpin Wakil Perdana Menteri Liu He, sementara AS akan dikomandoi oleh Kepala Kantor Perwakilan Dagang Robert Lighthizer, dan akan berlangsung hingga Jumat besok.
Kemarin sempat ada "drama" pada harga emas akibat pemberitaan media-media. Harga emas melesat naik ke US$ 1.516,76/troy ons setelah CNBC International mengutip harian South China Morning Post yang mengatakan perundingan dagang AS-China di pekan ini tidak membuat kemajuan apapun.
Namun harga emas kemudian terus terpangkas setelah setelah CNBC International mendapat jawaban dari pihak Gedung Putih yang menyebutkan laporan South China Morning Post tidak akurat.
Belum pastinya hasil perundingan dagang kedua negara membuat investor "galau" antara masuk ke aset berisiko atau aset aman (safe haven). Bursa saham AS dibuka melemah tipis, indeks Dow Jones turun 0,1%, sementara S&P 500 dan Nasdaq sedikit di bawah penutupan perdagangan Rabu kemarin.
Namun, tidak lama bursa saham AS masuk ke zona hijau setelah presiden AS Donald Trump mengatakan akan bertemu Wakil Perdana Menteri China Liu He pada hari Jumat, Sentimen pelaku pasar sedikit membaik, meski masih belum ceria.
Selain itu data yang dirilis dari AS malam ini menunjukkan inflasi di bulan Agustus stagnan 0% month-on-month (MoM). Sementara inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan, hanya tumbuh 0,1%.
Inflasi merupakan salah satu acuan utama bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menetapkan suku bunga. Inflasi yang rendah tentunya memperbesar kemungkinan suku bunga akan kembali dipangkas bulan ini.
Data dari piranti FedWatch milik CME Group menunjukkan pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 83,9% suku bunga akan dipangkas 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB). Probabilitas tersebut turun tipis dari pagi tadi 85%, tetapi masih jauh lebih tinggi dibandingkan dua pekan lalu yang masih di bawah 50%.
Rendahnya inflasi tersebut seharusnya bisa menopang emas menguat lebih jauh, tapi nyatanya emas malah amblas. Aksi ambil untung (profit taking) sebagai antisipasi kesepakatan dagang AS-China menjadi penyebab anjloknya harga emas. Apalagi Presiden Trump sudah menyatakan akan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri Liu He.
Peta permainan bisa berubah jika kedua negara mencapai kesepakatan, ada peluang perekonomian dunia akan bangkit, dan arah kebijakan pelonggaran moneter bank sentral di berbagai belahan dunia juga bisa berbalik. Jika itu terjadi, investor tentunya akan kembali masuk ke aset berisiko, dan emas tentunya tidak menarik lagi.
Pada pukul 06:10 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.493,39/troy ons, melemah1,54% di pasar spot dibanding harga kemarin pada jam yang sama senilai US$ 1.516,77/troy unce, berdasarkan data investing. Perundingan dagang antara AS dengan China resmi dimulai pada kemarin di Washington, dan berlangsung hingga hari ini. Pelaku pasar tentunya sangat menanti hasil perundingan tingkat tinggi ini.
Delegasi China dipimpin Wakil Perdana Menteri Liu He, sementara AS akan dikomandoi oleh Kepala Kantor Perwakilan Dagang Robert Lighthizer, dan akan berlangsung hingga Jumat besok.
Namun harga emas kemudian terus terpangkas setelah setelah CNBC International mendapat jawaban dari pihak Gedung Putih yang menyebutkan laporan South China Morning Post tidak akurat.
Belum pastinya hasil perundingan dagang kedua negara membuat investor "galau" antara masuk ke aset berisiko atau aset aman (safe haven). Bursa saham AS dibuka melemah tipis, indeks Dow Jones turun 0,1%, sementara S&P 500 dan Nasdaq sedikit di bawah penutupan perdagangan Rabu kemarin.
Namun, tidak lama bursa saham AS masuk ke zona hijau setelah presiden AS Donald Trump mengatakan akan bertemu Wakil Perdana Menteri China Liu He pada hari Jumat, Sentimen pelaku pasar sedikit membaik, meski masih belum ceria.
Selain itu data yang dirilis dari AS malam ini menunjukkan inflasi di bulan Agustus stagnan 0% month-on-month (MoM). Sementara inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan, hanya tumbuh 0,1%.
Inflasi merupakan salah satu acuan utama bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menetapkan suku bunga. Inflasi yang rendah tentunya memperbesar kemungkinan suku bunga akan kembali dipangkas bulan ini.
Data dari piranti FedWatch milik CME Group menunjukkan pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 83,9% suku bunga akan dipangkas 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB). Probabilitas tersebut turun tipis dari pagi tadi 85%, tetapi masih jauh lebih tinggi dibandingkan dua pekan lalu yang masih di bawah 50%.
Rendahnya inflasi tersebut seharusnya bisa menopang emas menguat lebih jauh, tapi nyatanya emas malah amblas. Aksi ambil untung (profit taking) sebagai antisipasi kesepakatan dagang AS-China menjadi penyebab anjloknya harga emas. Apalagi Presiden Trump sudah menyatakan akan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri Liu He.
Peta permainan bisa berubah jika kedua negara mencapai kesepakatan, ada peluang perekonomian dunia akan bangkit, dan arah kebijakan pelonggaran moneter bank sentral di berbagai belahan dunia juga bisa berbalik. Jika itu terjadi, investor tentunya akan kembali masuk ke aset berisiko, dan emas tentunya tidak menarik lagi.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular