
Dolar AS Ringkih, Tapi Rupiah Tak Berdaya Melawan
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 October 2019 17:45

Dolar AS sebenarnya dalam kondisi ringkih akibat kuatnya spekulasi pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Berdasarkan piranti FedWatch milik CME Group, pelaku pasar kini melihat adanya probabilitas sebesar 86,1% The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB).
Jika dibandingkan dua pekan lalu, probabilitas pemangkasan suku bunga masih di bawah 50%, yang berarti ada kenaikan besar dalam sepekan, dampaknya dolar AS menjadi ringkih. Pada pukul 16:22 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,18%.
Tapi sayangnya rupiah belum mampu memanfaatkan ringkihnya dolar untuk menguat. Sentimen negatif datang dari hubungan AS-China yang terlihat memburuk jelang perundingan dagang 10-11 Oktober di Washington.
CNBC International mengutip South China Morning Post Selasa malam kemarin, mewartakan China menurunkan ekspektasi akan adanya kesepakatan dagang dengan AS. Harian tersebut mengatakan Wakil Perdana Menteri China, Liu He, yang akan memimpin delegasi China tidak mendapat instruksi khusus dari Presiden Xi Jinping.
Selain itu, pada Senin kemarin AS menambah daftar perusahaan yang masuk daftar hitam (blacklist), termasuk di dalamnya perusahaan yang bergerak di bidang artificial intelligence (AI) China. Kementerian Luar Negeri China akhirnya berkomentar "tetap pantau" untuk pembalasan tindakan AS tersebut.
"Entitas yang terimplikasi melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam bentuk represi di China berupa penahanan dan pengawasan menggunakan teknologi untuk komunitas Uighur, Kazakh, dan kelompok minoritas muslim lainnya," sebut keterangan Kementerian Perdagangan AS yang mendeskripsikan 28 perusahaan yang masuk daftar hitam.
Dengan masuk daftar hitam, artinya 28 perusahaan tersebut tidak bisa melakukan aktivitas bisnis dengan perusahaan AS
Ketegangan kian meningkat kala AS juga menolak permintaan visa terhadap pejabat China yang diduga terlibat dalam penahanan dan penyiksaan komunitas muslim. China pun tidak terima.
"Masalah #Xinjiang murni urusan dalam negeri kami sehingga pihak luar tidak diperbolehkan mengintervensi. Kami mendesak AS untuk memperbaiki langkahnya dan berhenti mengintervensi urusan dalam negeri China," cuit Kedutaan Besar China untuk AS melalui Twitter.
Perundingan dagang AS-China sudah di depan mata, tetapi hubungan kedua negara justru terlihat kembali memanas.
Akibatnya harapan akan adanya damai dagang kembali meredup, dan selera terhadap risiko (risk appetite) pelaku pasar menurun. Rupiah pun terpukul lagi.
Tekanan bagi rupiah semakin besar setelah Bank Indonesia (BI) melaporkan pertumbuhan penjualan eceran di bulan Agustus melambat menjadi 1,1% year-on-year (YoY), dibandingkan bulan Juli yang tumbuh 2,4% YoY. Sementara untuk bulan September, diprakirakan tumbuh 2,1%.
Kombinasi eksternal dan internal tersebut membuat rupiah gagal menaklukan dolar AS, meski Mata Uang Paman Sam tidak dalam performa yang bagus.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Berdasarkan piranti FedWatch milik CME Group, pelaku pasar kini melihat adanya probabilitas sebesar 86,1% The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB).
Jika dibandingkan dua pekan lalu, probabilitas pemangkasan suku bunga masih di bawah 50%, yang berarti ada kenaikan besar dalam sepekan, dampaknya dolar AS menjadi ringkih. Pada pukul 16:22 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,18%.
Tapi sayangnya rupiah belum mampu memanfaatkan ringkihnya dolar untuk menguat. Sentimen negatif datang dari hubungan AS-China yang terlihat memburuk jelang perundingan dagang 10-11 Oktober di Washington.
Selain itu, pada Senin kemarin AS menambah daftar perusahaan yang masuk daftar hitam (blacklist), termasuk di dalamnya perusahaan yang bergerak di bidang artificial intelligence (AI) China. Kementerian Luar Negeri China akhirnya berkomentar "tetap pantau" untuk pembalasan tindakan AS tersebut.
"Entitas yang terimplikasi melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam bentuk represi di China berupa penahanan dan pengawasan menggunakan teknologi untuk komunitas Uighur, Kazakh, dan kelompok minoritas muslim lainnya," sebut keterangan Kementerian Perdagangan AS yang mendeskripsikan 28 perusahaan yang masuk daftar hitam.
Dengan masuk daftar hitam, artinya 28 perusahaan tersebut tidak bisa melakukan aktivitas bisnis dengan perusahaan AS
Ketegangan kian meningkat kala AS juga menolak permintaan visa terhadap pejabat China yang diduga terlibat dalam penahanan dan penyiksaan komunitas muslim. China pun tidak terima.
"Masalah #Xinjiang murni urusan dalam negeri kami sehingga pihak luar tidak diperbolehkan mengintervensi. Kami mendesak AS untuk memperbaiki langkahnya dan berhenti mengintervensi urusan dalam negeri China," cuit Kedutaan Besar China untuk AS melalui Twitter.
Perundingan dagang AS-China sudah di depan mata, tetapi hubungan kedua negara justru terlihat kembali memanas.
Akibatnya harapan akan adanya damai dagang kembali meredup, dan selera terhadap risiko (risk appetite) pelaku pasar menurun. Rupiah pun terpukul lagi.
Tekanan bagi rupiah semakin besar setelah Bank Indonesia (BI) melaporkan pertumbuhan penjualan eceran di bulan Agustus melambat menjadi 1,1% year-on-year (YoY), dibandingkan bulan Juli yang tumbuh 2,4% YoY. Sementara untuk bulan September, diprakirakan tumbuh 2,1%.
Kombinasi eksternal dan internal tersebut membuat rupiah gagal menaklukan dolar AS, meski Mata Uang Paman Sam tidak dalam performa yang bagus.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular