
NBA & China Berantem Karena Hong Kong, Nike Jadi Korban

Jakarta, CNBC Indonesia - Perseteruan antara National Basketball Association (NBA), liga basket di AS, dan China berpotensi melukai bisnis produsen apparel kenamaan asal AS, Nike Inc. Bagaimana tidak, bukan rahasia lagi bahwa Nike punya relasi bisnis yang kuat dengan liga basket paling bergengsi di dunia itu.
Greater China atau China daratan merupakan istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk pada daratan China yakni Hong Kong, Makao dan Taiwan.
Tiga wilayah ini menjadi daerah yang paling cepat mendorong perkembangan Nike selama lebih dari satu tahun terakhir, khususnya produk sepatu untuk pasar luar negeri seperti merek Jordan dan aksesori lainnya.
Menurut laporan keuangan perusahaan, Nike mencatatkan penjualan US$ 6,21 miliar atau sekitar Rp 88 triliun (asumsi kurs Rp 14.100/US$) di Greater China pada tahun fiskal 2019, naik 24%, dari tahun sebelumnya. Tahun fiskal 2019 AS yakni dimulai dari 1 Oktober 2018-September 2019.
Ketakutan dampak bisnis Nike ini meluap ketika media pemerintah China dan Tencent menegaskan bahwa mereka akan menangguhkan siaran pertandingan pramusim NBA di China, menyusul cuitan yang dibuat oleh General Manager Houston Rockets Daryl Morey, di mana ia menunjukkan dukungan untuk protes anti-pemerintah di Hongkong.
![]() |
Cuitan di Twitter itu, yang kemudian dihapus, menuai kritik keras di negeri dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu. Apalagi pemerintah China tengah disibukkan dengan aksi demontrasi di Hong Kong dalam beberapa bulan terakhir.
Komisaris NBA, Adam Silver kemudian membela Morey. Meski begitu, perwakilan dari Nike tidak bersedia untuk menanggapi permintaan komentar CNBC International.
Nike adalah penyedia produk apparel khususnya pakaian secara eksklusif untuk NBA. Merek itu telah menandatangani kontrak 8 tahun di musim 2017-2018, mengambilalih dari saingannya, Adidas, produsen apparel dari Jerman.
![]() |
Setidaknya satu analis telah mengeluarkan catatan kepada klien yang mengatakan dia tidak berharap akan ada dampak buruk bagi Nike karena pertengkaran dengan China itu. Menurut dia kekhawatiran pendapatan menurun bagi Nike terlalu berlebihan.
"Pemeriksaan kepemilikan menunjukkan bahwa merek Nike di China tetap sangat kuat; konsumen Cina memandang Nike sebagai merek atletik global, tidak terkait dengan negara atau bagian dunia mana pun," kata analis keuangan Susquehanna Financial Group, Sam Poser pada Selasa (8/10/2019), dikutip CNBC International.
Poser menganalisis bahwa upaya branding yang dilakukan Nike di masa sebelumnya saat menjual produk mereka ke China berhasil menancapkan pasar mereka.
"Filosofi awal sejak Nike mulai menjual produk di China yakni 'China untuk China' versus merek AS, yang ingin memanfaatkan pertumbuhan konsumen China dan filosofi itu berhasil, karena Nike terus berkembang di China" kata Poser.
Merek-merek AS lainnya, termasuk Vans dan Tiffany, juga kini berhati-hati karena China telah marah atas protes Hong Kong. Sebab, masing-masing berusaha menyeimbangkan kepentingan bisnis mereka di China dengan prinsip kebebasan berekspresi AS.
Adapun, ketakutan terbesar Nike saat ini adalah bahwa konsumen China mungkin didorong oleh pemerintah untuk tidak membeli barang dagang bermerek NBA atau yang berhubungan dengan bola basket. Atau mereka mungkin tidak ingin terlihat mengenakan perlengkapan yang berhubungan dengan itu.
Sebelumnya, saham Nike di bursa Wall Street (NYSE) turun lebih dari 1,5% di level US$ 91,75/saham pada Selasa kemarin (8/10), setelah naik sekitar 24% sepanjang tahun ini. Bahkan saham Nike baru-baru ini mencapai rekor tertinggi sepanjang masa di level US$ 94,75/saham.
(tas) Next Article Wah, Nike Setop Jualan Produk di Amazon, Ada Apa?
