
Berat! Industri Otomotif RI Sedang Terpukul, Simak Kinerjanya
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
03 October 2019 15:33

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang 9 bulan pertama tahun ini, tidak hanya saham-saham tekstil dan garmen saja yang menekan tingkat imbal hasil indeks sektor aneka industri, saham emiten otomotif (dan komponenya) juga turut menjadi katalis negatif. Bahkan koreksi harga yang dicatatkan jauh lebih dalam.
Dari total 13 saham otomotif yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, terdapat 8 saham yang membukukan imbal hasil negatif sepanjang periode 2 Januari hingga 30 September 2019. Sedangkan 4 saham tercatat menguat dan 1 saham kostan.
Harga saham PT Multi Prima Sejahtera Tbk (LPIN) melemah paling dalam dengan anjlok 71,28%, disusul oleh PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) turun 27,81%, PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) melemah 25,12%, dan PT Nipress Tbk (NIPS) turun 21,23%.
Kemudian harga saham PT Astra International Tbk (ASII) turun 19,51%, PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) terkoreksi 15,82%, PT Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS) turun 15,73%, serta PT Garuda Metalindo Tbk (BOLT) turun 9,79%.
Saham-saham emiten otomotif dilego pelaku pasar karena lesunya permintaan, di mana kondisi ini sudah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir. Dalam 5 tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan volume penjualan mobil di Indonesia terkontraksi alias minus 2,42%.
Rilis data terbaru dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat hingga akhir Agustus penjualan mobil domestik turun 13,5% menjadi 660.286 unit dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 763.444 unit.
Sejatinya penjualan yang lesu tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia akibat imbas dari perang dagang AS-China dan ketatnya regulasi kendaraan listirk yang membuat perusahaan harus mengeluarkan kocek tebal.
"Secara global, industri otomotif lagi menghadapi guncangan luar biasa," ujar Thomas Lembong Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada Selasa (30/7/2019), dilansir finance.detik.com.
Baca: Waspada! Industri Otomotif Terguncang Picu Gelombang PHK
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA) Produsen otomotif besar di dunia, seperti Ford dan Nissan belum lama ini memutuskan untuk bertindak lebih efisien dengan memangkas jumlah karyawan di seluruh dunia.
Pada Mei 2019, Ford mengumumkan akan memutus hubungan kerja terhadap 7.000 karyawan sebagai upaya restrukturisasi. Ford juga diketahui telah menutup 6 dari 24 pabrik yang ada di Eropa.
Kemudian, produsen mobil raksasa asal Jepang, Nissan, belum lama ini memutuskan memangkas 12.500 karyawannya yang tersebar di seluruh dunia. Tindakan ini diambil untuk menopang kinerja keuangan perusahaan di tengah penjualan yang melemah.
Sementara itu dari dalam negeri ketatnya persaingan ditandai dengan masuknya pemain baru dari China, seperti Wuling, yang menawarkan harga lebih rendah terus mengikis marjin produsen otomotif. Belum lagi, munculnya angkutan online seperti Go-Jek dan Grab turut mengurangi kebutuhan masyarakat perkotaan terhadap kendaraan pribadi.
Dengan kondisi tersebut, wajar saja jika kinerja keuangan paruh pertama perusahaan otomotif dan komponennya mayoritas ambrul.
Perusahaan produsen ban, yakni PT Goodyear Indonesia Tbk (GDYR) dan PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) yang awalnya untung, pada semester I-2019 menorehkan rapor merah dengan membukukan rugi bersih masing-masing sebesar Rp 32,87 miliar dan Rp 156,42 miliar.
Bahkan pemain kawakan, yaitu PT Astra Internasional Tbk (ASII) mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 5,6% secara tahunan, dari Rp 10,38 triliun menjadi Rp 9,8 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Ada Relaksasi PPnBM Mobil, Saham Otomotif Melesat
Dari total 13 saham otomotif yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, terdapat 8 saham yang membukukan imbal hasil negatif sepanjang periode 2 Januari hingga 30 September 2019. Sedangkan 4 saham tercatat menguat dan 1 saham kostan.
Harga saham PT Multi Prima Sejahtera Tbk (LPIN) melemah paling dalam dengan anjlok 71,28%, disusul oleh PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) turun 27,81%, PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) melemah 25,12%, dan PT Nipress Tbk (NIPS) turun 21,23%.
Saham-saham emiten otomotif dilego pelaku pasar karena lesunya permintaan, di mana kondisi ini sudah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir. Dalam 5 tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan volume penjualan mobil di Indonesia terkontraksi alias minus 2,42%.
Rilis data terbaru dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat hingga akhir Agustus penjualan mobil domestik turun 13,5% menjadi 660.286 unit dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 763.444 unit.
Sejatinya penjualan yang lesu tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia akibat imbas dari perang dagang AS-China dan ketatnya regulasi kendaraan listirk yang membuat perusahaan harus mengeluarkan kocek tebal.
"Secara global, industri otomotif lagi menghadapi guncangan luar biasa," ujar Thomas Lembong Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada Selasa (30/7/2019), dilansir finance.detik.com.
Baca: Waspada! Industri Otomotif Terguncang Picu Gelombang PHK
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA) Produsen otomotif besar di dunia, seperti Ford dan Nissan belum lama ini memutuskan untuk bertindak lebih efisien dengan memangkas jumlah karyawan di seluruh dunia.
Pada Mei 2019, Ford mengumumkan akan memutus hubungan kerja terhadap 7.000 karyawan sebagai upaya restrukturisasi. Ford juga diketahui telah menutup 6 dari 24 pabrik yang ada di Eropa.
Kemudian, produsen mobil raksasa asal Jepang, Nissan, belum lama ini memutuskan memangkas 12.500 karyawannya yang tersebar di seluruh dunia. Tindakan ini diambil untuk menopang kinerja keuangan perusahaan di tengah penjualan yang melemah.
Sementara itu dari dalam negeri ketatnya persaingan ditandai dengan masuknya pemain baru dari China, seperti Wuling, yang menawarkan harga lebih rendah terus mengikis marjin produsen otomotif. Belum lagi, munculnya angkutan online seperti Go-Jek dan Grab turut mengurangi kebutuhan masyarakat perkotaan terhadap kendaraan pribadi.
Dengan kondisi tersebut, wajar saja jika kinerja keuangan paruh pertama perusahaan otomotif dan komponennya mayoritas ambrul.
Perusahaan produsen ban, yakni PT Goodyear Indonesia Tbk (GDYR) dan PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) yang awalnya untung, pada semester I-2019 menorehkan rapor merah dengan membukukan rugi bersih masing-masing sebesar Rp 32,87 miliar dan Rp 156,42 miliar.
Bahkan pemain kawakan, yaitu PT Astra Internasional Tbk (ASII) mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 5,6% secara tahunan, dari Rp 10,38 triliun menjadi Rp 9,8 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Ada Relaksasi PPnBM Mobil, Saham Otomotif Melesat
Most Popular