Duh! IHSG Keluar dari Level 6.000, Asing Kabur Ratusan Miliar

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
03 October 2019 10:06
Washington mengusulkan pengenaan bea masuk bagi importasi hingga US$ 11 miliar.
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Era baru perang dagang dan rilis data manufaktur yang mengecewakan di seluruh dunia membuat investor asing kompak kabur dari pasar keuangan Indonesia.

Tak lama setelah perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) dibuka hari ini (3/10/2019) tepatnya pukul 09:50 WIB, pelaku pasar asing mencatatkan aksi jual bersih mencapai Rp 175,77 miliar. Dengan tekanan aksi jual tersebut, wajar jika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) harus kembali pasrah terjebak di zona merah dengan melemah 0,33% ke level 6.035,57 dan sempat keluar dari level 6.000 poin ke level 5.997.

Saham-saham yang paling banyak dilego investor asing adalah saham yang masuk jajaran LQ45. Saham-saham tersebut di antaranya PT Gudang Garam Tbk/GGRM (Rp 6,18 miliar), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (Rp 5,61 miliar), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (Rp 4 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 2,42 miliar), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (Rp 2,21 miliar).

Pelaku pasar global diselimuti kecemasan baru seiring dengan pengumuman dari kantor perwakilan dagang Negeri Paman Sam yang akan mengenakan tarif pada produk impor asal Uni Eropa per 18 Oktober 2019. Daftar produk yang akan dikenakan bea masuk, termasuk pesawat terbang, kopi, daging babi, hingga mentega, dilansir CNBC International.

Keputusan tersebut diambil seiring dengan dimenangkannya gugatan Amerika Serikat (AS) oleh Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

Untuk diketahui WTO memenangkan gugatan AS yang menyebut Uni Eropa memberikan subsidi kepada Airbus sehingga menimbulkan persaingan tidak sehat dengan perusahaan pesawat lainnya seperti Boeing.

Sidang panel WTO menyatakan AS menderita kerugian sampai US$ 7,5 miliar per tahun. Keputusan WTO ini menjadi pembenaran bagi rencana AS untuk menerapkan bea masuk terhadap importasi produk-produk dari Eropa. Washington mengusulkan pengenaan bea masuk bagi importasi hingga US$ 11 miliar.

Babak baru perang dagang dengan Benua Biru menambah kecemasan investor atas ancaman resesi yang berpotensi besar melanda Negeri Adidaya. Pasalnya, nilai impor AS atas produk Uni Eropa tercatat lebih besar dari China. Dengan kata lain, friksi dagang AS-Eropa berpotensi lebih besar menyakiti ekonomi Negeri Paman Sam.

Mengutip data Kantor Perwakilan Dagang AS, impor AS dari Uni Eropa bernilai US$ 683,9 miliar pada 2018. Pada tahun yang sama, impor dari China 'hanya' US$ 557,9. Sementara ekspor AS ke Uni Eropa tercatat US$ 574,5 miliar dan ke China adalah US$ 179,2 miliar.

Kabar ini menambah rentetan kekhawatiran pelaku pasar yang sebelumnya sudah dibuat resah dari rilis data ekonomi AS.

Pada Selasa (1/10/2019), Institute for Supply Management (ISM) melaporkan angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS periode September berada di 47,8. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 49,1, dilansir Trading Economics.

Angka PMI di bawah 50 menunjukkan industriawan tidak melakukan ekspansi. Yang lebih parah, skor 47,8 adalah capaian terendah Negeri Paman Sam sejak Juni 2009.

Kemudian kemarin (2/10/2019) ADP melihat penciptaan lapangan kerja di Negeri Paman Sam pada September adalah 135.000. Turun dibandingkan posisi Agustus yang sebanyak 157.000 dan berada di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 140.000.

Kedua rilis data tersebut mempertegas bayang-bayang resesi yang melanda Negeri Paman Sam. Belum lagi beberapa analis juga memperkirakan hal serupa.

Berdasarkan survei US National Association for Business Economics (NABE) yang melibatkan 226 institusi, 42% responden memperkirakan AS akan mengalami resesi pada Februari 2020.

Artinya kemungkinan resesi di AS bakal terjadi dalam hitungan bulan, bukan lagi tahun. Kalau AS sampai benar-benar resesi, maka perekonomian dunia bakal ikut terseret karena Negeri Adikuasa adalah negara konsumen terbesar di dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular