Perang Dagang, Picu Saham Aneka Industri Drop Puluhan Persen

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
02 October 2019 12:33
Bahkan potensi kebangkrutan yang dialami oleh salah satu pemain besar di industri tersebut.
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks sektor aneka industri menjadi sektor yang membukukan imbal hasil negatif terbesar pada 9 bulan pertama perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan melemah 16,05%.

Saham-saham yang masuk dalam kategori sektor aneka industri dilanda aksi jual seiring dengan meningkatnya persaingan dari pemain global dan perlambatan ekonomi yang mendorong penurunan permintaan domestik. Bahkan potensi kebangkrutan dialami oleh salah satu pemain besar di industri tersebut.



Berdasarkan tabel di atas, terlihat saham yang menduduki posisi top losers, yakni PT Sat Nusapersada Tbk/PTSN (-78,97%), PT Multi Prima Sejahtera Tbk/LPIN (-71,28%), PT Asia Pacific Fibers Tbk/POLY (-54,42%).

Lebih lanjut, jika ditelusuri lebih seksama mayoritas saham yang melemah berasal dari industri tekstil dan automotif, termasuk komponennya.

Industri tekstil Tanah Air tertekan sepanjang tahun ini karena dilanda arus impor di sektor produk hulu dan meningkatnya persaingan untuk pasar ekspor, di mana hal ini berujung pada pemberhentian karyawan massal dan penutupan pabrik.

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat 9 pabrik tekstil tutup akibat kalah bersaing dengan produk impor dalam kurun waktu 2018-2019.

Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Harian Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Anne Patricia Sutanto, mengatakan fenomena yang terjadi atas banyaknya perusahaan tekstil di Indonesia yang tutup, karena impor dari China. Produk China makin superior daripada produk lokal karena harganya yang sangat kompetitif.

Belum lagi untuk pasar tekstil ekspor, Indonesia semakin kalah dengan Vietnam. Sejak 2012 kinerja ekspor Indonesia sudah tersalip Vietnam. Kini, ekspor tekstil dan produk tekstil Vietnam sudah mencapai US$ 48 Miliar, sedangkan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir masih di sekitar US$ 13 miliar per tahun.

Sementara itu, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto, mengakui industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sedang banyak dililit masalah, dari sektor hulu sampai ke hilir.

Seperti diketahui, salah satu pemain kawakan di industri tekstil, yakni PT Delta Merlin Dunia Textile (Duniatex) dilanda isu gagal bayar karena tidak mampu membayar kupon atas surat utang global senilai US$ 300 juta dengan tingkat bunga 8,625% yang telah jatuh tempo pada 12 September 2019, serta biaya pokok utang dan bunga atas pinjaman sindikasi senilai US$ 79 juta yang jatuh tempo pada 21 September 2019.

Alhasil, lembaga pemeringkat global, Fitch Ratings (Fitch) dalam rilis terbarunya memutuskan untuk menurunkan peringkat utang PT Delta Merlin Dunia Textile (Duniatex) menjadi 'RD (Restricted Default)' alias gagal bayar terbatas, dari sebelumnya diberi peringkat 'C'.

Di lain pihak, saham-saham industry automotif dan komponennya juga dilego pelaku pasar karena penurunan penjualan mobil. hingga akhir Agustus Gaikindo mencatat penjualan mobil domestik turun 13,5% menjadi 660.286 unit dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 763.444 unit.

Momok utama yang menyebabkan penurunan volume penjualan mobil yaitu rendahnya permintaan dan ketatnya persaingan antar pemain.

Penurunan permintaan mobil dipicu oleh pelemahan daya beli masyarakat akibat dari penurunan harga komoditas mulai dari pertambangan hingga agribisnis karena anjloknya harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Ini membuat pendapatan masyarakat yang selama ini bekerja disektor tersebut menjadi turun.

Selain itu, ketatnya persaingan di industri otomotif yang ditandai dengan masuknya pemain baru dari China, seperti Wuling, yang menawarkan harga lebih rendah. Belum lagi perang harga antar pemain lama.

TIM RISET INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Emas Global Melejit, Akankah Harga Antam Ikutan Meroket?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular