September Kelabu bagi Emas, Oktober Bagaimana?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 October 2019 07:42
September Kelabu bagi Emas, Oktober Bagaimana?
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja negatif emas yang secara historis selalu tercatat di bulan September terulang lagi tahun ini, setelah mencatat pelemahan 3,15% ke US$ 1.472/troy ons.

Kisah emas yang selalu melemah pada September muncul melihat data delapan tahun terakhir. Sejak mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 1.920,30/troy ons pada September 2011, emas hampir selalu mencatat kinerja negatif di bulan September dalam delapan tahun terakhir.



Setelah mencapai rekor tertinggi sepanjang masa itu, harga emas dunia langsung anjlok hampir 11% di bulan yang sama. Setelahnya pada periode 2011 sampai 2018, emas melemah sebanyak enam kali pada September setiap tahunnya, kecuali dua kali pada tahun 2012 dan 2016.



Pekan lalu, emas sebenarnya masih mampu mempertahankan kinerja positif September, tetapi hanya berselang beberapa hari langsung amblas akibat harapan akan adanya damai dagang antara AS dan China.

Seperti diketahui, sebelumnya perundingan dagang AS-China akan dilangsungkan di Washington pada 10-11 Oktober nanti. Ini merupakan perundingan tingkat tinggi, delegasi China akan dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Liu He, sementara AS akan dikomandoi oleh Kepala Kantor Perwakilan Dagang Robert Lighthizer.

Harapan akan adanya damai dagang dua raksasa ekonomi ini terus membuncah setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan kesepakatan dagang bisa terjadi lebih cepat dibandingkan prediksi pelaku pasar.


Deal kedua negara tentunya memacu perekonomian kedua negara yang sedang melambat, dan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi global. Jika perekonomian membaik, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) tentunya tidak akan memangkas suku bunga lagi.

Kondisi tersebut tentunya membuat harga emas tertekan. Sebagai aset aman (safe haven), emas menjadi kurang menarik jika pertumbuhan ekonomi global membaik. Selain itu jika The Fed tidak memangkas suku bunga lagi, dolar AS berpotensi terus menguat. Indeks dolar saat ini sudah mencapai level tertinggi sejak Mei 2017.

Emas merupakan aset yang dibanderol dolar, jika mata uang Paman Sam ini menguat maka harga emas akan menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, akibatnya permintaan emas berpotensi menurun.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)


Jika sejak 2011 emas hampir selalu melemah di bulan September, ternyata di bulan Oktober tidak jauh berbeda. Pada periode 2011-2018, emas melemah di bulan Oktober sebanyak lima kali, dan menguat sebanyak tiga kali. 

Setelah anjlok 10,37% pada September 2011, emas mampu bangkit dan menguat 5,54% di bulan Oktober 2011. Tetapi setelahnya logam mulia ini melemah tiga kali berturut-turut di bulan Oktober. Selain 2011, emas juga mencatat penguatan di bulan Oktober tahun 2015 dan 2018.



Arah pergerakan emas di bulan Oktober akan ditentukan hasil perundingan dagang AS-China. Hingga saat ini harapan akan adanya damai dagang sedang tinggi-tingginya yang membuat harga emas terus tertekan. 

Namun tetap saja kemungkinan perundingan tersebut tanpa hasil masih tetap terbuka. Berkaca dari sejarah sebelumnya, setiap kali kedua negara ini bernegosiasi, justru berakhir dengan eskalasi perang dagang, kedua negara saling balas menaikkan tarif impor. 

Jika hal tersebut terjadi emas akan kembali memunculkan sinarnya. Sementara jika pada akhirnya ada deal dari kedua raksasa ekonomi dunia ini, selera terhadap risiko (risk appetite) pelaku pasar akan meningkat dan emas akan semakin ditinggalkan. 



Selain itu, pengumuman suku bunga The Fed di penghujung Oktober juga akan mempengaruhi harga emas. Berdasarkan data piranti FedWatch milik CME Group, pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 59,9% bahwa suku bunga masih akan dijaga di 1,75-2%. Sisanya, memprediksi suku bunga akan dipangkas 25 basis poin menjadi 1,5-1,75%.

Satu lagi yang tidak bisa dikesampingkan yakni deadline keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau yang dikenal dengan Brexit pada 31 Oktober. Kemungkinan terjadinya Brexit tanpa kesepakatan apapun (no-deal Brexit) saat ini memang tidak terlalu besar, tetapi tetap tidak bisa diabaikan. 

Jika sampai terjadi no-deal Brexit, pasar finansial bisa mengalami shock dan emas yang menyandang status safe haven tentunya akan menguat kembali.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(pap/pap) Next Article Jangan Tunda, Yuk Mulai Investasi Emas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular