
Ada Hantu Resesi, Cuan Emas di Kuartal III Bisa Sampai 6,35%
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
01 October 2019 17:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Performa harga logam mulia emas di kuartal III 2019 memang kinclong. Tercatat dalam kurun waktu tiga bulan terakhir atau sejak Juli hingga September 2019 harga telah emas naik 6,35%.
Harga emas dunia di pasar spot pada awal Juli 2019, mencapai US$ 1.384/oz. Harga tersebut sudah tergolong tinggi dibandingkan dengan harga emas pada dua kuartal awal 2019 yang bergerak di rentang US$ 1.270,29-1422,85/oz.
Di bulan Juli harga emas global di pasar spot mencapai level tertingginya pada 18 Juli 2019 hingga US$ 1.446/oz. Harga kembali mencetak rekor tertingginya pada 27 Agustus mencapai US$ 1.542,39/oz.
Harga emas ternyata masih ogah turun dan kembali mencetak rekor harga tertingginya pada 4 September lalu ke level US$ 1.552,35/oz. Setelah itu harga emas mulai terkapar. Namun harga emas belum turun kembali ke level harga tertinggi di bulan Juli.
Harga emas yang cenderung menanjak naik di sepanjang kuartal ke III 2019 mencerminkan adanya risiko ekonomi global yang nyata. Pemantiknya apalagi kalau bukan perang dagang raksasa ekonomi dunia, AS-China.
Perang dagang yang terjadi antara keduanya dalam kurun waktu lebih dari satu tahun terakhir ini memang sangat berdampak pada perekonomian global. Dampak perang dagang yang terjadi bukan main-main mulai dari rantai pasok global yang terganggu hingga menyeret ke dunia ke dalam jurang resesi yang menganga.
Ketika dua raksasa ekonomi global terkontraksi, maka tentu dampak tersebut akan dirasakan oleh negara di berbagai belahan dunia. Pasalnya Amerika sebagai kekuatan ekonomi global dengan PDB lebih dari US$ 19 triliun dan China dengan PDB lebih dari US$ 12 triliun merupakan negara importir dan tempat investor berada.
Konflik dagang antara dua negara tersebut kembali memanas di bulan Agustus lalu. China mengumumkan bahwa pihaknya akan membebankan bea masuk bagi produk impor AS senilai US$ 75 miliar. Pembebanan bea masuk tersebut akan mulai berlaku 1 September dan 15 Desember pada kisaran 5-10%.
Lebih lanjut, China juga mengenakan tarif 25% terhadap produk mobil pabrikan AS dan 5% untuk komponen mobil yang efektif berlaku pada 15 Desember. Kebijakan ini sebelumnya telah dihentikan sejak April lalu. Namun kembali diberlakukan.
Tak mau kalah AS balik membalas dengan meningkatkan tarif impor dari 25% menjadi 30% untuk produk impor asal Negeri Tirai Bambu sebesar US$ 250 miliar.
Namun untungnya ketegangan tersebut tidak berlangsung lama dan kedua negara tersebut memilih untuk melakukan gencatan tarif untuk sementara dan menjadwalkan negosiasi di Washington 10-11 Oktober mendatang
(LANJUT KE HALAMAN 2)
Harga emas dunia di pasar spot pada awal Juli 2019, mencapai US$ 1.384/oz. Harga tersebut sudah tergolong tinggi dibandingkan dengan harga emas pada dua kuartal awal 2019 yang bergerak di rentang US$ 1.270,29-1422,85/oz.
Di bulan Juli harga emas global di pasar spot mencapai level tertingginya pada 18 Juli 2019 hingga US$ 1.446/oz. Harga kembali mencetak rekor tertingginya pada 27 Agustus mencapai US$ 1.542,39/oz.
Harga emas yang cenderung menanjak naik di sepanjang kuartal ke III 2019 mencerminkan adanya risiko ekonomi global yang nyata. Pemantiknya apalagi kalau bukan perang dagang raksasa ekonomi dunia, AS-China.
Perang dagang yang terjadi antara keduanya dalam kurun waktu lebih dari satu tahun terakhir ini memang sangat berdampak pada perekonomian global. Dampak perang dagang yang terjadi bukan main-main mulai dari rantai pasok global yang terganggu hingga menyeret ke dunia ke dalam jurang resesi yang menganga.
Ketika dua raksasa ekonomi global terkontraksi, maka tentu dampak tersebut akan dirasakan oleh negara di berbagai belahan dunia. Pasalnya Amerika sebagai kekuatan ekonomi global dengan PDB lebih dari US$ 19 triliun dan China dengan PDB lebih dari US$ 12 triliun merupakan negara importir dan tempat investor berada.
Konflik dagang antara dua negara tersebut kembali memanas di bulan Agustus lalu. China mengumumkan bahwa pihaknya akan membebankan bea masuk bagi produk impor AS senilai US$ 75 miliar. Pembebanan bea masuk tersebut akan mulai berlaku 1 September dan 15 Desember pada kisaran 5-10%.
Lebih lanjut, China juga mengenakan tarif 25% terhadap produk mobil pabrikan AS dan 5% untuk komponen mobil yang efektif berlaku pada 15 Desember. Kebijakan ini sebelumnya telah dihentikan sejak April lalu. Namun kembali diberlakukan.
Tak mau kalah AS balik membalas dengan meningkatkan tarif impor dari 25% menjadi 30% untuk produk impor asal Negeri Tirai Bambu sebesar US$ 250 miliar.
Namun untungnya ketegangan tersebut tidak berlangsung lama dan kedua negara tersebut memilih untuk melakukan gencatan tarif untuk sementara dan menjadwalkan negosiasi di Washington 10-11 Oktober mendatang
(LANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Ancaman Resesi Bikin Emas Melambung
Pages
Most Popular