Ditunggu Demo dan Rilis Data Inflasi, Rupiah Masih Bisa Sakti

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 October 2019 08:55
Ditunggu Demo dan Rilis Data Inflasi, Rupiah Masih Bisa Sakti
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Namun rupiah masih rentan karena apresiasinya sangat tipis.

Pada Selasa (1/10/2019) pukul 08:32 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.180. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kala pembukaan pasar, rupiah menguat 0,11%. Namun selepas itu apresiasi rupiah menipis.

Sepertinya rupiah mengalami technical rebound karena cenderung melemah sejak pekan terakhir September. Sejak 23 September hingga kemarin, depresiasi rupiah mencapai nyaris 1%.



Selain itu, rupiah juga sudah bisa bernafas lega karena tekanan jual yang mereda. Akhir kuartal III sudah berlalu, berarti kebutuhan valas korporasi tidak lagi tinggi karena masa pembayaran utang, dividen, dan sebagainya sudah selesai.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)



Akan tetapi, rupiah masih perlu waspada karena penguatannya yang tipis. Apalagi hari ini ada dua momentum penting yang bisa mempengaruhi gerak mata uang Tanah Air.

Pertama adalah rilis data inflasi September yang akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada pukul 11:00 WIB. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan terjadi deflasi sebesar 0,15% secara month-on-month (MoM).

Sementara secara tahunan (year-on-year/YoY) inflasi September diperkirakan berada di 3.52%. Kemudian inflasi inti YoY diramal di 3,295%.


Kedua, hari ini sepertinya aksi demonstrasi masih akan terjadi mengingat ada momentum pelantikan anggota DPR periode 2019-2024. Kemarin malam, sempat terjadi aksi kericuhan yang mengakibatkan kerusakan dan tidak berfungsinya sejumlah fasilitas umum.

Situasi politik-sosial-keamanan yang masih penuh tanda tanya dan bisa memanas kapan saja kemungkinan membuat investor menahan diri. Kalau kondisi semakin dirasa tidak aman, maka ada risiko arus modal asing berbalik keluar sehingga rupiah bakal tertekan lagi.



(BERLANJUT KE HALAMAN 3)



Namun setidaknya cuaca eksternal relatif mendukung. Tidak ada sentimen negatif dari luar yang bisa menahan laju rupiah.

Kemarin, tersiar kabar bahwa Presiden AS Donald Trump tengah membahas rencana untuk mengusir emiten asal China dari bursa saham New York alias Wall Street.

Bahkan, seperti dikutip dari Reuters, Nasdaq berupaya mempersulit perusahaan Negeri Tirai Bambu yang akan mencatatkan saham perdana. Caranya dengan memperketat aturan dan memperlambat proses perizinan.

Akan tetapi kemudian muncul bantahan dari AS. Kementerian Keuangan Negeri Adidaya menegaskan tidak ada rencana untuk mengusir perusahaan China dari lantai bursa, setidaknya dalam waktu dekat.

"Pemerintah tidak sedang mempertimbangkan melarang perusahaan China untuk mencatatkan saham di bursa AS untuk saat ini," kata Monica Crowley, Juru Bicara Kementerian Keuangan AS, seperti diwartakan Bloomberg yang kemudian dikutip oleh Reuters.

"Berita palsu (fake news)," tegas Peter Navarro, Penasihat Perdagangan Gedung Putih, mengomentari kabar rencana pencoretan emiten China dari Wall Street. Seperti dikutip dari Reuters, Navarro mengatakan bahwa kabar itu sangat tidak akurat.


Beijing, yang sudah melakukan konfirmasi ke Washington, mempertegas hal tersebut. Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, mengatakan kedua negara akan berupaya mengedepankan sikap konstruktif dalam penyelesaian perselisihan.

"Memberikan tekanan bahkan memutar balik hubungan AS-China akan merusak kepentingan kedua negara dan justru menciptakan ketegangan di pasar keuangan global, perdagangan, serta pertumbuhan ekonomi. Ini tentu tidak sesuai dengan kepentingan dunia," tutur Geng, seperti diwartakan Reuters.

China pun terus menunjukkan itikad baik untuk berdamai dengan AS. Kemarin, pemerintah China menyetujui pembelian kedelai dari AS sebanyak 600.000 ton untuk pengiriman November sampai Januari 2020. Ini adalah bagian dari kuota impor 2 juta ton yang bebas bea masuk.

Hubungan AS-China yang membaik jelang dialog dagang 10-11 Oktober membuat pasar berbunga-bunga. Investor pun berani masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang Asia, yang membuat mata uang utama Benua Kuning bergerak menguat terhadap greenback.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:45 WIB:





TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular