Polling CNBC Indonesia

Konsensus Pasar: September Diramal Deflasi Nih!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 September 2019 09:43
Konsensus Pasar: September Diramal Deflasi Nih!
Ilustrasi Pasar Tradisional (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi domestik hingga September diperkirakan masih 'jinak'. Bahkan pasar memperkirakan ada deflasi secara bulanan.

Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi September pada esok hari. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan terjadi deflasi sebesar 0,15% secara month-on-month (MoM). Kalau sampai kejadian, maka akan menjadi deflasi pertama sejak Februari.



Sementara secara tahunan (year-on-year/YoY) inflasi September diperkirakan berada di 3.52%. Kemudian inflasi inti YoY diramal di 3,295%.

Institusi

Inflasi MoM (%)

Inflasi YoY (%)

Inflasi Inti YoY (%)

CIMB Niaga

-0.22

3.45

3.29

Citi

-0.03

3.65

3.35

Barclays

-

3.7

3.4

BTN

-0.15

3.52

3.38

UOB

-

3.5

3.2

ANZ

-0.15

3.52

3.3

Danareksa Research Institute

-0.15

3.52

-

Bank Danamon

-0.17

3.51

3.28

Maybank Indonesia

-0.11

3.56

3.26

Standard Chartered

-0.12

3.55

3.29

Bank Permata

-0.15

3.52

3.3

MEDIAN

-0.15

3.52

3.295


Salah satu penyebab deflasi secara bulanan paling terlihat adalah harga emas. Sejak awal tahun, harga sang logam mulia boleh meroket 16,39%. Namun pada September, harganya turun 1,76% point-to-point.

 


Selain itu, apresiasi nilai tukar rupiah juga membantu meredam inflasi. Saat rupiah menguat, harga produk impor jadi lebih murah sehingga berkontribusi menciptakan deflasi.

Sepanjang September, rupiah menguat tipis 0,14% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) secara point-to-point. Namun rupiah sempat menguat signifikan, bahkan dolar AS pernah terdorong sampai ke bawah Rp 14.000.



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)



Juniman, Ekonom Maybank Indonesia, juga melihat ada penurunan harga sejumlah komoditas pangan seperti bawang bombai, bawang putih, cabai merah, cabai rawit, daging ayan ras, dan jeruk. Penurunan harga terjadi akibat pasokan yang memadai seiring musim panen dan impor.

"Namun harga beras masih naik karena musim kemarau di sejumlah sentra produksi. Kemudian, biaya masuk perguruan tinggi juga menjadi penyebab inflasi," sebut Juniman.

Helmi Arman, Ekonom Citi, menilai laju inflasi domestik yang masih terkendali akan membuat Bank Indonesia (BI) semakin nyaman dalam melonggarkan kebijakan moneter. Sejak awal tahun, BI sudah tiga kali menurunkan suku bunga acuan.

Helmi memperkirakan Gubernur Perry Warjiyo dan kolega bakal menurunkan suku bunga acuan sekali lagi. Penurunan 25 basis poin (bps) diperkirakan terjadi pada November. Kalau ini terwujud, maka BI 7 Day Reverse Repo Rate akan turun 100 bps sepanjang 2019 setelah tahun lalu melonjak 175 bps.



"BI menyatakan bahwa ke depan bauran kebijakan akan cenderung akomodatif, menyiratkan bahwa pelonggaran moneter belum selesai. Kami menghitung real policy rate di Indonesia masih 1,9 poin persentase di atas proyeksi inflasi dalam 12 bulan. Masih lebih tinggi ketimbang India yang 1,5 poin persentase lebih tinggi," jelas Helmi.

Dengan inflasi yang masih aman dan selisih suku bunga yang masih tinggi apalagi ada kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, maka penurunan suku bunga acuan sepertinya memang bakal terjadi lagi. Penurunan suku bunga acuan diharapkan mampu menjadi penahan agar pertumbuhan ekonomi domestik tidak melambat selalu signifikan.

"Kebijakan BI sedikit banyak membantu menahan perlambatan ekonomi, tetapi tidak menjadi penentu. Dengan harga komoditas yang masih turun, dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia masih akan terlihat. Rencana ekspansi korporasi akan terhambat dan bank pun menilai ada risiko dalam penyaluran kredit," papar Helmi.


TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular