
Memasuki Oktober, Baiknya Beli atau Jualan Saham ya?

Sentimen ketiga yang bisa menekan kinerja pasar saham tanah air adalah arah kebijakan moneter dari The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS. Memang, hasil pertemuan The Fed pada bulan depan baru akan diumumkan pada tanggal 31 Oktober waktu Indonesia.
Namun, ekspektasi terkait hasil pertemuan tersebut dipastikan akan menggerakan pasar keuangan global. Celakanya, perkembangan terkait ekspektasi tersebut kini tak menguntungkan bagi pasar saham.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 30 September 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan bulan depan berada di level 46,5%. Padahal sebulan yang lalu, probabilitasnya mencapai 54,6%.
Sekedar mengingatkan, pada pertengahan bulan lalu The Fed mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke rentang 1,75%-2%, menandai pemangkasan kedua di tahun ini pasca sebelumnya The Fed juga mengeksekusi pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan Juli. Keputusan tersebut sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh Refinitiv.
Melansir CNBC International, The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan dengan dasar adanya dampak negatif dari perkembangan ekonomi dunia bagi prospek perekonomian AS, serta rendahnya tekanan inflasi.
Namun, ada nada hawkish yang dilontarkan oleh Jerome Powell selaku Gubernur The Fed pada saat konferensi pers. Nada hawkish tersebut mengempiskan ekspetasi pelaku pasar bahwa masih akan ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan lagi hingga akhir tahun.
Walau menyebut bahwa pihaknya akan melakukan hal yang diperlukan guna mempertahankan ekspansi ekonomi, Powell menilai pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada bulan Juli dan bulan lalu sebagai “penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment” dan bukan merupakan strategi untuk mendorong tingkat suku bunga acuan lebih rendah lagi.
Pernyataan tersebut lantas menegaskan komentar Powell di bulan Juli bahwa The Fed tidaklah sedang memulai era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan.
“Biar saya perjelas: yang saya maksud adalah itu (pemangkasan tingkat suku bunga acuan) bukanlah merupakan awal dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif,” kata Powell pada bulan Juli silam, dilansir dari CNBC International.
“Kami tak melihat arahnya ke sana (era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan). Anda akan melakukannya jika Anda melihat pelemahan ekonomi yang signifikan dan jika Anda berpikir bahwa federal funds rate perlu dipangkas secara signifikan. Itu bukanlah skenario yang kami lihat.”
Keputusan The Fed terkait tingkat suku bunga acuan pada akhir bulan ini akan sangat ditentukan oleh rilis data tenaga kerja AS. Pada tanggal 4 Oktober, data penciptaan lapangan kerja (sektor non-pertanian) periode September 2019 akan dirilis, berikut juga data tingkat pengangguran untuk periode yang sama.
Untuk diketahui, The Fed memperhatikan dua indikator utama dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuannya, yakni kondisi pasar tenaga kerja dan inflasi. Jika data tenaga kerja AS oke, maka ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada bulan depan bisa semakin memudar.
Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut oleh The Fed akan membawa perekonomian AS mengalami yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Lebih lanjut, memudarnya ekspektasi atas pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut oleh The Fed dikhawatirkan akan membatasi ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk kembali mengeksekusi pemangkasan tingkat suku bunga acuan.
Untuk diketahui, dalam tiga pertemuan terakhir BI selalu memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps sehingga jika ditotal menjadi 75 bps. Hasil pertemuan BI pada bulan Oktober akan diumumkan pada tanggal 24.
BERLANJUT KE HALAMAN 5 -> No-Deal Brexit Akan Jadi Kenyataan?
(ank)