Dolar KO 'Dikeroyok' di Asia, Rupiah Cuma Menguat Tipis

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 September 2019 17:22
Dolar KO 'Dikeroyok' di Asia, Rupiah Cuma Menguat Tipis
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah mencatat penguatan tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (20/9/19). Perjuangan rupiah hingga mencatat penguatan cukup sulit, sepanjang perdagangan mayoritas dihabiskan di zona merah.

Rupiah menguat 0,04% ke level Rp 14.050 di pasar spot, melansir data Refinitiv. Meski menguat, rupiah harus rela menghentikan penguatan 4 pekan beruntun setelah melemah 0,65% minggu ini.



Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,21% ke level Rp 14.085/US$, setelahnya rupiah terus berusaha memangkas pelemahan.

Rupiah pada akhirnya mencicipi zona hijau selepas tengah hari, dan setelahnya terus bergerak antara penguatan dan pelemahan, sebelum mengakhiri perdagangan di level zona hijau.

Kecuali dolar Hong Kong yang melemah tipis 0,02%, semua mata uang utama di Asia menguat melawan dolar AS, bahkan sejak pagi tadi.
Won Korea Selatan dan peso Filipina memimpin mata uang Asia "mengeroyok" dolar AS. Kedua mata uang tersebut menguat 0,59% hingga pukul 16:00 WIB.

Berikut pergerakan dolar terhadap mata uang utama Asia pada hari ini.



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga pada Kamis kemarin, tapi efeknya sepertinya belum terasa.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 September 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,25%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo Kamis kemarin. 

Dengan pemangkasan suku bunga tersebut, BI sudah 3 bulan berturut-turut memangkas suku bunga, kebijakan yang terbilang agresif. 



"Kebijakan tersebut konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah di bawah titik tengah sasaran dan imbal hasil investasi aset keuangan domestik yang tetap menarik, serta sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah kondisi ekonomi global yang melambat," kata Perry dalam konferensi pers usai RDG edisi September di Jakarta.



Selain memangkas suku bunga, BI juga memutuskan untuk menurunkan uang muka (down payment/DP) yang masuk skema loan to value (LTV) kredit properti dan kendaraan bermotor untuk merangsang pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Meski demikian, kebijakan BI tersebut diperkirakan belum akan terasa dalam jangka pendek. Pemangkasan suku bunga memerlukan masa transmisi beberapa bulan hingga menyentuh sektor riil. 

Begitu juga dengan penurunan LTV. Franky Rivan, Senior Research Analyst Kresna Sekuritas mencermati, kebijakan BI ini akan membuat uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi lebih murah.

Namun, yang menjadi catatan Franky, meski ada relaksasi LTV, tapi bank-bank yang menyalurkan kredit di sektor properti biasanya tidak akan langsung merespons kebijakan menurunkan suku bunga KPR.



Di sisi lain loan to deposit ratio (LDR) perbankan saat ini, kata Franky, sudah di level 95% membuat penyaluran kredit ke sektor properti menjadi sangat terbatas.

"Kebijakan relaksasi LTV ini belum akan terasa dampaknya dalam jangka pendek," kata Franky saat dihubungi CNBC Indonesia, Jumat (20/9/2019).

Hal ini membuat rupiah kembali tertekan pada hari ini, meski demikian pemangkasan suku bunga tetap memberikan sentimen positif ke pasar finansial dalam negeri, rupiah pun bisa menguat tipis. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 3) Sejak Kamis kemarin dolar AS tidak bertenaga, padahal di perdagangan Rabu sedang perkasa setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memangkas suku bunga tapi tidak bersikap kalem (dovish).

The Fed memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 1,75-2%. Tapi tidak semua anggota Federal Open Market Committee (FOMC) yang mendapat jatah voting suku bunga memilih pemangkasan 25 bps.

Dua anggota FOMC tidak setuju The Fed memangkas suku bunga, satu lainnya meminta suku bunga dipangkas 50 bps.

Bahkan untuk arah kebijakan selanjutnya di sisa tahun ini juga menunjukkan perbedaan pendapat dari semua anggota FOMC termasuk yang bukan anggota voting.

Berdasarkan Fed dot plot Lima anggota ingin suku bunga tetap seperti sebelum dipangkas (2-2,25%). Lima anggota lainnya ingin mempertahankan di level saat ini (1,75-2%), dan tujuh anggota ingin memangkas lagi sebesar 25 bps menjadi 1,5-1,75%.



Namun, pada Kamis kemarin dolar AS berbalik loyo setelah beberapa bank sentral di negara lain tidak mengikuti langkah The Fed memangkas suku bunga. 

Kamis kemarin ada tiga bank sentral utama yang mengumumkan suku bunga, bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ), bank sentral Swiss (Swiss National Bank/SNB), dan bank sentral Inggris (Bank of England/BoE).

Ketiga bank tersebut kompak mempertahankan kebijakan moneternya, yang membuat mata uang masing-masing menguat melawan dolar AS. BoJ mengumumkan mempertahankan suku bunga jangka pendek di -0,1% dan mengarahkan yield obligasi 10 tahun ke kisaran 0%.

Meski demikian, bank sentral pimpinan Haruhiko Kuroda tersebut membuka peluang untuk merubah kebijakannya (ke arah lebih longgar) pada bulan depan.


SNB juga sama tetap mempertahankan suku bunga acuannya -0,75%, begitu juga dengan BoE yang mempertahankan suku bunganya 0,75%. Dua bank sentral ini belum mengindikasikan akan adanya pemangkasan suku bunga.

Akibat perbedaan kebijakan moneter, spread suku bunga di AS dan negara-negara tersebut tentunya menyempit, dan membuat dolar tertekan. Apalagi kondisi finansial global yang stabil membuat pelaku pasar kembali mengalirkan modal ke aset-aset yang memberikan imbal hasil tinggi. 

Hal tersebut membuat dolar AS terus tertekan. Kamis kemarin, indeks dolar melemah 0,33%, dan berlanjut hingga hari ini. 


TIM RISET CNBC INDONESIA 
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular