Aduh, Awas! Rupiah Dekati Rp 14.100/US$...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 September 2019 08:29
Aduh, Awas! Rupiah Dekati Rp 14.100/US$...
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Bahkan dolar AS kian dekat dengan level Rp 14.100.

Pada Selasa (17/9/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.055 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Seiring perjalanan pasar, rupiah semakin lemah. Pada pukul 08:11 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.085 di mana rupiah melemah 0,36%.

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan depresiasi 0,54% di hadapan dolar AS. Sepertinya hari ini derita rupiah belum akan berakhir.


Bukan apa-apa, pagi ini situasi di pasar valas Asia agak menegangkan. Hampir seluruh mata uang utama Asia melemah terhadap dolar AS. Hanya dolar Hong Kong yang masih bisa mengat tipis, sementara yuan China stagnan.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:14 WIB:

 

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Situasi eksternal memang masih kurang kondusif sehingga investor mencari perlindungan di aset yang benar-benar aman seperti emas. Pada pukul 08:16 WIB, harga emas dunia masih naik 0,02%.


Perhatian utama pelaku pasar belum lepas dari dinamika di Timur Tengah. Apalagi kalau bukan aftermath dari serangan terhadap ladang minyak milik Saudi Aramco (raksasa migas asal Arab Saudi) akhir pekan lalu.

Berbagai pihak ramai-ramai menuding Iran sebagai dalang sekaligus pelaku serangan tersebut. Kolonel Turki Al Malki, Juru Bicara Koalisi Militer, bukti permulaan mulai mengarah bahwa serangan bukan berasal Yaman. Belum diketahui dari mana misil jelajah (cruise missile) ditembakkan tetapi mulai terang bahwa senjata tersebut milik Negeri Persia.

"Hasil temuan sementara menunjukkan bahwa senjata itu milik Iran, dan kami sedang mengidentifikasi dari mana lokasi peluncurannya. Serangan teroris ini tidak berasal dari Yaman, seperti yang diklaim milisi Houthi," ungkap Al Malki, seperti dikutip dari Reuters.

Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk PBB Kelly Craft mempertegas hal tersebut. "Ada indikasi Iran yang bertanggung jawab," ujarnya, seperti diwartakan Reuters.

AS pun bersiap untuk segala kemungkinan. Kemarin, Presiden AS Donald Trump menegaskan bahwa Negeri Adidaya sudah mengisi dan mengokang senjata.

Iran yang tidak terima dengan tuduhan tersebut ikut panas. Teheran menyatakan bahwa misil mereka bisa menjangkau pangkalan militer AS yang berjarak lebih dari 2.000 km.

Situasi Timur Tengah yang memanas dan api Perang Teluk Jilid III bisa tersulut kapan saja membuat investor cemas. Oleh karena itu, bermain aman masih menjadi opsi utama.



(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Selain itu, investor juga mencemaskan rilis data ekonomi China yang kurang oke. Pada Agustus, produksi industri China tumbuh 4,4% year-on-year (YoY), melambat dibandingkan Juli yang tumbuh 4,8%. Pencapaian Agustus adalah yang terendah sejak Februari 2002.

Tidak hanya itu, data penjualan ritel Negeri Tirai Bambu juga mengecewakan. Pada Agustus, penjualan ritel tumbuh 7,5% YoY, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 7,6% dan di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 7,9%.

Kemudian, investasi tetap juga kurang impresif. Pada Januari-Agustus, pertumbuhan investasi tetap berada di 5,5% YoY. Melambat dibandingkan Januari-Juli yaitu 5,7%.


Perlambatan ekonomi di China sepertinya tidak bisa terelakkan. Beberapa analis memperkirakan pertumbuhan ekonomi China tahun ini akan berada di batas bawah dari kisaran target pemerintah 6-6,5%. Pada kuartal II-2019, ekonomi China tumbuh 6,2% yang merupakan laju terlemah dalam hampir 30 tahun.

Saat ekonomi China melambat, maka dampaknya adalah permintaan terhadap produk dari berbagai negara akan berkurang. Akibatnya, ekspor di negara-negara lain akan terpengaruh apalagi di negara yang menjadikan China sebagai mitra dagang utama seperti Indonesia.

Perlambatan ekonomi global adalah konsekuensinya. Saat ekonomi terus melambat apalagi ada risiko menuju resesi, maka investor tentu bertindak SDM (Selamatkan Diri Masing-masing). Oleh karena itu, wajar aset-aset berisiko di negara berkembang ditanggalkan sehingga membuat mata uang Asia ramai-ramai melemah.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular