
Aduh, Awas! Rupiah Dekati Rp 14.100/US$...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 September 2019 08:29

Selain itu, investor juga mencemaskan rilis data ekonomi China yang kurang oke. Pada Agustus, produksi industri China tumbuh 4,4% year-on-year (YoY), melambat dibandingkan Juli yang tumbuh 4,8%. Pencapaian Agustus adalah yang terendah sejak Februari 2002.
Tidak hanya itu, data penjualan ritel Negeri Tirai Bambu juga mengecewakan. Pada Agustus, penjualan ritel tumbuh 7,5% YoY, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 7,6% dan di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 7,9%.
Kemudian, investasi tetap juga kurang impresif. Pada Januari-Agustus, pertumbuhan investasi tetap berada di 5,5% YoY. Melambat dibandingkan Januari-Juli yaitu 5,7%.
Perlambatan ekonomi di China sepertinya tidak bisa terelakkan. Beberapa analis memperkirakan pertumbuhan ekonomi China tahun ini akan berada di batas bawah dari kisaran target pemerintah 6-6,5%. Pada kuartal II-2019, ekonomi China tumbuh 6,2% yang merupakan laju terlemah dalam hampir 30 tahun.
Saat ekonomi China melambat, maka dampaknya adalah permintaan terhadap produk dari berbagai negara akan berkurang. Akibatnya, ekspor di negara-negara lain akan terpengaruh apalagi di negara yang menjadikan China sebagai mitra dagang utama seperti Indonesia.
Perlambatan ekonomi global adalah konsekuensinya. Saat ekonomi terus melambat apalagi ada risiko menuju resesi, maka investor tentu bertindak SDM (Selamatkan Diri Masing-masing). Oleh karena itu, wajar aset-aset berisiko di negara berkembang ditanggalkan sehingga membuat mata uang Asia ramai-ramai melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Tidak hanya itu, data penjualan ritel Negeri Tirai Bambu juga mengecewakan. Pada Agustus, penjualan ritel tumbuh 7,5% YoY, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 7,6% dan di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 7,9%.
Kemudian, investasi tetap juga kurang impresif. Pada Januari-Agustus, pertumbuhan investasi tetap berada di 5,5% YoY. Melambat dibandingkan Januari-Juli yaitu 5,7%.
Perlambatan ekonomi di China sepertinya tidak bisa terelakkan. Beberapa analis memperkirakan pertumbuhan ekonomi China tahun ini akan berada di batas bawah dari kisaran target pemerintah 6-6,5%. Pada kuartal II-2019, ekonomi China tumbuh 6,2% yang merupakan laju terlemah dalam hampir 30 tahun.
Saat ekonomi China melambat, maka dampaknya adalah permintaan terhadap produk dari berbagai negara akan berkurang. Akibatnya, ekspor di negara-negara lain akan terpengaruh apalagi di negara yang menjadikan China sebagai mitra dagang utama seperti Indonesia.
Perlambatan ekonomi global adalah konsekuensinya. Saat ekonomi terus melambat apalagi ada risiko menuju resesi, maka investor tentu bertindak SDM (Selamatkan Diri Masing-masing). Oleh karena itu, wajar aset-aset berisiko di negara berkembang ditanggalkan sehingga membuat mata uang Asia ramai-ramai melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular