Pekan Lalu Menguat Nyaris 1%, Rupiah Kini Terlemah Kedua Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 September 2019 17:40
Pekan Lalu Menguat Nyaris 1%, Rupiah Kini Terlemah Kedua Asia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Bahkan rupiah menjadi salah satu mata uang terlemah di Asia.

Pada Senin (16/9/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.035 kala penutupan pasar spot. Rupiah melemah 0,54% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Kala pembukaan pasar, rupiah 'hanya' melemah 0,11%. Namun seiring perjalanan, rupiah kian lemah dan dolar AS berhasil menembus level Rp 14.000.


Berikut perjalanan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini:

Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga melemah di hadapan dolar AS. Rupiah bahkan sempat menjadi yang terlemah di Asia, meski kemudian posisi itu ditempati oleh rupee India.

Berikut kinerja dolar AS terhadap mata uang utama Asia hari ini:




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

 

Rupiah sebenarnya memiliki peluang untuk terus berjaya pada hari ini jika persepsi pelaku pasar terhadap kondisi global masih sama seperti pekan lalu. Namun, sayangnya semua berubah setelah akibat potensi terjadinya Perang Teluk Jilid III.

Pada akhir pekan lalu, dua fasilitas milik Saudi Aramco diserang pesawat nirawak alias drone. Serangan ini menyebabkan kebakaran di dua fasilitas milik perusahaan minyak tersebut. Sekitar 10 drone menyerang salah satu ladang minyak terbesar Arab Saudi di Hijra Khurais dan fasilitas pemrosesan minyak mentah di Abqaiq.

Fasilitas Khurais yang berjarak 250 kilometer dari Dhahran, menjadi lokasi ladang minyak utama. Sedangkan fasilitas Abqaiq yang berlokasi 60 kilometer sebelah barat daya kantor utama Aramco di Dhahran, merupakan lokasi pabrik pengolahan minyak terbesar milik Saudi Aramco.


Tuduhan dari AS tersebut tentunya kembali meningkatkan ketegangan dengan Iran. Hubungan dua negara ini sebelumnya sudah memburuk sejak Presiden AS Donald Trump menarik diri dari perjanjian nuklir dengan Iran.

Trump malah menerapkan sanksi ekonomi kepada Iran. Pemberontak Houthi mengklaim serangan tersebut, tetapi AS justru mengatakan Iran adalah dalangnya. Menteri Dalam Negeri AS Mike Pompeo menuduh Iran meluncurkan serangan terhadap pasokan energi dunia yang belum pernah terjadi sebelumnya, melansir CNBC International.

Teheran tentu tidak terima atas tuduhan tersebut. Abbas Mousavi, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, menyatakan bahwa tudingan AS dan sekutunya tidak berdasar.

Bahkan Iran siap apabila harus berperang dengan AS dan sekutunya. Amarali Hajizadeh, Kepala Staff Angkatan Udara Garda Revolusioner Iran, mengungkapkan pangkalan AS di Timur Tengah masuk dalam jangkauan misil mereka.


"Semua orang harus tahu bahwa seluruh basis pangkalan AS dan kapal induk mereka dalam jarak lebih dari 2.000 km di sekitar Iran masuk dalam cakupan misil kami. Iran selalu siap untuk perang dalam skala penuh," tegasnya, seperti diwartakan Reuters.

AS dan Iran sudah bersiap angkat senjata. Kalau situasi memburuk dan ada pemantik lebih lanjut, bukan tidak mungkin Perang Teluk Jilid III bakal meletus. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Serangan drone di Arab Saudi membuat produksi minyaknya harus dipangkas hingga 50%. Akibatya suplai minyak mentah global berkurang 5%. Sudah bisa ditebak, harga minyak mentah langsung terbang tinggi.

Hingga sore ini, harga minyak jenis Brent melesat naik hampir 10% sementara jenis West Texas Intermediate (WTI) menguat hampir 9%. Kenaikan harga minyak mentah bukan kabar bagus bagi Indonesia, beban impor bisa meningkat tajam, dan tentunya berdampak pada defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang selama ini menjadi 'hantu' bagi ekonomi Indonesia.


Belum lagi sepanjang pekan lalu rupiah sudah menguat lumayan tajam, nyaris 1%. Ini membuat rupiah rentan terserang ambil untung (profit taking).

Investor yang merasa sudah mendapat untung dari rupiah akan tergoda melemas mata uang Tanah Air. Tekanan jual akan membuat rupiah melemah.

Tekanan bagi rupiah sedikit mereda setelah Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca dagang Indonesia mengalami surplus di bulan Agustus. Ekspor tercatat US$ 14,28 miliar sementara impor mencapai US$ 14,20 miliar. Dengan demikian surplus pada Agustus 2019 untuk neraca dagang mencapai US$ 85,1 juta, membaik dari defisit US$ 60 juta di bulan Juli.



TIM RISET CNBC INDONESIA 



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular