
Jangan Nyinyir: IHSG Terburuk Se-Asia & Rupiah Terburuk Kedua

Jakarta, CNBC Indonesia - Senin ini menjadi Senin yang begitu kelam bagi pasar keuangan tanah air. Bagaimana tidak, pasar keuangan Indonesia dilanda tekanan jual dengan intensitas yang begitu besar pada perdagangan perdana di pekan ini.
Hingga berita ini diturunkan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merupakan indeks saham acuan di Indonesia ambruk hingga 2,03% ke level 6.206,07. Sejatinya, mayoritas bursa saham utama kawasan Asia juga ditransaksikan melemah. Namun, koreksi hingga 2% lebih yang dibukukan IHSG menjadikannya indeks saham dengan kinerja terburuk di kawasan Asia.
Sementara itu, rupiah melemah sebesar 0,62% di pasar spot ke level 14.046/dolar AS. Rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia setelah rupee yang terkoreksi 0,79% melawan dolar AS.
Sejatinya, ada sentimen positif yang menyertai perdagangan hari ini yakni hubungan AS-China yang kian mesra di bidang perdagangan. Menjelang akhir pekan kemarin, Kementerian Perdagangan China mengumumkan bahwa produk-produk agrikultur asal AS seperti kedelai dan daging babi akan dimasukkan ke dalam daftar produk yang diberikan pembebasan atas bea masuk tambahan, dilansir dari CNBC International.
Pengumuman tersebut melengkapi pengumuman pada hari Rabu (11/9/2019) kala Kementerian Keuangan China mengumumkan daftar produk impor asal AS yang akan dibebaskan dari pengenaan bea masuk baru. Melansir CNBC International, ada sebanyak 16 jenis produk impor yang diberikan pembebasan oleh China, termasuk pakan ternak, obat untuk kanker, dan pelumas. Pembebasan ini akan mulai berlaku pada tanggal 17 September hingga September 2020.
Pembebasan produk agrikultur asal AS dari bea masuk tambahan diumumkan pasca Presiden AS Donald Trump mengumumkan melalui media sosial Twitter bahwa kenaikan bea masuk bagi produk impor asal China yang sebelumnya dijadwalkan akan mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober, diundur menjadi tanggal 15 Oktober.
Untuk diketahui, bea masuk yang diundur tersebut merupakan bea masuk yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 250 miliar. Pemerintahan Presiden Trump akan menaikkan bea masuk bagi produk senilai US$ 250 miliar tersebut menjadi 30%, dari yang sebelumnya 25%.
Trump mengungkapkan bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan permintaan dari Wakil Perdana Menteri China Liu He, beserta dengan fakta bahwa tanggal 1 Oktober merupakan peringatan ke 70 tahun dari lahirnya Republik Rakyat China.
Seharusnya kehadiran sentimen positif, apalagi jika berbau damai dagang AS-China, bisa memantik aksi beli atas instrumen keuangan di negara-negara Asia.
Namun apa daya, potensi perang antara AS dengan Iran membuat pelaku pasar panik dan meninggalkan instrumen keuangan di negara-negara Asia.
Pada akhir pekan kemarin, serangan menggunakan pesawat tanpa awak (drone) diluncurkan ke Arab Saudi dan menyebabkan kerusakan di kilang minyak terbesar dunia dan ladang minyak terbesar kedua di kerajaan tersebut. Akibat serangan tersebut, Saudi Aramco terpaksa memangkas produksinya hingga sekitar 50%.
Walau kaum pemberontak Houthi yang berasal dari Yemen sudah mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut, AS menuduh Iran sebagai dalangnya, sebuah tuduhan yang sudah dibantah sendiri oleh Iran.
Trump mengatakan bahwa AS kini telah siap untuk melakukan serangan, namun pihaknya menunggu konfirmasi dari Arab Saudi terkait dengan dalang di balik serangan tersebut sebelum meluncurkan aksi balasan. Perkembangan tersebut sangat mungkin membuat AS benar-benar menyerang Iran.
Untuk diketahui, tensi antar kedua negara memang sudah memanas dalam beberapa waktu terakhir. Hubungan kedua negara mulai memanas pasca AS menarik diri dari kesepakatan internasional yang bertujuan untuk membatasi ruang gerak Iran dalam mengembangkan senjata nuklir. Menurut Trump, kesepakatan tersebut tak cukup dalam membatasi ruang gerak Iran. AS pun pada akhirnya kembali mengenakan sanksi ekonomi bagi Tehran.
Bahkan, Trump sempat hampir meluncurkan serangan kepada Iran pada bulan Juni pasca drone asal AS ditembak oleh pihak Iran. Namun, Trump akhirnya melunak lantaran khawatir akan ada banyak korban jiwa yang berjatuhan jika serangan tersebut tetap dieksekusi.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Cukai Rokok Naik Drastis, Surplus Neraca Dagang Jauh di Bawah Ekspektasi
