
Ekspor RI Turun 10 Bulan Beruntun, Apa yang Salah?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 September 2019 12:21

Ambil contoh Thailand. Pada 2018, ekspor non-migas Negeri Gajah Putih didominasi oleh produk industri manufaktur seperti mesin (17,2%), peralatan elektronik (14%), dan kendaraan bermotor serta suku cadangnya (12,2%).
Ini membuat ekspor Thailand punya keunggulan kompetitif, bukan sekadar komparatif. Dengan menjual produk manufaktur, pendapatan ekspor Thailand bisa berlipat-lipat dibandingkan jika hanya menjual barang mentah.
Akibatnya, Thailand bisa menjaga kinerja ekspor mereka. Memang ada kontraksi karena penurunan permintaan global akibat perang dagang Amerika Serikat (AS) vs China, tetapi tidak sedalam di Indonesia.
Contoh lain adalah Malaysia. Pada Januari-Juli, 38,3% ekspor Negeri Jiran adalah alat listrik dan produk elektronik. Disusul oleh hasil minyak (7,3%) serta kimia dan produk kimia (5,8%).
Seperti halnya Thailand, kinerja ekspor Malaysia juga lebih baik ketimbang Indonesia karena tidak mengandalkan komoditas. Padahal Malaysia adalah salah satu produsen CPO terbesar di dunia, tetapi tidak terlena dengan menjual begitu saja.
Pelajaran yang bisa dipetik adalah, lagi-lagi, Indonesia harus berubah. Jangan menggantungkan diri kepada komoditas, yang membuat kinerja ekspor menjadi tidak jelas. Dampaknya adalah ekspor bisa membebani pertumbuhan ekonomi, bukan berkontribusi.
Indonesia harus berupaya membangun industri pengolahan. Ubah deindustrialisasi menjadi reindustrialisasi. Dengan begitu, ekspor Indonesia bisa lebih berkualitas seperti di Thailand atau Malaysia.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Ini membuat ekspor Thailand punya keunggulan kompetitif, bukan sekadar komparatif. Dengan menjual produk manufaktur, pendapatan ekspor Thailand bisa berlipat-lipat dibandingkan jika hanya menjual barang mentah.
Akibatnya, Thailand bisa menjaga kinerja ekspor mereka. Memang ada kontraksi karena penurunan permintaan global akibat perang dagang Amerika Serikat (AS) vs China, tetapi tidak sedalam di Indonesia.
Contoh lain adalah Malaysia. Pada Januari-Juli, 38,3% ekspor Negeri Jiran adalah alat listrik dan produk elektronik. Disusul oleh hasil minyak (7,3%) serta kimia dan produk kimia (5,8%).
![]() |
Seperti halnya Thailand, kinerja ekspor Malaysia juga lebih baik ketimbang Indonesia karena tidak mengandalkan komoditas. Padahal Malaysia adalah salah satu produsen CPO terbesar di dunia, tetapi tidak terlena dengan menjual begitu saja.
Pelajaran yang bisa dipetik adalah, lagi-lagi, Indonesia harus berubah. Jangan menggantungkan diri kepada komoditas, yang membuat kinerja ekspor menjadi tidak jelas. Dampaknya adalah ekspor bisa membebani pertumbuhan ekonomi, bukan berkontribusi.
Indonesia harus berupaya membangun industri pengolahan. Ubah deindustrialisasi menjadi reindustrialisasi. Dengan begitu, ekspor Indonesia bisa lebih berkualitas seperti di Thailand atau Malaysia.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Most Popular