
Kejatuhan Harga Komoditas dan Harga Mahal untuk Ekonomi RI

Macro insight
- Bank Dunia dalam laporannya Global Economic Prospects edisi Januari 2023 memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2023 menjadi hanya 1,7%, jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya 3%.
Perlambatan ekonomi global disebabkan kebijakan moneter ketat di hampir semua negara. Perlambatan ekonomi global tersebut akan berimbas pada melandainya laju perdagangan global menjadi 1,6% pada 2023. Pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah pada 2022 yang diperkirakan mencapai 4%.
- Melandainya perdagangan global tentu saja akan berimbas pada laju ekspor serta harga komoditas andalan Indonesia, mulai dari minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), batu bara hingga nikel.
Harga komoditas telah melambungkan ekspor Indonesia pada tahun lalu. Ekspor Indonesia pada Januari-November 2022 melonjak 28,16% menjadi US$ 268,18 miliar dan surplus tercatat US$ 5,16 miliar. Ekspor juga berkali-kali mencetak rekor. Terakhir, rekor terbesar tercatat pada Agustus 2022 sebesar US$ 27, 86 miliar.
Secara bulanan, Indonesia juga sudah mencatat surplus selama 31 bulan secara beruntun.
Merujuk data Refinitiv, harga pasir hitam merosot 9,36% pekan lalu. Harga batu bara juga sudah terlempar dari level psikologis US$ 400 per ton.
Sejak 7 Oktober 2022, harga batu bara hanya sekali mampu menembus level US$ 400 per ton yakni pada 6 Desember 2022.
Rata-rata harga minyak sawit mentah pada Desember 2022 ada di kisaran MYR 3.966,86 per ton, turun dibandingkan pada November 2022 yang tercatat MYR 4.170,3 per ton.
Melemahnya harga CPO dan batu bara tentu saja akan berdampak besar ke laju ekspor Indonesia mengingat kedua komoditas menyumbang ekspor sekitar 30% dari total ekspor Indonesia.
-Melandainya harga komoditas juga dikhawatirkan berimbas pada pertumbuhan dan daya beli masyarakat di kantong-kantong komoditas Indonesia.
Peran ekspor kepada laju pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat pesat sejak harga komoditas merangkak naik pada pertengahan 2021. Bila pada 2020, peran ekspor kepada pertumbuhan hanya 17% maka angkanya melonjak menjadi 22% pada 2021 dan sebesar 24,7% pada Januari-September 2022.
Ekspor juga mampu melambungkan pertumbuhan ekonomi di pusat komoditas seperti Provinsi Kalimantan Timur yang banyak bertumpu pada aktivitas tambang batu bara diperkirakan berimbas. Demikian juga, pertumbuhan Provinsi Riau dan Sumatera Utara yang banyak bergantung kepada CPO.
Provinsi lain seperti Maluku Utara dan Papua juga banyak menggantungkan pergerakan ekonominya ke komoditas.