
Ancaman Perang Teluk Sampai Gaduh KPK, Rupiah Terlemah Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 September 2019 10:27

Faktor eksternal dan domestik menjadi beban berat buat rupiah. Dari sisi eksternal, rupiah dan mata uang Asia terpapar aksi jual karena investor khawatir dengan perkembangan di Timur Tengah.
Akhir pekan lalu, terjadi serangan di fasilitas pengolahan minyak milik Saudi Aramco (raksasa migas asal Arab Saudi). Tidak main-main, serangan itu membuat kapasitas produksi berkurang 5,7 juta barel/hari atau sekitar separuh dari total produksi minyak Arab Saudi.
Seluruh mata langsung mengarahkan pandangan kepada Iran. Negeri Persia dituding menjadi pelaku serangan yang disebut-sebut menggunakan misil jelajah (cruise missile) tersebut.
"Tidak diragukan lagi, Iran yang bertanggung jawab atas semua ini. Bagaimanapun Anda berkilah, tidak bisa menghindar lagi. Tidak ada kandidat lain," tegas sang pejabat, seperti diberitakan Reuters.
Teheran tentu tidak terima atas tuduhan tersebut. Abbas Mousavi, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, menyatakan bahwa tudingan AS dan sekutunya tidak berdasar.
Bahkan Iran siap apabila harus berperang dengan AS dan sekutunya. Amarali Hajizadeh, Kepala Staff Angkatan Udara Garda Revolusioner Iran, mengungkapkan pangkalan AS di Timur Tengah masuk dalam jangkauan misil mereka.
"Semua orang harus tahu bahwa seluruh basis pangkalan AS dan kapal induk mereka dalam jarak lebih dari 2.000 km di sekitar Iran masuk dalam cakupan misil kami. Iran selalu siap untuk perang dalam skala penuh," tegasnya, seperti diwartakan Reuters.
AS dan Iran sudah bersiap angkat senjata. Kalau situasi memburuk dan ada pemantik labih lanjut, bukan tidak mungkin Perang Teluk Jilid III bakal meletus.
"Investigasi sedang berlangsung untuk menemukan pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan eksekusi aksi teror ini. Kami akan mengambil langkah yang diperlukan untuk menjaga aset-aset nasional dan memastikan ketahanan energi serta perekonomian global," tegas Kolonel Turki Al Malki, Juru Bicara Koalisi Angkatan Bersenjata Legitimasi Yaman, seperti diberitakan Reuters.
Perang jelas sebuah risiko besar, baik itu terhadap kemanusian, sosial, sampai ekonomi. Dibayangi oleh ancaman konflik bersenjata yang meningkat, investor berbondong-bondong mengamankan diri ke safe haven assets, salah satunya emas. Aset-aset berisiko di negara berkembang tidak menjadi pilihan sehingga rupiah dkk di Asia melemah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Akhir pekan lalu, terjadi serangan di fasilitas pengolahan minyak milik Saudi Aramco (raksasa migas asal Arab Saudi). Tidak main-main, serangan itu membuat kapasitas produksi berkurang 5,7 juta barel/hari atau sekitar separuh dari total produksi minyak Arab Saudi.
Seluruh mata langsung mengarahkan pandangan kepada Iran. Negeri Persia dituding menjadi pelaku serangan yang disebut-sebut menggunakan misil jelajah (cruise missile) tersebut.
"Tidak diragukan lagi, Iran yang bertanggung jawab atas semua ini. Bagaimanapun Anda berkilah, tidak bisa menghindar lagi. Tidak ada kandidat lain," tegas sang pejabat, seperti diberitakan Reuters.
Teheran tentu tidak terima atas tuduhan tersebut. Abbas Mousavi, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, menyatakan bahwa tudingan AS dan sekutunya tidak berdasar.
Bahkan Iran siap apabila harus berperang dengan AS dan sekutunya. Amarali Hajizadeh, Kepala Staff Angkatan Udara Garda Revolusioner Iran, mengungkapkan pangkalan AS di Timur Tengah masuk dalam jangkauan misil mereka.
"Semua orang harus tahu bahwa seluruh basis pangkalan AS dan kapal induk mereka dalam jarak lebih dari 2.000 km di sekitar Iran masuk dalam cakupan misil kami. Iran selalu siap untuk perang dalam skala penuh," tegasnya, seperti diwartakan Reuters.
AS dan Iran sudah bersiap angkat senjata. Kalau situasi memburuk dan ada pemantik labih lanjut, bukan tidak mungkin Perang Teluk Jilid III bakal meletus.
"Investigasi sedang berlangsung untuk menemukan pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan eksekusi aksi teror ini. Kami akan mengambil langkah yang diperlukan untuk menjaga aset-aset nasional dan memastikan ketahanan energi serta perekonomian global," tegas Kolonel Turki Al Malki, Juru Bicara Koalisi Angkatan Bersenjata Legitimasi Yaman, seperti diberitakan Reuters.
Perang jelas sebuah risiko besar, baik itu terhadap kemanusian, sosial, sampai ekonomi. Dibayangi oleh ancaman konflik bersenjata yang meningkat, investor berbondong-bondong mengamankan diri ke safe haven assets, salah satunya emas. Aset-aset berisiko di negara berkembang tidak menjadi pilihan sehingga rupiah dkk di Asia melemah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular