
Harga Surat Utang Pemerintah Bergerak Turun
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
06 September 2019 12:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas harga obligasi rupiah pemerintah seri acuan melemah pada perdagangan hari ini. Sayang sekali, karena banyak sentimen positif yang semestinya bisa mendongkrak harga Surat Berharga Negara (SBN).
Pada Jumat (6/9/2019), koreksi harga surat utang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terjadi di empat seri acuan. Penurunan harga SBN tercermin dari kenaikan imbal hasil (yield).
Pelemahan harga SBN hari ini membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah Amerika Serikat (AS) adalah 573 bps. Menyempit dari posisi kemarin yaitu 575 bps.
Terkait dengan obligasi pemerintah AS, masih terjadi inversi di tenor 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, 3 tahun-5 tahun, dan 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada yield tenor 2 tahun-10 tahun yang mulai menghilang 2 hari terakhir. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati obligasi seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek. Oleh karena itu, inversi yield menjadi indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Dari pasar surat utang negara berkembang dan negara maju, koreksi juga terjadi sehingga yield mayoritas obligasi negara tersebut naik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Pada Jumat (6/9/2019), koreksi harga surat utang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terjadi di empat seri acuan. Penurunan harga SBN tercermin dari kenaikan imbal hasil (yield).
Terkait dengan obligasi pemerintah AS, masih terjadi inversi di tenor 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, 3 tahun-5 tahun, dan 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada yield tenor 2 tahun-10 tahun yang mulai menghilang 2 hari terakhir. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati obligasi seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek. Oleh karena itu, inversi yield menjadi indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Dari pasar surat utang negara berkembang dan negara maju, koreksi juga terjadi sehingga yield mayoritas obligasi negara tersebut naik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular