Asing Mau Kabur ke Mana? Tak Ada Tempat yang Benar-benar Aman

tahir saleh, CNBC Indonesia
06 September 2019 10:21
Saat ini investor memang mencari tempat investasi yang aman.
Foto: Wijayanto Samirin, Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi

Jakarta, CNBC Indonesia - Derasnya aliran modal asing yang keluar (capital ouotflow) dalam sebulan terakhir, baik di pasar obligasi maupun pasar saham dinilai karena faktor friksi perang dagang AS-China sehingga memicu investor berupaya mengamankan aset serta mencari alternatif tujuan investasi lain.

Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi, Wijayanto Samirin, mengatakan saat ini investor memang mencari tempat investasi yang aman di tengah kecamuk perang dagang, geopolitik, dan ancaman resesi global. Hanya saja, tidak bisa dijamin bahwa ada negara yang aman dari gesekan sentimen negatif.

"Investor [lari] ke mana? Tidak ada tempat yang benar-benar aman saat ini, even [bahkan] AS," katanya dalam talkshow dengan CNBC Indonesia, Kamis (5/9/2019).


Pernyataan ini diungkapkan mengingat masih tingginya aliran modal keluar dari pasar keuangan Tanah Air. Data perdagangan di Bursa Efek Indonesia bahkan mencatat, sepanjang tahun berjalan hingga awal September, investor asing memang masih membukukan aksi beli bersih (net buy) mencapai RP 53,78 triliun.

Akan tetapi, pada Agustus saja aliran modal mulai seret. Investor asing malah mencatatkan aksi jual bersih (net sell) hingga Rp 9,7 triliun. Situasi yang sama juga terlihat di pasar obligasi pemerintah.

Melansir data Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko Kementerian Keuangan, kepemilikan investor asing sepanjang bulan Agustus turun Rp 9,37 triliun dari Rp 1.018,9 triliun menjadi Rp 1.009,6 triliun.

Jadi total dana asing yang keluar di pasar saham dan obligasi mencapai Rp 19,07 triliun. Tidak heran rupiah melemah nyaris 1% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang bulan lalu karena kekurangan 'darah'.

Friksi dagang AS dan China yang dinilai alot cenderung tereskalasi membuat investor asing perlahan kabur dari pasar keuangan Tanah Air. Sentimen ini menjadi pemeran utama yang membuat investor memilih bermain aman dan meninggalkan instrumen berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Sebab itu, Wijayanto menegaskan di tengah kondisi rapuh alias fragile ini, pemerintah harus menjaga kepercayaan diri pasar sehingga investor bisa meyakini bahwa apa yang mereka investasikan di Nusantara bisa aman dan menguntungkan.

"Menjaga kepercayaan, bahwa utang yang kita peroleh, dipakai untuk produktif, kita juga bisa dorong pereonomian, CAD [defisit transaksi berjalan/current account deficit) juga harus bisa kita ditekan, caranya dengan membuka pasar di luar negeri. Dan terus dorong capital inflow," katanya.

Sebelumnya Bank Dunia juga menitipkan pesan kepada Indonesia untuk memperkuat ketahanan eksternal. Di tengah situasi global yang tidak pasti, ketahanan eksternal menjadi kunci.

Ketahanan eksternal biasanya dicerminkan dalam transaksi berjalan (current account). Transaksi berjalan dalam salah satu pos dalam neraca pembayaran yang berisikan arus devisa dari ekspor-impor barang dan jasa.

"Kondisi ekonomi saat ini sedang melemah, risiko resesi pada ekonomi global meningkat. Cara yang paling baik adalah memperbaiki transaksi berjalan, juga memperbaiki aliran portofolio," kata Rodrigo Chavez, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, usai pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (JokowI).

CAD yang dialami Indonesia terjadi sejak 2011. Puncaknya terjadi pada kuartal II-2014, di mana kala itu defisit mencapai 4,26% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Simak potensi perlambatan ekonomi membayangi.

[Gambas:Video CNBC]


(tas/hps) Next Article Singapura Dapat Berkah Rp 56 T dari Kekacauan Hong Kong

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular