Waspada, September Terbukti Tak Bersahabat Bagi Wall Street!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
04 September 2019 06:43
Perang Dagang AS-China Kian Bikin Gemetar
Foto: CNBC

Ada sejumlah faktor yang berpotensi membuat Wall Street melemah di sepanjang bulan ini. Pertama, perang dagang AS-China yang kian hari kian membuat gemetar.

Seperti yang diketahui, pada tanggal 1 September waktu setempat AS resmi memberlakukan bea masuk baru sebesar 15% yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 112 miliar. Pakaian, sepatu, hingga kamera menjadi bagian dari daftar produk yang diincar AS pada kesempatan ini.

Di sisi lain, aksi balasan dari China berlaku selepas AS bersikeras menerapkan bea masuk baru terhadap Beijing. China mengenakan bea masuk baru yang berkisar antara 5-10% bagi sebagian produk yang masuk dalam daftar target senilai US$ 75 miliar. Daging babi, daging sapi, dan berbagai produk pertanian lainnya tercatat masuk dalam daftar barang yang menjadi lebih mahal per tanggal 1 September kemarin.

Untuk diketahui, AS masih akan mengenakan bea masuk baru terhadap berbagai produk impor China lainnya pada tanggal 15 Desember. Jika ditotal, nilai barang yang terdampak dari kebijakan AS pada hari ini dan tanggal 15 Desember nanti adalah US$ 300 miliar, dilansir dari CNBC International.

Sementara itu, sisa barang dalam daftar target senilai US$ 75 miliar yang hingga kini belum dikenakan bea masuk baru oleh China, akan mulai terdampak pada tanggal 15 Desember. 

Perkembangan terbaru, menurut sumber-sumber yang mengetahui masalah tersebut, pejabat pemerintahan AS dan China kini sedang kesulitan untuk menyetujui gelaran negosiasi dagang secara tatap muka antar delegasi kedua negara yang rencananya akan digelar pada bulan ini, melansir Bloomberg.

Penyebabnya, AS menolak permintaan dari Beijing untuk menunda pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang dimulai pada akhir pekan kemarin.

Padahal, sebelumya Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa negosiasi dagang masih terjadwal, sembari mengindikasikan bahwa kedua negara berada di jalur yang tepat untuk menggelar pertemuan tatap muka yang sangat dinantikan oleh pelaku pasar tersebut.

“Kami berbicara dengan China, pertemuan (tatap muka) masih terjadwal seperti yang kalian ketahui, di bulan September. Itu belumlah berubah – mereka belum mengubahnya, kami juga belum. Kita lihat saja apa yang akan terjadi,” kata presiden AS ke-45 tersebut pada akhir pekan kemarin, dilansir dari Bloomberg.

Ada potensi yang sangat besar bahwa perang dagang AS-China akan kembali tereskalasi dalam waktu dekat dan membawa perekonomian keduanya mengalami hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Untuk diketahui, pada tahun 2018, International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.

Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.

Sementara untuk China, pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 diproyeksikan melandai ke level 6,2%, dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Pada tahun depan, pertumbuhannya kembali diproyeksikan melandai menjadi 6%.

Tanda-tanda bahwa perekonomian AS akan mengalami hard landing kemarin kembali terlihat. Manufacturing PMI periode Agustus 2019 versi Institute for Supply Management (ISM) diumumkan di level 49,1, menandai kontraksi aktivitas manufaktur pertama di AS sejak tahun 2016.

Kala dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia mengalami yang namanya hard landing, maka perekonomian dunia dipastikan akan mengalami tekanan yang signifikan juga.

Pada akhirnya, instrumen yang relatif berisiko seperti saham akan ditinggalkan pelaku pasar.

BERLANJUT KE HALAMAN 3 -> Bukan Cuma Perang Dagang, Brexit Juga Bikin Gemetar

(ank)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular