Perang Dagang Bisa Memanas, Bursa Asia Terkerek Data Ekonomi

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 September 2019 17:18
Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan hari ini di zona hijau.
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Issei Kato)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan hari ini, Selasa (3/9/2019) di zona hijau: indeks Nikkei naik tipis 0,02%, indeks Shanghai menguat 0,21%, dan indeks Straits Times terapresiasi 0,25%.

Sejatinya, perkembangan perang dagang AS-China yang tak positif membayangi pergerakan bursa saham Benua Kuning pada hari ini. Menurut sumber-sumber yang mengetahui masalah tersebut, pejabat pemerintahan AS dan China kini sedang kesulitan untuk menyetujui gelaran negosiasi dagang secara tatap muka antar delegasi kedua negara yang rencananya akan digelar pada bulan ini, melansir Bloomberg.

Penyebabnya, AS menolak permintaan dari Beijing untuk menunda pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang dimulai pada akhir pekan kemarin.


Padahal, sebelumnya Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa negosiasi dagang masih terjadwal, sembari mengindikasikan bahwa kedua negara berada di jalur yang tepat untuk menggelar pertemuan tatap muka yang sangat dinantikan oleh pelaku pasar tersebut.

"Kami berbicara dengan China, pertemuan (tatap muka) masih terjadwal seperti yang kalian ketahui, di bulan September. Itu belumlah berubah - mereka belum mengubahnya, kami juga belum. Kita lihat saja apa yang akan terjadi," kata presiden AS ke-45 tersebut pada akhir pekan kemarin, dilansir dari Bloomberg.

Seperti yang diketahui, pada tanggal 1 September waktu setempat AS resmi memberlakukan bea masuk baru sebesar 15% yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 112 miliar. Pakaian, sepatu, hingga kamera menjadi bagian dari daftar produk yang diincar AS pada kesempatan ini.

Di sisi lain, aksi balasan dari China berlaku selepas AS bersikeras menerapkan bea masuk baru terhadap Beijing. China mengenakan bea masuk baru yang berkisar antara 5-10% bagi sebagian produk yang masuk dalam daftar target senilai US$ 75 miliar. Daging babi, daging sapi, dan berbagai produk pertanian lainnya tercatat masuk dalam daftar barang yang menjadi lebih mahal per tanggal 1 September kemarin.

Untuk diketahui, AS masih akan mengenakan bea masuk baru terhadap berbagai produk impor China lainnya pada tanggal 15 Desember. Jika ditotal, nilai barang yang terdampak dari kebijakan AS pada hari ini dan tanggal 15 Desember nanti adalah US$ 300 miliar, dilansir dari CNBC International.

Sementara itu, sisa barang dalam daftar target senilai US$ 75 miliar yang hingga kini belum dikenakan bea masuk baru oleh China, akan mulai terdampak pada tanggal 15 Desember.

Ada potensi yang sangat besar bahwa perang dagang AS-China akan kembali tereskalasi dalam waktu dekat dan membawa perekonomian keduanya mengalami hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Kala dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia mengalami yang namanya hard landing, maka perekonomian dunia dipastikan akan mengalami tekanan yang signifikan juga.

Beruntung, rilis data ekonomi China yang menggembirakan sukses memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Kemarin (2/9/2019), Manufacturing PMI China periode Agustus 2019 versi Caixin diumumkan di level 50,4, lebih baik dari konsensus yang memperkirakannya di level 49,8, seperti dilansir dari Trading Economics.

Sebagai informasi, angka di atas 50 berarti aktivitas manufaktur membukukan ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi.

Pada dua bulan sebelumnya (Juni dan Juli), aktivitas manufaktur China tercatat selalu membukukan kontraksi. Alhasil, ekspansi yang dicatatkan pada bulan Agustus sukses mendorong pelaku pasar untuk melakukan aksi beli di bursa saham Asia.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/tas) Next Article Top! Awal Tahun Bursa Asia Hijau, Tanda akan Bangkitkah?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular