
Investor Lokal Tarik Cuan, Saham INCO, ANTM & TINS Ambruk!

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebanyak tiga emiten pertambangan mineral nikel, timah, dan emas amblas saat ditutup pada perdagangan Selasa ini (3/9/2019) setelah investor domestik dan asing mulai merealisasikan keuntungan pasca-saham emiten sektor ini melonjak Senin kemarin.
Penguatan saham-saham emiten tambang mineral yang berlangsung Senin kemarin terjadi setelah pemerintah resmi akan melarang ekspor nikel mulai 1 Januari 2020 demi memperkuat nilai tambah komoditas mineral ini di dalam negeri. Larangan ekspor ini pun mendorong ekspektasi suplai akan berkurang sehingga harga nikel naik.
Berdasarkan International Nickel Study Group (INSG), pada tahun 2017 Indonesia menduduki posisi kedua sebagai produsen nikel terbesar dengan kapasitas produksi mencapai 205.000 ton.
Mengacu data perdagangan BEI, penutupan sesi II, saham PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) amblas hingga 3,53% di level Rp 3.830/saham, padahal di awal perdagangan hari ini koreksi semula hanya 0,25%. Bahkan kemarin saham INCO meroket hingga 20%.
Jika di sesi pagi investor asing keluar di saham INCO sebanyak Rp 9,40 miliar, namun saat ditutup tadi sore, asing belanja atau net buy hingga Rp 3 miliar di pasar reguler. Dalam 5 hari perdagangan terakhir, asing memborong 59,53 miliar di pasar reguler.
Saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) juga minus lebih dalam yakni 5,13% di level Rp 1.110/saham. Padahal tadi pagi hanya koreksi 2,14% di level Rp 1.140/saham.
Senin kemarin saham Antam sempat menguat hingga 9%. Penurunan ini akibat investor domestik merealisasikan keuntungan (profit-taking), sementara asing malahan net buy hari ini Rp 64,64 miliar.
Adapun saham PT Timah Tbk. (TINS) juga terkoreksi dalam hingga 4,95% di level Rp 1.055/saham, padahal di awal sesi hanya minus 0,90% di level Rp 1.100/saham. Asing keluar di saham TINS sebesar Rp 4,63 miliar di semua pasar.
Dari sisi harga nikel, pada perdagangan Senin kemarin (2/9/2019), harga nikel dunia kembali ditutup menguat setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) secara resmi mengumumkan larangan ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020.
Goldman Sachs dalam catatan hari Minggu bahkan memprediksi bahwa harga nikel di bursa London Metal Exchange (LME) dapat menyentuh level US$ 20.000/metrik ton dalam 3 bulan ke depan, level yang tidak pernah dilihat sejak Mei 2014, dilansir dari Reuters.
Pelarangan ekspor oleh Indonesia akan menghapus sekitar 10% pasokan nikel dunia dan "menciptakan ketidakpastian pasokan yang substansial," tulis bank investasi tersebut dalam catatannya. Peningkatan harga tersebut berdasarkan asumsi bahwa Indonesia akan sepenuhnya melarang ekspor bijih nikel pada akhir tahun ini.
Simak penjelasan Luhut soal larangan ekspor nikel.
(tas/hps) Next Article Ekspor Nikel Disetop, Saham INCO & ANTM Diborong Asing!
