
Obligasi Zero Kupon Sedang Tren, Kok di RI Belum Diminati
Monica Wareza, CNBC Indonesia
23 August 2019 14:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam rangka mendanai ekspansi, emiten berupaya untuk melakukan diversifikasi sumber pembiayaan agar lebih kompetitif dan lebih murah. Belakangan ini, perusahaan dari sektor konstruksi aktif mencari pendanaan dari pasar modal dengan menerbitkan obligasi.
Seiring dengan berkembangnya pasar surat utang, banyak bermunculan jenis-jenis obligasi yang intinya bisa menjadi opsi skema pembiayaan dan disesuaikan dengan kondisi arus kas. Tak hanya bermanfaat untuk investor, tetapi juga bisa memberikan keuntungan maksimal untuk investor.
Salah satu jenis surat utang adalah obligasi dengan skema tanpa kupon alias zero coupon bond. Instrumen ini diartikan sebagai surat utang tanpa bunga hingga surat utang tersebut jatuh tempo, namun investor membeli surat utang tersebut dengan harga diskon lalu kemudian menerima pembayaran dengan nilai penuh ketika obligasi ini jatuh tempo.
Instrumen ini terbilang baru di Indonesia, hingga saat ini masih belum ada korporasi baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menerbitkannya.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Marutho mengatakan meski saat ini diversifikasi surat utang sudah mulai berkembang, namun pasar belum sepenuhnya menerimanya. Masih diperlukan edukasi kepada invetor untuk lebih mengenai perbedaan-perbedaan dari instrumen tersebut.
"Sekarang sudah banyak diversifikasi untuk produk-produk pendapatan tetap. Itu variasi saja meski pasar belum bisa menerima sepenuhnya, tapi perlu diterbitkan produk itu untuk pengenalan," kata Ramdhan kepada CNBC Indonesia, Kamis (22/8/2019).
Untuk menerbitkan obligasi tersebut dinilai dalam kondisi market yang stabil agar bisa laku keras. Meski, investor yang potensial masih dari institusi dengankriteria investas jangka panjang seperti dana pensiun.
"Cuma balik lagi ke investornya, bisa menerima atau tidak," tegas dia.
Direktur Utama Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Yoyok Isharsaya mengatakan investor juga mempertimbangkan tingkat return on investment (RoI) dari perusahaan yang menerbitkan surat utang tersebut.
Menurut dia, tak hanya kestabilan pasar tapi dua hal lainnya yang menjadi pertimbangan pasar dalam menyerap instrumen tersebut ada kinerja dari emiten yang menerbitkan surat utang. Tingkat permintaan juga akan bergantung pada kondisi makroekonomi negara.
"Apapun instrumennya jika RoI nya menarik, pasti akan diburu investor," kata dia.
Saat ini satu emiten BUMN yang berencana untuk menerbitkan zero coupon bond adalah PT Jasa Marga Tbk. (JSMR). Jumlah nilai utangnya mencapai Rp 2 triliun, namun bersama dengan jenis surat utang lainnya.
"Sedang mencoba untuk menerbitkan step up coupon bond dan zero coupon bond. Masih menunggu, soalnya masih belum cocok (pricingnya)," kata Donny Arsal, Direktur Keuangan Jasa Marga di Hotel Pullman, Jakarta, Senin (6/5/2019).
(hps/hps) Next Article Likuiditas Seret, Korporasi Ramai-ramai Terbitkan Obligasi
Seiring dengan berkembangnya pasar surat utang, banyak bermunculan jenis-jenis obligasi yang intinya bisa menjadi opsi skema pembiayaan dan disesuaikan dengan kondisi arus kas. Tak hanya bermanfaat untuk investor, tetapi juga bisa memberikan keuntungan maksimal untuk investor.
Salah satu jenis surat utang adalah obligasi dengan skema tanpa kupon alias zero coupon bond. Instrumen ini diartikan sebagai surat utang tanpa bunga hingga surat utang tersebut jatuh tempo, namun investor membeli surat utang tersebut dengan harga diskon lalu kemudian menerima pembayaran dengan nilai penuh ketika obligasi ini jatuh tempo.
Instrumen ini terbilang baru di Indonesia, hingga saat ini masih belum ada korporasi baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menerbitkannya.
"Sekarang sudah banyak diversifikasi untuk produk-produk pendapatan tetap. Itu variasi saja meski pasar belum bisa menerima sepenuhnya, tapi perlu diterbitkan produk itu untuk pengenalan," kata Ramdhan kepada CNBC Indonesia, Kamis (22/8/2019).
Untuk menerbitkan obligasi tersebut dinilai dalam kondisi market yang stabil agar bisa laku keras. Meski, investor yang potensial masih dari institusi dengankriteria investas jangka panjang seperti dana pensiun.
"Cuma balik lagi ke investornya, bisa menerima atau tidak," tegas dia.
Direktur Utama Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Yoyok Isharsaya mengatakan investor juga mempertimbangkan tingkat return on investment (RoI) dari perusahaan yang menerbitkan surat utang tersebut.
Menurut dia, tak hanya kestabilan pasar tapi dua hal lainnya yang menjadi pertimbangan pasar dalam menyerap instrumen tersebut ada kinerja dari emiten yang menerbitkan surat utang. Tingkat permintaan juga akan bergantung pada kondisi makroekonomi negara.
"Apapun instrumennya jika RoI nya menarik, pasti akan diburu investor," kata dia.
Saat ini satu emiten BUMN yang berencana untuk menerbitkan zero coupon bond adalah PT Jasa Marga Tbk. (JSMR). Jumlah nilai utangnya mencapai Rp 2 triliun, namun bersama dengan jenis surat utang lainnya.
"Sedang mencoba untuk menerbitkan step up coupon bond dan zero coupon bond. Masih menunggu, soalnya masih belum cocok (pricingnya)," kata Donny Arsal, Direktur Keuangan Jasa Marga di Hotel Pullman, Jakarta, Senin (6/5/2019).
(hps/hps) Next Article Likuiditas Seret, Korporasi Ramai-ramai Terbitkan Obligasi
Most Popular