Likuiditas Seret, Korporasi Ramai-ramai Terbitkan Obligasi

Haryanto, CNBC Indonesia
14 May 2020 11:19
US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona telah membuat sejumlah perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negera (BUMN) ramai menerbitkan obligasi guna memenuhi kebutuhan likuiditas karena seretnya pendapatan yang dihasilkan. Obligasi bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan dana segar demi berjalannya usaha.

Obligasi adalah surat utang yang dapat dipindahtangankan, yang berisi perjanjian dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. Tak jauh berbeda dengan saham, obligasi juga bisa diperjualbelikan.

Perusahaan pelat merah belakangan aktif menerbitkan obligasi global (global bond) dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS) untuk kebutuhan likuiditas. Tercatat ada empat BUMN yang sudah dan sedang mempersiapkan global bond dengan nilai mencapai US$ 5,6 miliar atau setara Rp 83,46 triliun (kurs Rp 14.900/US$).

Kemarin, perusahaan induk BUMN pertambangan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) atau MIND ID menyampaikan akan menerbitkan obligasi global senilai US$ 2,5 miliar atau setara dengan Rp 37,5 triliun. Dana hasil penerbitan ini akan digunakan perusahaan untuk melakukan pembiayaan kembali (refinancing) utang jatuh tempo dan modal kerja perusahaan.

Selain itu, emiten jasa dan investasi menara telekomunikasi Grup Northstar, PT Centratama Telekomunikasi Indonesia Tbk (CENT), melalui anak usahanya, PT Centratama Menara Indonesia, berencana menerbitkan surat utang denominasi dolar AS di Singapore Exchange Securities Trading Limited (Bursa Efek Singapura). Nilai surat utang adalah sebanyak-banyaknya US$ 500 juta atau setara dengan Rp 7,5 triliun (asumsi kurs Rp 14.900/US$) sebagaimana terungkap dalam dokumen prospektus di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Sementara itu, ada dua perusahaan pelat merah yang sukses menerbitkan surat utang global (global bond) berdenominasi dolar AS yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dan PT Hutama Karya (Persero). Bahkan BUMN lainnya juga didorong untuk mencari sumber pendanaan alternatif .

Salah satu faktor penerbitan obligasi tersebut adalah karena investor khawatir dengan volatilitas pasar yang tinggi, ditambah dengan kondisi likuiditas di pasar yang mulai ketat hingga terjadinya persaingan antar bank untuk berebut likuiditas, maka dana segar perlu dicari.

Lalu bagaimana dengan korporasi negara-negara lain di tengah badai pandemi covid-19 yang mengakibatkan goncangan arus kas perusahaan. Apakah melakukan hal yang sama seperti di dalam negeri yang juga menerbitkan obligasi.

Melansir dari Reuters, setidaknya sembilan emiten perusahaan di AS dengan imbal hasil tinggi (high-yield) akan menerbitkan obligasi pada Rabu (13/5/2020) waktu setempat dalam salah satu hari tersibuk di pasar primer tahun ini. Emiten perusahaan kapal pesiar Royal Caribbean.

Penerbitan obligasi lainnya termasuk perusahaan Uber, operator kasino Boyd Gaming, pialang asuransi Hub International, pembuat baterai mobil Power Solutions (Clarios Global), perusahaan periklanan Outfront Media, operator resor pegunungan Boyne USA, pembuat ban Goodyear, dan promotor acara Live Nation.

Sementara bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) mengatakan sebuah fasilitas yang dirancang untuk membeli utang perusahaan yang memenuhi syarat dari investor akan diluncurkan pada 12 Mei 2020, membawa bagian penting dari program pinjaman darurat virus corona bank sentral AS secara online setelah antisipasi selama berminggu-minggu.

Fasilitas kredit korporasi pasar sekunder yang disebut akan memulai pembelian dana yang diperdagangkan di bursa yang memenuhi syarat yang diinvestasikan dalam utang perusahaan pada hari Selasa, New York Fed mengatakan pada situs webnya hari Senin. Ini pertama kali diumumkan pada bulan Maret dan telah memainkan peran penting dalam menjaga pasar keuangan yang relatif tenang sejak saat itu.

Fasilitas kredit perusahaan adalah di antara sembilan program pinjaman darurat yang diluncurkan oleh The Fed untuk membantu meredam pukulan terhadap ekonomi AS dari pandemi dan menjaga kredit tetap mengalir. Ini menandai eskalasi dramatis dari intervensi bank sentral di pasar keuangan dengan melangkah ke dalam utang perusahaan, berpotensi termasuk pembelian beberapa sekuritas tingkat sub-investasi, untuk pertama kalinya sejak 1950-an.

Sementara itu, seorang kepala investasi Arbuthnot Latham & Co Ltd., Greg Perdon mengatakan "kami memutuskan untuk mengurangi eksposur ekuitas global kami demi obligasi korporasi layak investasi."  Perdon juga menambahkan "kami memiliki preferensi untuk obligasi yang akan mendapat manfaat dari intervensi bank sentral. Nilai investasi mungkin tidak memiliki banyak sisi positif, tetapi mereka memiliki dasar."

Banyak selera untuk utang perusahaan berasal dari pandangan bahwa ekuitas terlihat dinilai terlalu tinggi. Perdon menganggap kelas aset tampak terjerat dalam reli pasar yang turun (bears market) , dan kemungkinan aksi jual lainnya.

Meski obligasi korporasi gencar diterbitkan, analis menilai penerbitan surat utang korporasi memang terbilang sepi di dalam negeri sejak awal tahun, jauh berbeda dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Salah satunya adalah analis Fixed Income PT MNC Sekuritas I Made Adi Saputra mengatakan investor dalam negeri, terutama investor institusi juga mulai berhati-hati dalam menempatkan dananya. Instrumen yang lebih likuid seperti deposito dan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi pilihan yang lebih tepat dalam kondisi saat ini.

Selain itu, salah satu hal yang ditakutkan pemegang obligasi korporasi adalah kebangkrutan perusahaan yang mengeluarkan obligasi tersebut. Sebab jika perusahaan yang mengeluarkan obligasi mengalami kebangkrutan, maka perusahaan tersebut tidak akan mampu membayar harga pasaran obligasi sehingga merugikan pemegang obligasi.

Sebagai kesimpulan, emiten perusahaan harus mengakui fakta-fakta ini: ketidakpastian yang sangat tinggi dan prospek usaha cukup suram akibat pandemi virus corona. Oleh karena itu perusahaan harus mencari dana segar untuk biaya likuiditas.

Penerbitan obligasi korporasi juga seiring akibat runtuhnya permintaan konsumen yang disebabkan oleh lockdown guna meredan penyebaran virus, sehingga perusahaan selalu cenderung memangkas pengeluaran. Baik pembelian kembali hingga pembagian dividen yang semakin merusak daya tarik saham.

TIM RISET CNBC INDONESIA




(har/har) Next Article Cemas dengan Ketidakpastian, Obligasi Tenor Pendek Diburu

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular