Pidato Jokowi Optimistis, Bos BEI Kian Pede dengan Target

Monica Wareza, CNBC Indonesia
16 August 2019 17:03
Bursa Efek Indonesia (BEI) optimistis dengan target yang dipatok pemerintah dalam RAPBN.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) optimistis dengan target yang dipatok pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 terkait dengan sejumlah asumsi makro yang sudah ditetapkan.

Untuk tahun depan, target BEI juga tak jauh berbeda dari yang sudah ditetapkan saat ini baik dari sisi jumlah investor maupun jumlah perusahaan yang akan melantai di bursa atau emiten.

BEI juga masih menargetkan jumlah emiten baru yang mencatatkan sahamnya tahun ini sebanyak 57 perusahaan. Jumlah tersebut sama dengan jumlah perusahaan yang IPO pada 2018. Hingga awal Agustus ini, baru ada 16 emiten yang tercatat.

Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengatakan pihaknya juga ikut optimistis dengan apa yang telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidato Nota Keuangan yang disampaikan pada Jumat siang ini (16/8/2019).


"Kami ngikutin asumsi dari pemerintah, jadi tidak ada perbedaan," kata Inarno di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (16/8/2019).



Namun demikian, Inarno menyebut pasar masih perlu mengantisipasi sejumlah risiko yang disebabkan oleh faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kondisi dalam negeri.

"Tapi secara jangka panjangnya kita tetap optimistis," tegasnya.


Terkait dengan kabinet yang akan dibawa oleh Jokowi di periode kedua pada Oktober mendatang, BEI berharap susunan kabinet tersebut menjadi kabinet yang lebih solid dan bekerja lebih baik dibandingkan dengan jajaran menteri sebelumnya.

Siang tadi, Presiden Jokowi menyampaikan Rancangan Undang-Undang tentang APBN 2020 berserta Nota Keuangan di Gedung MPR/DPR, Senayan.

"Pertumbuhan ekonomi kita trennya meningkat dari 4,88% di tahun 2015, menjadi 5,17% di tahun 2018, dan terakhir Semester I-2019 mencapai 5,06%. Angka pengangguran menurun dari 5,81% pada Februari 2015, menjadi 5,01% pada Februari 2019," kata Jokowi.
 

Presiden juga menekankan sejumlah 
faktor eksternal seperti peningkatan tensi perang dagang, kebijakan moneter Amerika Serikat, serta faktor geopolitik yang dapat berdampak negatif terhadap perekonomian domestik yang tetap perlu terus diantisipasi.

"Untuk mencapai sasaran pembangunan di atas, diperlukan peningkatan pendapatan negara pada tahun 2020 menjadi sebesar Rp2.221,5 triliun," kata Jokowi.

Adapun mobilisasi pendapatan negara dilakukan, baik dalam bentuk optimalisasi penerimaan perpajakan, maupun reformasi pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Presiden mengungkapkan pada tahun 2020, beberapa asumsi ekonomi makro yakni pertama, pertumbuhan ekonomi akan berada pada tingkat 5,3% dengan konsumsi dan investasi sebagai motor penggerak utamanya.


"Inflasi akan tetap dijaga rendah pada tingkat 3,1% untuk mendukung daya beli masyarakat," kata Jokowi.

Kedua, nilai tukar rupiah diperkirakan berada di kisaran Rp 14.400 per dolar Amerika Serikat. "Pemerintah yakin investasi terus mengalir ke dalam negeri, karena persepsi positif atas Indonesia dan perbaikan iklim investasi. Dengan demikian, suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan berada di tingkat 5,4%," kata Kepala Negara.

Ketiga, harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan sekitar US$ 65 per barel. Dengan sensitivitas yang tinggi terhadap berbagai dinamika global, kata Presiden, pemerintah terus memantau pergerakan harga minyak dan komoditas global.

Keempat, melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam, termasuk minyak dan gas bumi. Target lifting (produksi minyak siap jual) minyak dan gas bumi di tahun 2020 diasumsikan masing-masing sebesar 734.000 barel dan 1,19 juta barel setara minyak per hari.

"Seluruh gambaran perkiraan indikator ekonomi makro di atas menjadi dasar dalam penyusunan RAPBN tahun 2020," jelas Jokowi.

Jokowi sampaikan empat asumsi dasar RAPBN 2020.


(tas) Next Article Inarno Djajadi: Virus Corona Pengaruhi Pasar Modal Global

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular