
Obligasi Korporasi Semester 2 Kian Ramai, Waspadai Isu Ini!
Monica Wareza, CNBC Indonesia
15 August 2019 16:42

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memperkirakan nilai penerbitan obligasi di semester II-2019 akan lebih tinggi dibandingkan dengan paruh pertama tahun ini. Salah satu pemicunya ialah penurunan tingkat suku bunga sehingga menurunkan yield obligasi dalam negeri.
Ekonom Pefindo Fikri C. Permana mengatakan sentimen pasar obligasi pada semester ini menjadi lebih baik dibandingkan dengan semester sebelumnya.
Selesainya momen Pemilihan Presiden yang menimbulkan risiko politik di 6 bulan pertama tahun ini, ditambah turunnya suku bunga acuan akan membuat industri menjadi lebih percaya diri lagi untuk berinvestasi.
"Dengan penurunan suku bunga acuan sehingga yield turun dan spread meningkat. Dengan demikian yield akan turun dan mendorong penerbitan obligasi [karena beban bunga penerbit rendah]," kata Fikri di kantornya, Kamis (15/8/2019).
Namun demikian, meski kabar dari dalam negeri masih positif, Fikri menyebutkan beberapa sentimen negatif dari sisi global yang berpotensi mempengaruhi penerbitan obligasi korporasi.
Eskalasi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang saat ini masih belum jelas mau tak mau juga berdampak pada Indonesia. Hal ini akan mempengaruhi permintaan surat utang korporasi, meski saat ini dari total outstanding obligasi yang mencapai Rp 500 triliun, sebesar 7% atau senilai Rp 35 triliun masih dipegang oleh asing.
"Atau issuers [perusahaan penerbit] melihat sentimen negatif itu sebagai risk premium dari yield jadi lebih tinggi itu sebagai hal sensitif untuk terbitkan surat utang," kata dia.
Risiko lainnya yang juga mempengaruhi pasar ialah kericuhan di Hong Kong dan krisis keuangan yang saat ini terjadi di Argentina.
"Investor menganggapnya hal ini akan berpengaruh juga ke Afrika Selatan dan Indonesia, tapi sebenarnya masih jauh," imbuh dia.
Hingga akhir tahun ini Fikri memperkirakan yield obligasi negara 10 tahun masih akan bergerak di kisaran 7,1%-7,3% dengan asumsi volatilitas rupiah tak terlalu tinggi di level Rp 14.100-Rp 14.400. Yield obligasi negara tenor 10 tahun menjadi patokan bagi yield obligasi korporasi.
Tahun ini Pefindo memperkirakan nilai penerbitan obligasi korporasi mencapai Rp 120 triliun-Rp 130 triliun. Jumlah turun atau cenderung stagnan dari nilai penerbitan obligasi korporasi di 2018 yang nilainya mencapai Rp 132 triliun.
Sepanjang semester I-2019, Pefindo mencatat jumlah emisi obligasi korporasi sebesar Rp 79,9 triliun, turun dari Rp 92 triliun di periode yang sama di 2018.
Salah satunya disebabkan karena yield surat utang negara (SUN) pada periode 2018 masih berada di kisaran 6%-7%, lebih rendah dari posisi semester I tahun ini yang sebesar 7,5%-8,5%.
Hingga awal Agustus ini, Pefindo masih memiliki mandat pemeringkat obligasi yang akan diterbitkan tahun ini senilai Rp 48,69 triliun. Mayoritas penerbitan ini berbentuk penawaran umum berkelanjutan (PUB) yang mencapai Rp 13 triliun.
Sektor yang mendominasi penerbitan ini berasal dari perbankan dengan outstanding penerbitan mencapai Rp 15 triliun dan sektor pembiayaan senilai Rp 14,37 triliun.
Simak sinyal resesi AS.
[Gambas:Video CNBC]
(tas/tas) Next Article Obligasi Baru di Semester-II Diramal Rp 80 T, Ini Pemicunya
Ekonom Pefindo Fikri C. Permana mengatakan sentimen pasar obligasi pada semester ini menjadi lebih baik dibandingkan dengan semester sebelumnya.
Selesainya momen Pemilihan Presiden yang menimbulkan risiko politik di 6 bulan pertama tahun ini, ditambah turunnya suku bunga acuan akan membuat industri menjadi lebih percaya diri lagi untuk berinvestasi.
Namun demikian, meski kabar dari dalam negeri masih positif, Fikri menyebutkan beberapa sentimen negatif dari sisi global yang berpotensi mempengaruhi penerbitan obligasi korporasi.
Eskalasi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang saat ini masih belum jelas mau tak mau juga berdampak pada Indonesia. Hal ini akan mempengaruhi permintaan surat utang korporasi, meski saat ini dari total outstanding obligasi yang mencapai Rp 500 triliun, sebesar 7% atau senilai Rp 35 triliun masih dipegang oleh asing.
"Atau issuers [perusahaan penerbit] melihat sentimen negatif itu sebagai risk premium dari yield jadi lebih tinggi itu sebagai hal sensitif untuk terbitkan surat utang," kata dia.
Risiko lainnya yang juga mempengaruhi pasar ialah kericuhan di Hong Kong dan krisis keuangan yang saat ini terjadi di Argentina.
"Investor menganggapnya hal ini akan berpengaruh juga ke Afrika Selatan dan Indonesia, tapi sebenarnya masih jauh," imbuh dia.
Hingga akhir tahun ini Fikri memperkirakan yield obligasi negara 10 tahun masih akan bergerak di kisaran 7,1%-7,3% dengan asumsi volatilitas rupiah tak terlalu tinggi di level Rp 14.100-Rp 14.400. Yield obligasi negara tenor 10 tahun menjadi patokan bagi yield obligasi korporasi.
Tahun ini Pefindo memperkirakan nilai penerbitan obligasi korporasi mencapai Rp 120 triliun-Rp 130 triliun. Jumlah turun atau cenderung stagnan dari nilai penerbitan obligasi korporasi di 2018 yang nilainya mencapai Rp 132 triliun.
Sepanjang semester I-2019, Pefindo mencatat jumlah emisi obligasi korporasi sebesar Rp 79,9 triliun, turun dari Rp 92 triliun di periode yang sama di 2018.
Salah satunya disebabkan karena yield surat utang negara (SUN) pada periode 2018 masih berada di kisaran 6%-7%, lebih rendah dari posisi semester I tahun ini yang sebesar 7,5%-8,5%.
Hingga awal Agustus ini, Pefindo masih memiliki mandat pemeringkat obligasi yang akan diterbitkan tahun ini senilai Rp 48,69 triliun. Mayoritas penerbitan ini berbentuk penawaran umum berkelanjutan (PUB) yang mencapai Rp 13 triliun.
Sektor yang mendominasi penerbitan ini berasal dari perbankan dengan outstanding penerbitan mencapai Rp 15 triliun dan sektor pembiayaan senilai Rp 14,37 triliun.
Simak sinyal resesi AS.
[Gambas:Video CNBC]
(tas/tas) Next Article Obligasi Baru di Semester-II Diramal Rp 80 T, Ini Pemicunya
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular