IHSG Boleh Anjlok, Saham Properti Paling Minor Dampaknya

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
15 August 2019 13:39
Bursa Wall Street Amerika Serikat (AS) pagi tadi bahkan ditutup anjlok rata-rata di atas 3%, Kamis (15/08/2019).
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Rilis data yang kurang menggembirakan dari sejumlah negara dengan ekonomi terbesar di dunia belakangan ini turut menekan sejumlah bursa saham di seluruh wilayah. Bursa Wall Street Amerika Serikat (AS) pagi tadi bahkan ditutup anjlok rata-rata di atas 3%, Kamis (15/08/2019).

IHSG tertekan karena data-data ekonomi China memburuk. Ini semakin menguatkan dugaan ekonomi dunia sedang mengalami perlambatan.

Dimana produksi industri (industrial production) periode Juli tumbuh hanya 4,8% year-on-year (YoY), melambat signifikan dibandingkan bulan Juni yang tumbuh 6,3%. Penjualan ritel (retail sales) tumbuh hanya 7,6% YoY bulan Juli, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang naik 9,8% YoY dan paling parah penjualan mobil bulan Juli turun 2,6% YoY, padahal bulan sebelumnya melonjak 17,2% YoY.


Hingga penutupan sesi I, IHSG tertekan hebat sebesar 1,09% dengan kembali bergerak di bawah level 6.199. Indeks sektor finansial menjadi pemberat utama dengan koreksi 1,37%, sedangkan sektor properti menjadi sektor yang paling kurang terdampak penurunan dengan pelemahan hanya 0,02%.

Jika dilihat dari komposisi sahamnya, saham-saham lapis dua (second liner) yang kapitalisasi pasarnya kurang besar dibandingkan emiten lainnya menjadi penahan kejatuhan sektor tersebut, seperti: PT Pollux Properti Indonesia Tbk/POLL (+24,84%), PT Lippo Karawaci Tbk/LPKR (+0,76%), PT Pikko Land Development Tbk/RODA (+2,38%), PT Sitara Propertindo Tbk/TARA (0,72%), PT International Lestari Tbk/RIMO (+0,79%).

Hingga Rabu (14/09/2019), kinerja sektor properti di bursa masih sangat baik dengan pertumbuhan mencapai 9,2%, mengalahkan IHSG dengan pertumbuhan hanya 1,18%.

Sentimen yang menyelimuti sektor properti sebenarnya masih cukup positif di kala tren pemangkasan suku bunga acuan. Hal ini dapat menjadi stimulus positif bagi pembeli properti yang menggunakan fasilitas kredit khususnya dari perbankan.


Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo di Gedung BI di Jakarta, mengatakan bahwa pihaknya membuka peluang akan penurunan suku bunga acuan.
"Apakah masih ada room (penurunan suku bunga) lagi, kita masih akan liat lagi ke depan. Pak Gubernur telah katakan room ada, jadi tinggal timingnya," ujar Dody di Gedung BI, Jakarta, Senin (12/8/2019).

"Timing jadi penting sebab bagaimana risiko yang harus di lihat ke depannya. Risiko tentu lebih banyak pasar global, bagaimana trade war masih akan berlanjut dana sedalam mana permasalahannya," jelasnya.

Rencananya Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada tanggal 21-22 Agustus pekan depan. Dalam RDG tersebut BI akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuan terbarunya atau BI 7 Day RR yang saat ini berada di level 5,75%.

Adanya potensi penurunan suku bunga acuan BI 7 Day RR tentunya akan memberikan sentimen positif bagi sektor properti karena bunga kredit akan ditekan turun. Pada Juli lalu, The Fed selaku bank sentral Amerika Serikat (AS) menurunkan suku bunga acuan sebanyak 25 bps (basis poin).

Langkah tersebut telah diikuti beberapa bank sentral negara lain baru-baru ini, antara lain: India (35 bps), Brazil (50 bps), Qatar (25 bps), Filipina (25 bps), dan Thailand (25 bps).

TIM RISET CNBC INDONESIA
(yam/hps) Next Article Juragan Lahan Jabodetabek, Agung Podomoro atau Summarecon?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular